11

54 11 0
                                    

Semenjak jam pelajaran pertama selesai, Eric meminta Lia untuk bertukar tempat duduk dengannya dengan alasan mata laki-laki itu agak rabun, tulisan di papan tulis tidak terlihat jelas dari kursinya saat ini. Bak terhipnotis pesona orang tampan, Lia langsung menurut tanpa pikir panjang.

Keputusan Lia itu justru berefek pada Cia. Gadis itu membuat Cia merasa tidak tenang dengan duduk bersebelahan dengan Eric sepanjang jam pelajaran berikutnya berlangsung. Hingga akhirnya bel istirahat berbunyi.

Cia pikir hal itu akan menolongnya, namun nyatanya nihil. Tak ada satupun hal yang bisa membuatnya pergi jauh dari Eric.

"Ayo ke kantin, Ci."

Belum sempat menyahuti kalimat Lia, Eric lebih dulu berujar, membuat Cia tidak bisa mengeluarkan kata apapun.

"Lo gak bisa sendiri? Zara harus ngajarin gue materi kimia yang tadi."

Kalimat itu terdengar datar juga dingin. Merasa tidak nyaman dengan cara Eric berbicara kepadanya, Lia memilih untuk menurut guna memutus interaksi mereka dengan segera.

"O-oh, ya udah deh," gumamnya pasrah. "Lo mau nitip sesuatu gak Ci?" Timpalnya.

"Tolong bilangin Ech—"

"Gak ada," sela Eric cepat. "Udah, sana!" Timpalnya lagi, mengusir Lia tanpa ragu.

"O-oke."

Eric berbeda dengan apa yang Lia ekspektasikan. Laki-laki tampan itu tidak memiliki sifat yang bersahabat, justru malah membuat Lia bergidik ngeri karena nada bicaranya yang dingin.

Lia langsung beranjak dari tempatnya, menyisakan Cia dan Eric berdua di dalam ruang kelas.

"Eric, aku harus ke kant—"

"Aku serius minta kamu buat ngajarin aku materi yang tadi."

Disaat Cia berani buka suara, laki-laki itu justru memotong kalimatnya, membuat seluruh keberanian Cia lenyap. Tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan. Pantangan bagi Cia untuk menolak kalimat Eric jika ia menyayangi dirinya sendiri. Lagi pula, ruang kelasnya terdapat dua buah CCTV. Jadi meski tidak ada orang lain kecuali mereka berdua—seharusnya— Eric tidak akan berani untuk bertindak macam-macam.

"Yang ini, apa gak ada konsep lain? Aku gak terlalu paham soalnya." Eric berujar sembari menunjuk satu titik di buku paket milik Cia yang masih terbuka.

Gadis itu menarik napas dalam sebelum akhirnya menghembuskannya perlahan. Tidak ada hal lain yang Cia lakukan saat ini kecuali menjabarkan permasalahan materi sesuai perintah Eric—meski kalimatnya terus berbelit sebab dirinya tidak bisa tenang dari rasa takut.

Tidak ada hal aneh yang terjadi selama beberapa saat. Itu membuat Cia mengucap syukur dalam hati sebab rasa takutnya tidak berujung pada apapun. Tapi itu tak membuatnya merasa lega sama sekali.

Tok! Tok!

"Cia, kantin yok!"

Semua berjalan dengan baik sampai akhirnya seluruh fokus Cia buyar seketika. Refleks, ia menoleh ke arah jendela. Ada Echan di sana. Berdiri dengan seulas senyum simpul, menunggu Cia. Namun, kala hendak bangkit dan menghampiri laki-laki itu, Eric justru menahannya.

"Abis itu diapain lagi?"

Eric menggenggam punggung tangan Cia yang tergeletak di atas meja dengan arah pandang masih terpaku pada buku.

Cia kembali menoleh pada Eric, menatapnya tanpa menjawab kalimat tanya laki-laki itu. Namun, sepertinya Eric tidak suka sebab Cia mengabaikannya. Lambat laun genggaman tangannya semakin mengerat.

di kala singgah | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang