Ruang tamu rumah Cia kini menjadi tempat paling menegangkan bagi Echan. Dihadapkan--hanya--berdua dengan ibu dari gadis itu, Echan hanya bisa merasa canggung.
Echan sejatinya memang seperti ini. Slengekan kalau diantara teman-temannya tapi takut-takut dan bermental tempe kalau dihadapkan dengan orang yang lebih tua--dengan guru-guru di sekolah terkecuali, kalau mereka sih Echan anggap seperti teman sebaya makanya terkadang kelakuannya agak kurang ajar.
*Slengekan = tengil/semau-maunya
"Jadi, anak saya tadi kamu bawa ke mana?"
"Cuma saya ajak jajan doang Tante, beli kue cubit." Echan berujar takut-takut.
"Benar gak diajak ke yang lain-lain?" Ujar Ibu Cia, skeptis.
"Beneran Tante, cuma beli kue cubit depan SD 05, abis itu beli cilor di SMP depan. Setelahnya langsung dianter pulang. Serius deh, sumpah!"
Wanita paruh baya itu menghembuskan napas panjang sebelum akhirnya mengangguk kukuh, merespon seolah ia percaya pada kalimat yang keluar dari bibir anak laki-laki sebaya putrinya itu.
"Lain kali, kalo mau ngajak Cia ke mana-mana, izin dulu sama saya supaya saya gak bingung nyariin. Hampir aja saya telefon polisi waktu tau Cia gak ada di sekolah pas saya jemput."
Agak lebay ditelinga Echan sih sebenarnya, tapi...
"Maaf, Tante."
Hanya itu yang bisa Echan katakan.
Wanita itu hanya berdehem singkat. Seperti bisa membaca isi pikiran Echan, Ibu Cia kembali buka suara.
"Saya tahu, kamu pasti mikir saya berlebihan banget ke anak sendiri padahal Cia udah besar, udah SMA. Tapi saya bersikap berlebihan kayak gini karena saya gak mau Cia dapat pengalaman gak enak lagi kayak yang udah-udah. Saya gak mau Cia--"
"Ibu!"
Suara seruan Cia--gadis itu berdiri diperbatasan antara ruang tamu dan ruang tengah--menghentikan kalimat ibunya. Kedua orang yang tengah duduk berhadapan sembari berbincang itu refleks menoleh padanya.
"Ngapain malah di situ? Ibu nyuruh kamu mandi Cia, udah sore. Anak gadis disuruh mandi sore aja susah banget."
"Gak usah ceritain yang itu ke orang-orang, Cia gak mau!" Balas gadis SMA itu, acuh pada kalimat Ibunya.
"Mandi Cia!" Titah Ibu, tidak mau mengiyakan kalimat Cia.
"Tapi gak usah cerita soal yang dulu-dulu ke Erza!" Kukuh Cia.
"Iya, enggak. Udah sana mandi."
"Ih, serius Ibu! Cia--"
"Mandi sekarang atau Ibu gak ngebolehin kamu keluar rumah sama sekali?" Sela Ibu, mengancam.
Cia mendengus, ia tidak bisa mengelak titahan Ibu jika ancamannya seperti ini.
"Kalo Ibu ngomong yang aneh-aneh, lo langsung pulang aja Za, gak usah didenger!"
Itu kalimat terakhir yang Cia ucap sebelum akhirnya berbalik, melengos pergi sesuai titahan Ibu untuk mandi sore. Ia tidak mau dikurung dirumah.
Sepertinya hanya Echan yang tidak mengerti kenapa dan apa yang sebenarnya terjadi dengan Cia dalam masa lalunya.
"Karena Cia gak ngizinin saya buat cerita alasan dibalik kenapa saya gak ngebolehin dia pergi sembarangan, jadi saya cuma marahin kamu sampai di sini. Kamu boleh pulang, udah sore, nanti kamu dicariin sama orang rumah," ujar Ibu Cia, nada bicaranya sedikit lebih tenang ketimbang sebelumnya--tidak lagi mengintimidasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
di kala singgah | haechan
Teen FictionMawar merah yang tak akan pernah bisa mati, dibuang, ataupun hilang.... memangnya ada? Attention! ; Lokal - Alternative Universe ; Rate 15+ ; Non-baku ; Teen Fiction - Mystery Scarletarius, 2021