12||

32.9K 2.1K 143
                                    

Ini tentang anak perempuan yang selalu dipaksa untuk kuat oleh keadaan~
*Disa
_____________________________________

Di pemakaman ini Disa dan banyak orang lain nya berada. Berduka cita atas meninggalnya Jaka yang secara tiba-tiba. Orang-orang dan terutama Disa sangat tidak menyangka ayah nya akan pergi secepat ini. Meninggalkan Disa sendirian di dunia yang fana.

Beberapa orang sudah berangsur pergi meninggal kan pemakaman Jaka. Selepas membaca doa dan menyaksikan Jaka di kebumikan.

"Disa, ibu turut berduka cita ya nak. Atas meninggal nya ayah kamu." Ujar wali kelas nya itu.

"Seluruh anggota osis turut berduka cita ya Disa. Semoga amal ibadah ayah lo di terima disisi-Nya." Sambung salah satu perwakilan anggota osis.

"Disa, jangan terlalu larut dalam kesedihan ya nak. Ibu turut berduka cita. Dan soal uang osis itu akan kita bicarakan lagi kapan-kapan. Kamu gak usah terlalu fikir kan."

Disa tersenyum kecil. "Makasih bu, makasih semua nya."

Mereka serempak mengangguk. "Ibu dan anak osis lain nya pamit dulu ya." Pamit nya mengelus lembut punggung Disa.

Disa mengangguk lemah dan menatap sayu kepergian mereka.

Dara dan Sania merapatkan posisi nya. Mengapit Disa dan mengelus lembut punggung gadis itu. Berusaha memberikan ketegaran pada sahabat nya ini.

"Disa.. yang sabar ya. Kita turut berduka cita.." Ucap Sania pilu.

"Sumpah kita masih gak nyangka banget om Jaka pergi secepet ini. Apalagi lo yang anak nya, gue tau perasaan lo gimana sekarang. Gue tau lo cewek kuat Disa, Lo cewek tangguh. Lo pasti bisa ngehadepin ini semua." Dara menimpali.

"Gue tau rasa sakit nya gimana. Jangan pernah berfikir sekarang lo udah gak punya siapa-siapa lagi. Lo punya kita, kita selalu ada buat lo, Disa." Sambung Sania.

"Makas—" Ucapan Disa terpotong akibat diri nya yang tiba-tiba muntah. Entah mengapa Disa mendadak mual sekarang.

"Eh, Lo kenapa astagaa."

"Lo drop banget Disa! Muntah-muntah gitu, lo harus istirahat ya. Jangan banyak fikirian. Jaga juga kesehatan diri lo!" Dara ikut khawatir.

Disa mengelap bibir nya, meneguk saliva nya kasar. "Gu-gue gapapa."

"Disa!"

"Serius gue gapapa. Mungkin ini faktor makanan." Disa menatap Sania dan Dara bergantian. "Kalian bisa tinggalin gue sendiri disini? Gue mau ngelepas rindu dulu sama ayah."

Spontan mata Sania dan Dara saling bertaut. Mengangguk mengerti dengan ucapan teman nya ini. Mereka mengelus lembut punggung Disa dan beranjak pergi dari sana meninggalkan Disa sendirian.

Disa menghela nafasnya panjang. Menatap sayu dengan wajah yang sembab akibat menangis seharian panjang. Tatapan Disa tertuju menatap batu nisan itu. Tangan nya terulur mengelus-ngelus lembut. Tanpa terasa air mata kembali luruh terjatuh ditanah.

"Ayah.." Lirih nya.

"Disa masih bener-bener gak nyangka ayah bakal pergi secepat ini. Pergi ninggalin Disa secara tiba-tiba."

"Jujur Disa gak kuat ayah.. Disa gak kuat harus hidup tanpa seorang ayah.. Disa butuh ayah.."

"Disa masih belum bisa ngikhalisin ayah untuk pergi.."

"Tenang disana ya ayah.. mau gimana pun ayah tetap orang tua terbaik yang Disa punya, ayah pelindung Disa selama ini. Dan Disa harap suatu saat nanti ada orang yang mau menjaga Disa sepenuh hati seperti ayah.."

DISA | brokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang