02

91 14 0
                                    

Kesialan berikutnya hari ini--setelah perkara mobil Ibu yang mogok juga nyaris berdiri di depan gerbang sekolah selama satu jam pelajaran sambil panas-panasan--Cia lupa membawa formulir biodata siswa. Itu berkas penting yang harus Cia kumpul segera, bisa-bisanya tertinggal padahal sudah ditagih semenjak kemarin.

Seperti ini lah gadis itu. Ceroboh. Fakta itu sudah menjadi jati diri sejati kedua setelah sifat mudah panik milik seorang putri tunggal Bapak Winata.

Berakhirlah Cia di ruang BK, menghampiri salah satu guru konseling untuk mengisi formulir baru sesuai instruksi guru tersebut.

"Ini. Mengisinya di sini saja, biar cepat. Bawa pulpen?" Ujar seorang pria berseragam guru sembari menyodorkan beberapa lempar kertas pada Cia.

Cia mengangguk kukuh, "bawa Pak."

"Ya sudah. Kamu bisa duduk di sana," ujar pria itu lagi sambil menunjuk satu titik, sebuah sofa di dekat pintu.

"Makasih ya, Pak."

"Iya, sama-sama."

Gadis itu beranjak. Kakinya melangkah sesuai instruksi. Saat dirinya hendak duduk, pintu tiba-tiba terbuka dari luar. Tanpa sadar Cia jadi menaruh semua perhatiannya pada dua orang yang baru saja memasuki ruangan.

"A-aduh, Bu! S-sakit, sakit!!" Laki-laki berseragam sama seperti Cia datang sembari mengaduh.

"Makanya, kalo lagi jam pelajaran, jangan kabur ke kantin!"

"Ah, iya-iya!" Ringisnya. "Udahan kenapa jewernya, Bu! Kekerasan pada murid nih!"

Wanita dengan raut wajah cukup sinis itu pada akhirnya melepas jeweran di telinga siswa yang sedari tadi meringis.

Wajahnya tidak asing bagi Cia. Itu Erza. Tapi... ah, sudah lah! Tidak perlu ikut campur, Patricia!

Pada akhirnya Cia menampik arah pandangnya, berpura-pura jika ia tidak pernah melihat apapun yang terjadi barusan. Ia mendaratkan bokongnya pada sofa lalu buru-buru membaca lembar demi lembar kertas sebelum mengisinya.

"Duduk! Saya ambil buku dulu," titah perempuan itu sebelum beranjak menuju mejanya di sudut ruangan.

Sepertinya bukan hanya Cia, laki-laki itu juga merasa tidak asing dengan perawakan Cia yang tengah sibuk mengisi formulir biodata tersebut. Meski ada perasaan tidak nyaman karena laki-laki itu terus menatapnya--bahkan duduk tepat di sebelahnya sekarang--Cia berusaha untuk tidak peduli. Ia masih setia menunduk dan mengisi tiap kolom biodata.

"Ngapain?"

Tapi justru laki-laki itu malah mengajaknya bicara. Cia menarik napas dalam. Kalau seperti ini, mau tidak mau Cia mendongak, menoleh dan menatap lawan bicaranya dengan sedikit kikuk.

"Ngisi formulir biodata," jawab Cia singkat.

"Lo anak baru?"

Cia mengangguk kukuh, "iya."

"Pantes, gak pernah liat." Cia hanya tersenyum kaku.

Sebab kalimat itu menjadi akhir dari obrolan singkat mereka, Cia kembali menunduk, fokus mengisi kolom-kolom kosong di hadapannya itu dengan segera.

Beberapa selang setelahnya, wanita yang sebelumnya membawa laki-laki yang kini duduk di sebelah Cia untuk memasuki ruang BK kembali dengan sebuah buku besar di tangannya.

"Cepat, tulis dilembar yang kosong!" Ujar wanita itu sembari mengulur buku yang ia bawa.

"Tulis apa?"

"Udah berapa kali kamu buat pelanggaran, Erza? Masa masih gak hafal juga?" Sarkas wanita tersebut.

Erza mendengus. Ia mengambil buku tersebut lalu meletakkannya di atas meja sebelum akhirnya membuka tiap lembar, mencari halaman kosong.

di kala singgah | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang