18

44 7 0
                                    

Cia dan Echan baru kembali dari kantin padahal bel masuk sudah berbunyi lebih dari dua puluh menit yang lalu. Ini semua karena Echan. Laki-laki itu makan lama sekali sampai-sampai membuat yang lainnya pergi kembali ke kelas lebih dulu, meninggalkannya. Cia juga ingin sebetulnya, hanya saja laki-laki itu menahannya. Pada akhirnya, mau tak mau Cia menunggu dan menemani Echan sampai selesai makan.

Keduanya hanya berjalan santai beriringan menyusuri koridor sekolah. Pada awalnya Cia panik dan terburu-buru, namun kalimat Echan membuatnya jadi lebih santai.

"Kalo ditanya guru, bilang aja tadi abis dari toilet."

Begitu katanya.

Entah karena rasukan setan mana Cia tidak protes—sebenarnya ia juga sedang malas masuk kelas, jam pelajaran kimia dengan guru super killer itu tidak menyenangkan.

"Chan.."

Tanpa menghentikan langkah kakinya, sang pemilik menoleh, melihat lawan bicara yang berjalan beriringan di sebelahnya lengkap dengan seulas senyum tipis yang bertengger diwajahnya.

"Kenapa?" Tanyanya lembut.

Cia menghela napas berat sebelum berujar. Entah kenapa ia merasa kecewa hari ini. Pada dirinya sendiri terlebih. Pasalnya...

"Kayaknya Rendi gak suka banget deh sama gue."

"Ya emang, dia kan sukanya cuma sama Lia."

Seperti biasa. Echan being Echan. Ya, begini lah kelakuannya.

"Ih, bukan gitu maksudnya," tukas Cia cepat. "Tadi dia sinis banget, terus juga—"

"Emang gitu." Echan menyela. "Rendi emang gitu orangnya. Cara ngomongnya emang rada nyebelin. Kedengerannya aja ketus padahal mah... emang iya!" Sahutnya sebelum akhirnya tertawa renyah.

Echan being Echan part 2.

Cia mendengus. Echan memang selalu tidak bisa diajak bicara serius. Padahal Cia tengah dilanda cemas, rasanya tidak nyaman kala teman dekat kekasihnya tidak menyukainya. Tapi Echan nampaknya biasa saja. Seolah merasa hal itu bukan lah masalah besar.

Melihat Cia yang seketika berwajah murung, Echan kembali melayangkan kalimat.

"Enggak-enggak, gue bercanda." Echan berucap cepat. "Rendi sebenernya gak bermaksud buat jutek ke orang, cuma ya... gimana? Orang dari lahir kecetaknya begitu. Sama Lia aja cara ngomong dia kayak gitu. Jadi jangan heran atau mikir yang aneh-aneh."

"Serius?" Tanya Cia skeptis. Echan berdehem, mengiyakan.

Mereka naik ke lantai tiga dengan tangga di sudut gedung yang lain. Ulah Echan. Sengaja, agar bisa berkeliling dan menghabiskan waktu bersama Cia lebih lama. Karena itu, kalau biasanya kelas Echan yang akan disambangi lebih dulu, kali ini justru kelas Cia. Dan, mereka sudah sampai di depan kelas Cia setelah berjalan dari kantin cukup lama.

"Udah sampe. Gue masuk ke kelas ya?"

Echan mengangguk kukuh, "iya, semangat belajarnya."

"Lo juga, sem—"

"Semangat mikirin lo."

"Ish, aneh-aneh aj--CHAANNN!"

Belum selesai dengan kalimatnya, Echan lebih dulu berlari setelah berhasil mengacak-acak rambut Cia, membuat gadis itu menjerit pada akhirnya.

"Dah~!"

Echan berseru dari tempatnya berdiri, melambaikan sebelah tangannya tinggi-tinggi sebelum akhirnya menghilang di balik pintu kelasnya.

Cia mendengus geli. Sebetapa menyebalkannya Echan pun, tetap saja terasa sulit untuk kesal apalagi marah pada laki-laki itu.

Dengan jemarinya, Cia mulai menyisir rambutnya yang kusut dan berantakan sembari berjalan menuju pintu kelas. Ia sempat mengintip melalui jendela sebelumnya. Suasana kelasnya riuh, tanpa ada guru yang mengajar dan mengawasi mereka di dalamnya. Saking gaduh akan aktivitasnya masing-masing, teman-teman sekelasnya tidak ada yang menyadari jika Cia baru saja menarik gagang pintu dan berjalan masuk.

di kala singgah | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang