🌿BC-09

11.4K 2.6K 517
                                    

"Assalamualaikum," salam wanita dari layar ponsel. Senyuman manis menghiasi wajah eloknya.

Laki-laki yang kini berubah status menjadi seorang suami itu membalas senyum sang bunda. "Waalaikumsalam, Bunda."

Tampak wajah menggoda di berikan untuk Husein. "Mas, gimana rasanya jadi suami? Bahagia?"

"Gimana ya Bunda. Mau bilang bahagia tapi dianya gak tau kalau udah punya suami."

Cita terkekeh kecil. "Sabar. Kamu harus bisa buat istri kamu jatuh cita. Bunda aja bisa berjuang buat luluhin hati ayah, masa Mas Husein yang cowok gak bisa. Semangat dong."

Husein tertawa mendengar celoteh ibunya. Dia lah wanita yang selalu sukses membuatnya tertawa, dia juga yang selalu mampu mengubah lelahnya menjadi semangat.

"Semangat. Do'akan Husein, Bunda. Semoga Husein bisa luluhkan hati Mila, semoga Husein bisa membimbing Mila jadi wanita seperti Bunda," kata Husein.

"Pasti. Apa sih yang enggak buat Mas Husein. Ngomong-ngomong, gimana? Mas Husein suka sama Mila? Cantikan siapa? Bunda apa Mila?" tanya Cita. Bukan membandingkan, ia hanya becanda seperti biasa seorang ibu kepada anaknya.

Lagi-lagi kedua sudut bibir Husein tertarik. "Kalau suka sih iya Bunda, tapi masalah cinta masih proses. Untuk cantik, dia lebih cantik aslinya dari pada fotonya."

Cita tampak cemberut. "Berarti Bunda cantikan Mila dong."

"Sampai kapan pun Bunda tetap jadi perempuan tercantik bagi Husein dan Ayah. Mila yang kedua."

Kepala Cita menggeleng. "Gak ayah, gak anak, paling pintar kalau disuruh muji Bunda."

Husein membayangkan wajah frustrasi Mila, lengkung bibirnya kembali membentuk. Umur Mila memang lebih tua dari dirinya, akan tetapi wajah dan prilaku gadis itu sama seperti Melin, kekanakan. Temperamental nya akut, negatif thinkingan.

Dari kecil Mila memang menanamkan sifat negatif thinkingan terhadap orang asing. Hal itu ia lakukan hanya sebagai wadah untuk melindungi diri, lebih tepatnya waspada terhadap sekitar.

Mungkin faktor lingkungan hidup yang selama ini ia jalani, menjadikan gadis itu mau tak mau harus bisa melindungi dirinya sendiri dari bahaya apapun dengan tanpa melibatkan orang lain.

"Bunda," panggil Husein.

"Apa? Mau minta tips buat luluhin hati yang beku?" sambar Cita.

"Enggak." Pandangan Husein terus tunduk. "Nanti kalau Husein gak bisa luluhin hatinya Mila gimana Bunda?"

Dari sebrang Cita tampak mendengus. "Ini bukan anaknya Bunda. Kalau anaknya Bunda gak akan nyerah sebelum berperang. Harus yakin dong, anak Bunda kan ganteng, masa Mila gak mau sama kamu."

"Mungkin kalau bukan karena dia istri Husein, pasti Husein gak akan kuat natap matanya. Tajam banget. Dia gak suka sama Husein."

Wanita itu sama sekali tak surut untuk memberi semangat untuk anaknya. "Mas, kali ini kamu harus benar-benar berjuang. Sebab Mila udah jadi istri kamu. Tanggung jawab kamu besar, dosanya Mila ada pada pundak kamu."

"Bun."

"Iya?"

"Jujur, sebenarnya Husein udah ada rasa sama Mila. Tapi, masih samar." Itu benar adanya, Husein memang tertarik kepada istri rahasianya. Dia laki-laki normal, ia tak kuasa memandang wajah baby face Mila.

Galih yang notabennya laki-laki pemilih, laki-laki yang melihat perempuan dari segi fisik saja tertarik. Itu semua pertanda jika Mila memang benar cantik.

"Bunda gak sabar ih, pengen ketemu Mila."

"Makanya cepat pulang, biar bisa ketemu menantunya," balas Husein.

Banana CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang