03

78 18 0
                                    

Penampilan Cia menjadi yang paling kontras di antara teman-temannya pagi ini. Cia menjadi satu-satunya yang mengenakan pakaian berwarna kuning terang dalam barisan siswa yang memakai baju abu. Perempuan itu tampak paling menyala.

Ia hanya mengenakan kaos gambar minion dengan celana olahraga hitam panjang sebab koperasi sekolah belum buka pagi ini, ia jadi tidak bisa membeli seragam dan memakainya tepat waktu. Alhasil, pagi ini ia tampil sangat mencolok.

Di hadapan mereka ada sesosok pria bertubuh tinggi dan atletis tengah memegang papan dengan lembar kertas absen juga pulpen di tangannya. Dari penampilannya, guru itu masih muda, tapi Cia tidak ingat siapa namanya.

"Oke. Saya absen dulu ya?"

Setelahnya, yang Cia dengar hanya lah suara guru olahraganya yang menyebut nama dan sahutan sang pemilik nama bergiliran. Begitu seterusnya.

Di saat yang sama, terdengar sayup-sayup kebisingan dari ujung lapangan. Merasa penasaran dengan apa yang terjadi, Cia diam-diam menoleh ke belakang. Di sana ada dua orang laki-laki yang memegang sebuah sapu lidi besar. Sepertinya mereka tengah dihukum.

Sekarang Cia tahu, sepertinya Erza memang begitu. Terus dihukum berkali-kali namun tidak pernah merasa jera. Entah apa lagi tingkah yang ia perbuat dengan teman laki-lakinya itu kali ini.

Kalau kalian pikir dua orang siswa itu tengah sibuk menyapu lapangan, kalian salah besar. Mereka tengah melakukan cosplay. Keduanya berhadapan, sama-sama menaiki gagang sapu lidi sembari saling menodong setangkai lidi lalu meneriakkan kalimat-kalimat aneh yang tidak bisa Cia pahami maknanya.

Ya. Mereka sedang cosplay jadi penyihir yang tengah bertarung sambil menaiki sapu terbang.

Random sekaligus aneh kan?

Diam-diam Cia tertawa kecil. Ia tidak tahu jika Erza, laki-laki yang tampaknya selalu tidak acuh--terlebih kepadanya--itu bisa jadi orang yang sekonyol ini.

"Ciaaa!" Bisik Lia yang berdiri di sebelah sang pemilik nama sembari menyenggol-nyenggol lengan Cia dengan sikunya.

Cia tersentak. Ia menoleh dengan kaku. "Apa?" Balasnya ikut berbisik.

"Itu.."

Sebab isyarat dari mata yang Lia perlihatkan, Cia menoleh pada guru olahraga di depan. Cia refleks menelan ludah saat pria itu menatapnya dengan tatapan sedikit.. mengintimidasi?

"Saya panggil dari tadi gak nyahut-nyahut, malah ngeliatin Narren lagi," desisnya.

Cia merunduk. "M-maaf Pak, s-saya tadi---"

"Bukan Narren Pak, si Cia mah ngeliatin Erza!"

Celetukan yang terdengar dari seorang siswa sekelasnya membuat Cia melotot.

Tatapan tajam yang mengintimidasi yang Cia dapat dari guru olahraganya itu dalam sedetik berubah menjadi tatapan penuh arti.

"Ohh, gitu.."

"E-enggak Pak!" Sahut Cia sembari menggeleng cepat. Namun elakkan Cia nyatanya tidak dapat merubah apapun.

"Chan!" Tiba-tiba saja, pria itu memanggil sebuah nama dengan lantang.

"Oit, kenapa bro?" Sahut Erza dari seberang, santai.

E-eh, kok Chan? Tapi kenapa Erza yang menyahut? Cia tidak salah dengar kan?

"Dicariin Particia nih," ujar pria itu iseng.

Kedua pupil mata Cia sontak melebar. "E-eh?! Enggak!!"

Cia buru-buru menyambar sembari menggeleng cepat juga menyilangkan kedua tangannya hingga membentuk huruf 'X' di depan dada pada Erza.

Namun, justru Erza memberi respon dengan tertawa renyah sejenak sebelum akhirnya melayangnya sebuah tatapan penuh arti juga pada Cia, kemudian..

di kala singgah | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang