🌿BC-14

11.3K 2.7K 918
                                    

Segala yang ada di depan mata gak akan pernah sanggup menandingi dia yang sudah ada didalam hati.

-:Ali Husein Al-Fahrizi
==========================

"Gak boleh. Punya dua tangan, juga punya dua kaki. Sehat jasmani dan rohani, biar buat sendiri," selah Husein.

Tak rela jika istrinya menawarkan diri membuatkan teh untuk Galih. Yang benar saja, Husein harus minta baru bisa menikmati teh buatan istrinya sementara Galih tanpa meminta sudah ditawari.

"Lah, kok nesu," sahut Galih.

"Arep ora nesu piye nek bojoku lebih gati karo sampean," jawab Husein.

Galih tertawa ringan. "Yoalah Gus, ora-ora nek tak rebut bojone sampean. Kari super over protektif."

"Yo jelas over, wong Mila bojoku."

"Tresno ku panggah karo Ning Daniar," balas Galih dengan senyuman.

"Wingi jaremu seneng karo Ning Syanum, aku wes ngalah gawe sampean. Sak iki ganti Ning Daniar seng mok pareki. Gak usah maruk," tegas Husein.

Galih tertegun dengan kalimat Husein. Tanpa sadar laki-laki itu mengakui kalau ia pernah ada rasa kepada Syanum. Jujur, Galih tak bermaksud untuk mempermainkan perempuan. Apa yang ia katakan tadi hanya candaan belaka. Lagi pula mana mau dua ning itu suka kepadanya. Kalau pun memang mau ya alhamdulillah, itu lah yang ada di benak Galih.

"Ya Allah, Gus. Guyon aku, ora tenanan. Ibuku yo wedok, mosok yo tego," katanya.

Sementara Mila, hanya diam dengan nampan di tangan. Memperhatikan dua orang yang tengah berinteraksi dengan bahasa yang sama sekali tak di mengerti oleh gadis ini. "Bojoku, bojoku. Ngomong apa sih kalian?!"

"Ora usah milu-milu!" sahut Husein juga Galih kompak.

"Nama gue Mila, bukan Milu. Gila lo pada. Lama-lama setres gue deket kalian berdua. Udah ngomong gak jelas, pake ngubah nama orang sembarangan!" Mila melenggang begitu saja.

Galih terperangah dengan tanggapan Mila. Memangnya siapa yang mengubah nama Mila menjadi Milu? Padahal dalam bahasa jawa arti dari kata milu adalah ikut. "Lah, itu si Mila kenapa dah."

Husein ikut menimpal. "Gara-gara kamu Mila marah."

"Aku juga yang salah. Emang dari dulu aku tak pernah benar di mata kau, Gus. Sikik-sikik salah, sikik-sikik salah." Satu tangan melepas peci, sedangkan tangan yang lain ia gunakan untuk menggarak kepala. "Pusing aku."

Hari berikutnya setelah insiden adu mulut dengan bahasa Jawa. Di dalam dapur Husein masuk, duduk sembari memandang Mila yang tengah menyelesaikan aktivitas mencuci piringnya.

Mencuci piring bagaikan mencuci guci yang harganya ratusan juta. Takut pecah lagi seperti yang lalu. Selama piket ndalem, Mila sudah memecahkan piring bundanya Husein hampir setengah lusin. Bukan karena tak bisa mencuci, itu karena kecerobohannya.

Gadis itu tak sadar jika ada orang duduk di meja makan. Posisi, memang Mila membelakangi Husein.

Ternyata meluluhkan hati wanita yang penuh luka tak gampang, ia tahu pasti Mila amat sangat penuh perhitungan sebelum menaruh hati untuk laki-laki.

Begitu membalikkan badan. "Heh!" Mila kaget mendapati Husein sudah ada di belakangnya.

Satu tangan mengusap dada. "Asli, gak ada bedanya sama Nurul. Tiba-tiba muncul, tiba-tiba ilang."

"Satu minggu lebih kamu tinggal disini, tapi sama sekali gak pernah kasih senyum ke saya," ujar Husein.

"Emang penting?"

Banana CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang