Malam ini, Flora dan Atta tengah bersantai di depan tv. Mama Vera sepertinya sudah tidur.
"Pengen makan apa gitu."
"Mau apa?" Flora berada di dekapan Atta. Ia bersandar di dada bidang milik suaminya itu.
Atta mengusap lembut perut Flora. Entah kenapa ia sangat ingin seperti itu. Flora yang awalnya geli akhirnya ia merasa nyaman.
"Tadi itu murid baru siapa?" tanya Flora di sela-sela percakapan.
"Laisa kalo gak salah namanya."
"Cie tau."
"Dih, tadi diajak kenalan sama Diki."
"Enggak sama kamu?"
"Gak tertarik."
"Kenapa? Padahal cantik." Atta menggeleng, kemudian memeluk Flora. Keduanya memang sangat-sangat manja jika sudah berduaan.
"Mau ngemil apa?"
"Apa aja."
"Ya udah bentar, aku liat di kulkas ada apa, ya." Flora beranjak menuju dapur.
Namun, saat ia melewati kamar Vera. Tiba-tiba mendengar suara gelas jatuh. Sontak Flora langsung menghampiri kamar Vera.
Terlihat Vera yang hendak akan bangun, tapi malah terduduk sembari terus memegangi kepalanya.
"Mama!"
"F-flo."
"Mama kenapa?"
"Kepala Mama cuma sakit biasa."
"Kita ke rumah sakit sekarang." Vera menahannya ia menggeleng. Tapi Flora tetap kekeh, pasalnya wajah Vera sangat pucat.
"Atta? Atta?!" panggil Flora.
Atta yang mendengar istrinya berteriak memanggil namanya. Langsung berlari. Ia menghampiri Flora yang tengah memegangi Vera.
"Mama kenapa?"
"Udah ayo antar ke rumah sakit." Atta mengangguk, ia membantu Flora membopong Vera hingga masuk ke dalam mobilnya.
"F-flo, Mama enggak apa-apa. Mama enggak mau ke rumah sakit." Flora diam, ia tetap akan membawa Vera ke rumah sakit, hatinya tidak tenang, akhir-akhir ini ia selalu melihat Vera yang ngeluh sakit kepala dan selalu terlihat pucat.
Hingga sampai di rumah sakit, Vera langsung diperiksa dokter.
Flora terus mondar-mandir di hadapan pintu tempat Vera dirawat. Ia sangat khawatir dengan kondisi sang Mama. Hingga akhirnya dokter yang memeriksa Vera keluar.
"Dok, gimana keadaan Mama saya?"
"Beliau Ibu, anda?" Flora mengangguk.
"Ayo ikut saya sebentar." Atta melihat Flora yang diajak Dokter, dan ia lupa untuk menghubungi Santi.
"Aku kabarin Mama dulu, entar aku nyusul." Flora langsung menuju ruangan Dokter.
"Sudah berapa lama sakitnya?"
"Saya lihat baru kemarin-kemarin, Dok."
"Kamu tahu, penyakit apa yang diderita ibumu?" Flora menggeleng pelan. Dokter itu menghempaskan nafas berat, lalu ia memberikan hasil catatannya pada Flora.
"Ibumu sudah hampir mau 1 tahun ini didiagnosa mengidap penyakit kanker otak. Dan sekarang ia sudah stadium akhir."
"Apa!" Dokter itu mengangguk.
Dada Flora sudah berdegup kencang. Badannya seketika bergetar. Ia tidak menyangka Vera menyembunyikan hal yang serius ini darinya.
"Apa bisa disembuhkan, Dok?" ucap pelan Flora.
Dokter itu menarik nafas lalu tersenyum. "Berdoa saja memohon keajaiban."
Tak lama kemudian Santi dan Atta menghampiri.
"Flo?" Santi langsung memeluk Flora yang sudah menangis.
"Gimana keadaan Vera, Dok?"
"Bu Vera sudah lama didiagnosa menderita kanker otak, dan sudah menginjak stadium akhir."
Santi hanya diam, sembari terus memeluk Flora yang sudah tersedu-sedu menangis.
"Udah nyoba buat kemoterapi?" tanya Atta.
"Udah, Vera sering menjalankan terapi bersama Dokter Jay. Tapi emang akhir-akhir ini, Vera jarang menemuinya dengan alasan udah baik-baik aja." Flora menutup matanya, rasanya benar-benar hancur sekali ketika mendengar ucapan Santi.
Bisa-bisanya selama ini ia biasa-biasa saja ketika tahu dibalik itu semua, mamanya sedang berjuang dengan penyakitnya. Karena setau dia, namanya kanker apalagi sudah stadium akhir, itu tinggal menunggu waktu. Flora menggeleng, iya memeluk erat Santi, pikirannya benar-benar tidak jelas. Ia sangat takut kehilangan Vera.
Saat Santi membawanya keluar. "Jadi, Mama udah tau?"
Santi mengangguk, ia mengeratkan pelukan Flora.
"Maafin Mama, Mama lakuin ini karena Vera yang minta. Dia enggak mau kamu cemas. Terlebih lagi Mama kamu udah siapin orang yang bakal ganti jagain kamu, jadi Vera gak mau kamu nerima itu cuma karena kasihan." Mata Flora yang sudah merah dan sembab menatap Atta, yang kini juga sedang menatapnya. Atta sangat ingin memeluk Flora, saat melihat istrinya itu sangat terpukul seperti itu.
Sekian detik, Flora memeluk Atta. Ia kembali terisak dipelukannya.
"A-atta, aku takut kehilangan Mama." Atta mengusap lembut rambut Flora. Ia bisa merasakan apa yang istrinya rasakan saat ini.
"Sabar ya, berdoa semoga Mama Vera diberi keajaiban supaya bisa sembuh. Percaya, Mama Vera pasti bisa. Dan kamu harus kuat, biar Mama Vera juga bisa ikutan kuat dan semangat lawan penyakitnya." Atta mencium kening Flora.
Santi yang melihatnya sangat bahagia, selain terharu, ia bangga bahwa Atta bisa menjadi sosok yang bisa menjaga Flora.
"Mama tinggal dulu, ya." Atta mengangguk sembari terus memeluk Flora.
"Ayo nangis, lepasin dulu semuanya. Entar kalo udah enakan, kita liat kondisi Mama, ya." Flora mengangguk pelan. Atta sudah layak bahu baginya, tempatnya bersandar kala ia sedang lemah.
Flora masuk ke ruangan Vera, di sana sudah ada Mama Santi. Saat Flora melihat Vera dengan bantuan cairan impus ditangannya, ia sangat ingin menangis. Namun ia harus menahannya.
"M-mama?"
"F-flo," ucap Vera lemah, ia sudah tidak bisa lagi bersikap baik-baik saja. Semakin ia paksa, semakin melemah keadaannya.
"Mama harus bisa sembuh." Vera mengangguk, ia mencium rambut Flora dan memeluknya.
"A-atta?" Atta tersenyum.
"Iya, Ma?"
"Mama titip Flora sama kamu." Flora tidak bisa menahannya, ia menangis kembali. Atta yang siap langsung memeluk erat dirinya.
"Mama pasti bisa sembuh," ucapnya pelan.
"M-maafin Mama Flo."
Flora berganti memeluk Vera. Ia sangat takut kehilangan mamanya.
Hingga saat akhirnya Vera tertidur, Flora yang masih setia menemaninya, juga ikut tertidur.
"Flo?" Flora membuka matanya dan terlihat Mama Santi membangunkannya.
"Pulang dulu sayang, kamu harus istirahat, besok Flo ngajar dan Atta juga harus sekolah."
Flora menggeleng, ia menatap Vera yang tertidur. Ia tidak mau meninggalkan mamanya sendirian.
"Vera, biar Mama yang jagain, lagian nanti ada Bi Nuni dari rumah nemenin ngurus Vera disini. Jadi, Flo gak usah khawatir. Flo juga harus inget sama kesehatan, kalo ikutan sakit, nanti Mama Vera makin banyak pikiran." Benar juga, akhirnya Flora nurut untuk pulang bersama Atta.
"Udah jangan terlalu terbebani. Kamu harus percaya kalo Mama bisa sembuh." Flora yang baru saja tiba di rumah langsung memeluk Atta. Ia tidak tau lagi tempat dia untuk menenangkan hatinya siapa, selain Atta.
Dan Atta dengan senang hati, pasti akan siap menemaninya.
"Udah mandi dulu gih, terus langsung istirahat," ucap lembut Atta.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beautiful Teacher Is My Wife [ON GOING]
Romance"Mama kira ini jaman Siti Nurbaya, pake acara jodoh-jodohan ... " ~Flora Guru menikahi muridnya? Sangat mustahil. Tapi, tidak dengan Flora. Kenyataan yang ia anggap sebuah mimpi kini dirasakannya. Karena ia belum bisa menemukan pendamping hidupnya s...