NP :: [21]

15K 2K 321
                                    

Lucas berjalan santai memasuki kediamannya dengan menenteng satu plastik penuh makanan, ia sesekali bersenandung menghilangkan rasa sepi di sekelilingnya.

Memasuki kamarnya, lalu menggulung karpet berbulu yang ada dilantai. Ia merogoh kantung celananya dan mengeluarkan sebuah kunci.

Kunci dengan gantungan rubah ditangannya selalu ia bawa kemanapun dirinya pergi, bahkan mandi pun tetap ia membawa kunci tersebut.

Pintu yang tertutup dengan karpetnya pun terbuka, ada tangga menuju ke bawah, sangat gelap.

Pemuda bertubuh besar itu menyimpan kembali kuncinya dan mengambil ponsel, ia menyalakan senter dan masuk menuruni anak tangga tersebut.

Ia tersenyum sendiri membayangkan seseorang yang ada di dalam sana pasti akan merasa sangat senang melihatnya pulang membawa banyak makanan. Walaupun ia tidak yakin karena dirinya sudah meninggalkan pemuda itu seharian tanpa menjenguknya.

Setelah berjalan beberapa meter, sampailah ia di depan pintu tujuannya.

Tangannya bergerak mengetuk pintu tersebut, ia terus mengetuk pintu tersebut sampai sang penghuni membukanya dengan wajah kesal.

"Kalau aku udah nyaut, itu tandanya aku lagi jalan! Kenapa pintunya diketuk terus sih? Nyebelin banget." Omel pemuda bersurai hitam pekat itu sembari berjalan masuk dengan kaki yang dihentakkan.

Lucu, pikir Lucas.

Langkah Lucas terhenti saat tiba - tiba pemuda dihadapannya berbalik, menatapnya sinis, tangan pemuda itu bergerak merampas kantung plastik di tangan Lucas dengan kasar.

"Kenapa pulangnya lama? Aku kan lapar." Tanya pemuda tersebut.

Lucas terkekeh, mengusak pelan surai halus yang lebih pendek. "Banyak kerjaan, lagian makanan yang gue kasih emangnya abis?"

Yang ditanya mengangguk, ia menunjuk ke arah dapur dengan wajah merengutnya. "Kulkas juga kosong, besok kita belanja ya?"

Lucas menghembuskan nafasnya berat, lalu mengeleng dengan perasaan bersalah saat melihat wajah kecewa pemuda dihadapannya.

"Gue yang beli, lo disini aja."

"Masih belum boleh keluar?"

Lucas mengangguk, tangannya bergerak menarik pemuda yang lebih pendek untuk duduk di sofa bersamanya. "Waktu itu lo udah gue kasih keluar, malah disia - siain."

Pemuda tersebut mencebik, "Kan demi kebaikan."

"Tapi sayangnya dia gak nurut apa kata lo."

"Loh?!"

Lucas mengangguk, mengambil camilan yang sudah dibuka pemuda disampingnya, "Dia itu batu. Lo musti pukul kepalanya dulu baru nurut."

Yang lebih muda meringis mendengar ucapan Lucas.

Setelahnya hanya hening, Lucas hanya sibuk dengan jajanan ditangannya mengabaikan pemuda mungil disampingnya yang sibuk melamun.

Sedikit menyesal sudah benci kepada kembarannya itu.

"Lucas." Panggilnya. Hanya dehaman yang ia terima.

"Hubungan mereka gimana? Somi macem - macem lagi?"

Lucas mengangguk, ia menyuapkan jelly ke mulutnya sebelum menatap pemuda disampingnya.

"Itu cewek berulah lagi, tapi tenang aja, bentar lagi tu orang gue bawa ke zimbabwe. Biar kapok. Capek bener liatnya."

Yang lebih muda terkekeh kecil sembari mengacungkan jempolnya. Namun ia berhenti terkekeh saat tiba - tiba wajah kesal Lucas berganti menjadi murung.

Nikah Paksa | Hyuckren ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang