Dimulai lah hari skorsing Cia yang pertama. Benar-benar perdana dalam sejarah riwayat hidupnya. Dan... terima kasih kepada Eric telah berhasil memberikannya pengalaman istimewa ini.
Itu bentuk sarkasme.
Untung saja Cia berhasil berbohong pada Ibu--ini perbuatan tercela, jangan ditiru--dengan mengatakan jika kakak kelasnya, sang senior SMA tengah ada kegiatan-kegiatan penting yang butuh kesunyian. Jadilah para adik kelasnya dititah untuk belajar di rumah.
Awalnya Cia sudah mengigit bibirnya sendiri karena cemas kala mengatakan itu. Pasalnya Ibu sulit sekali dibohongi. Kebohongan sekecil apapun yang Cia katakan pasti bisa dengan mudah ia tebak. Tapi entah kenapa kali ini Ibu semudah itu mempercayai Cia. Padahal Cia sudah memikirkan banyak alibi untuk situasi daruratnya, tapi itu benar-benar tidak perlu. Ibu percaya jika anaknya memang tengah diliburkan oleh pihak sekolah.
Seharian ini Cia hanya terbelenggu dalam rasa bosan. Meski sudah membaca novel juga banyak menonton video youtube sebagai media hiburan, sampai-sampai melakukan yoga seperti sebuah video yang sempat ia tonton, tapi tetap saja, rasa bosan terus menerjang dirinya. Tidak ada rasa antusias seperti biasa-biasanya.
Mengapa?
Cia sadar sebenarnya, mengapa ia seharian ini merasa bosan dan tidak bisa menemukan keseruan meski sudah terus-menerus menyibukan dirinya sendiri. Jawabannya adalah karena di dalam benaknya terus menunggu kedatangan Echan.
Laki-laki itu menawarkan diri untuk datang ke rumah Cia kemarin, ingin menemani dan menepis segala rasa bosan yang akan gadis itu terima dihari skorsing pertamanya. Cia dengan senang hati menerima tawarannya, dengan catatan laki-laki itu harus datang kala bel pulang sudah berbunyi, alias jangan dengan sengaja ikut tidak masuk sekolah. Echan menyanggupi tanpa pikir panjang. Ia bahkan berjanji akan datang selama seminggu penuh kalau Cia mau.
Nah, kalau jawaban mengapa yang ada dikepalanya hanya ada Echan sampai-sampai hal lain yang ia lakukan terasa tidak seru, ia sendiri tidak tahu apa jawabannya.
Saat ini Cia tengah duduk pada salah satu kursi di ruang makan, menyendok juga menguyah oreo cake hasil karya tangannya yang gabut baru-baru saja. Untunglah rasanya masih bisa diterima oleh lidahnya.
*Gabut = orang yang tidak melakukan aktivitas apapun dan bingung ingin melakukan apa
Samar-samar, ia mendengar suara ketukan pintu kayu dari arah depan rumahnya. Dengan seulas senyum tipis--antusias sebab berpikir itu pasti Echan--Cia langung bangkit dari duduknya. Namun ia tak langsung mengambil langkah sebab Ibu yang baru saja keluar dari kamar mandi berujar padanya.
"Ih si Cia, denger ada yang ngetok pintu bukannya dibukain," ujar wanita itu sembari berjalan ke arah pintu utama rumah mereka.
Cia melotot. Terus ini Cia bangun emangnya mau ngapain, Bu? Batinnya protes.
Alih-alih menjawabnya dengan lantang, Cia memilih untuk berjalan mengekori Ibu menuju depan rumahnya. Ia harus ikut menyambut tamu juga kan sebagai tanda sikap kesopanan?
Sebenarnya.. ia ingin buru-buru bertemu Echan padahal, sebab ia pikir tamu kali ini ya laki-laki itu. Oups!
"Eh, ada Echan?" Seru wanita itu kala pintu terbuka hingga sosok yang berdiri di ambangnya nampak sangat jelas.
Cia tersenyum simpul, ia benar kan?
"Iya, ini Echan, Tante. Selamat sore," balas laki-laki itu dengan seulas senyumnya yang paripurna. "Cia-nya ada?"
"Ada!"
Gadis pemilik nama menimpali dengan semangat di belakang ibunya membuat Ibu memutar bola matanya, menatap anak gadisnya heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
di kala singgah | haechan
Teen FictionMawar merah yang tak akan pernah bisa mati, dibuang, ataupun hilang.... memangnya ada? Attention! ; Lokal - Alternative Universe ; Rate 15+ ; Non-baku ; Teen Fiction - Mystery Scarletarius, 2021