04

79 14 0
                                    

Jumat pagi. Lapangan sekolah dipenuhi oleh siswa-siswi SMA Taruna dari tiap-tiap kelas yang serempak menggunakan seragam olahraga. Hari ini ada jadwal senam bersama dan kerja bakti, agenda rutin yang selalu dilakukan sekali dalam sebulan.

Bel baru berbunyi sekitar beberapa menit yang lalu, tapi lapangan sudah dipenuhi oleh lautan manusia.

Cia yang baru saja selesai menuruni tangga berjalan sembari menoleh ke kanan kiri, mencari di mana letak anak-anak kelasnya berbaris. Setelah menemukannya, Cia langsung berbaris diurutan agak belakang. Meski begitu, ia belum berhenti menyapu arah pandangannya ke segala penjuru. Mencari Lia.

Tadi kedua gadis itu keluar kelas dan turun bersama, tapi karena tangga yang penuh dan sumpek, ia dan Lia terpisah dan sekarang Cia tidak tahu di mana gadis itu berada, sudah sampai di lapangan atau belum.

Cia masih merasa kaku dan canggung dengan suasana tidak familiar ini. Ia butuh Lia.

Cia sedikit menepi dari barisannya. Ia menyipitkan kedua bola mata lalu menatap lurus ke depan. Di baris depan, Lia juga tidak ada. Lalu, di mana Lia?

"Nyari gue nih pasti."

Mendengar kalimat itu, refleks Cia menoleh. Melihat sosok sumber suaranya, ia mendengus lalu menjawab singkat.

"Bukan. Nyari Lia."

Respon dingin Cia membuat laki-laki itu mendengus juga. "Nempel banget sama Lia lo kayaknya," cibirnya.

"Gue baru deket sama dia doang soalnya," jawab Cia seadanya.

"Ya udah sini deket sama gue, mau gak?"

"Apa sih, Erza.."

Laki-laki itu hanya terkekeh renyah setelahnya. Sedangkan Cia, gadis itu masih celingak-celinguk ke segala penjuru.

"Kemaren pagi, pas jam olahraga, lo ngeliatin gue mulu dari jauh. Sekarang, lo gak mau puas-puas ngeliatin? Mumpung deket nih," goda Erza.

Cia berhenti dengan aktivitasnya. Ia langsung menoleh dengan pupil matanya sedikit melebar, menatap Erza tidak percaya.

"Enggak gitu!" Elak gadis itu. "Gue cuma mau tau lo sama Narren ngapain, abis berisik banget. Gak taunya lagi naik sapu terbang," dengusnya, menyindir.

"Masa?" Tanya Erza skeptis. "Tapi kata Pak--"

"Enggak Erza, ih dibilang!"

"Ya udah, anggep aja iya."

"Emang iya!"

Lagi, Erza tertawa. Kali ini suara tawanya terdengar lebih nyaring dan juga renyah. Cia hanya menatap laki-laki itu dengan tatapan aneh sejenak sebelum akhirnya geleng-geleng kepala lalu menatap lurus ke depan.

"Tes! Tes!" Gema suara dari mengeras suara menyebar ke segala penjuru. "Ayo anak-anak, rentangkan kedua tangannya!"

Kalimat itu menjadi instruksi yang langsung dilakukan oleh orang-orang yang mendengarnya.

Cia merentangkan kedua tangannya sesuai instruksi. Erza juga demikian, ia melakukan hal yang sama di sebelah Cia. Namun, gadis itu refleks menoleh saat jemarinya tidak sengaja menyentuh milik Erza.

"Kok lo di sini? Balik ke barisan kelas lo sana," titah Cia.

Erza mendelik tak acuh. "Gak ah, enakkan di sini," jawabnya tanpa melihat lawan bicaranya, pandangannya fokus ke depan.

"Nanti diomelin. Udah, sana ah!"

"Suka-suka kek, orang gak ada aturanny--"

"Erza!" Seru seseorang dari pengeras suara.

di kala singgah | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang