Awalnya, Cia pikir masa hukuman satu minggu itu akan terasa sangat panjang dan membosankan. Namun nyatanya, berkat kehadiran Echan semuanya jadi benar-benar berbeda. Waktu begitu cepat berlalu, meninggalkan kesan membekas yang membuat kedua sudut bibir Cia tanpa sadar tersungging naik dikala mengingatnya.
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, waktu begitu cepat berlalu. Bahkan detik ini, sepasang kaki ramping Cia sudah menapaki satu per satu anak tangga gedung sekolahnya, menaikinya dengan perasaan riang.
Semuanya baik-baik saja sampai...
Duarr!
Cia terlonjak kaget saat mendengar suara ledakan tersebut. Tidak terlalu keras sebenarnya, hanya saja, disaat semuanya sunyi, mendengar suara ledakan... tunggu! Itu confetti?
Sontak Cia mendongak, menatap kertas-kertas yang berjatuhan ke arahnya dari lantai atas. Namun, saat melihat sesosok laki-laki yang tersenyum sumringah sembari memegang tabung kecil bekas confetti berukuran kurang dari lima senti, Cia mendengus geli sambil geleng-geleng kepala.
"Selamat datang kembali di SMA Taruna wahai eneng cantik alias jodohnya Echan."
"Alay!"
Bukan. Itu bukan sahutan dari Cia. Gadis itu bahkan bingung harus memberi tanggapan apa untuk tingkah konyol Echan kali ini.
"Sirik aja lo Na!"
"Sirik-sirik, mata lo tiga!"
Agak lucu sebenarnya. Narren yang baru saja datang, berjalan menaiki tangga di belakang Cia harus berdebat dengan Echan yang ada di ujung tangga lantai atas. Yang satu berujar sambil mendongak, yang satunya lagi sembari menunduk.
"Bersihin nih sampahnya. Diamuk Bu Susan tau rasa lo," kata Narren lagi.
"Iye-iye, bawel bener!" Balas Echan.
Cia hanya bisa bolak-balik memandang mereka secara bergiliran sembari terkekeh pelan. Awalnya, Cia pikir, Narren adalah yang paling damai dengan Echan diantara teman-teman Echan yang lain. Namun rupanya, mereka bisa berdebat hanya perkara hal random seperti ini.
"Cia, jangan mau sama Echan, alay! Mending sama gue aja," ucap Narren tiba-tiba kala sudah berada di sebelah Cia.
"Heh, udah ada hak paten nih! Jangan digodain!"
Namun Narren tampaknya tak peduli. Tingkahnya justru semakin menjadi-jadi. Sembari terus menaiki tangga, berjalan mundur dengan hati-hati, Narren mengedipkan sebelah matanya lalu melayangkan sebuah kecupan udara, menggoda Cia.
Cia yang mendapati hal itu hanya mendengus geli. Ia tahu kalau Narren hanya bercanda. Tapi lain halnya dengan Echan. Laki-laki itu langsung berlari menuruni tangga cepat-cepat.
"Heh, gue bilang jangan digodain!"
Narren tetap lah Narren. Ia tak takut akan apapun. Menghadapi amukan Echan mah hal remeh! Justru, Narren malah menjulurkan lidahnya tepat di depan wajah Echan, melayangkan ekspresi mengejek. Dan, sebelum kena pukul, Narren buru-buru berlari untuk kabur.
"Cupu begitu sok-sok'an mau ngegodain cewek orang, dasar!" Desis Echan tertahan.
"Narren bercanda tau, Chan." Cia yang sudah berdiri di dekat Echan membuka suaranya.
"Iya, tau. Cuma si Narren mah bahaya. Bercanda-bercanda nanti ujung-ujungnya dipepet beneran."
"Selama gue gak nengok ke manapun dan tetep setia sama lo kan gak bakal jadi masalah."
Echan yang semula misuh-misuh refleks menatap Cia dengan sepasang bola mata terbelangak, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Dih, belajar gombal dari mane lu?" Ledek Echan.
KAMU SEDANG MEMBACA
di kala singgah | haechan
Teen FictionMawar merah yang tak akan pernah bisa mati, dibuang, ataupun hilang.... memangnya ada? Attention! ; Lokal - Alternative Universe ; Rate 15+ ; Non-baku ; Teen Fiction - Mystery Scarletarius, 2021