Untungnya Lira tidak menjawab 'terserah' atau 'ngikut kamu aja' saat ditanya hendak makan apa, jadinya Felix tidak perlu menembak-nebak. Namun, laki-laki itu tetap kebingungan dimana tempat penjual menjajakan jajanan seribuan itu berada dimalam hari.
Setelah 20 menit berkendara tidak tentu arah akhirnya Felix memberhentikan motornya di seberang taman yang dipenuh dengan jejeran pedagang kaki lima.
Lira ikut turun dari motor, mengekori Felix yang sama bingungnya menuju salah satu meja lesehan kosong yang agak di ujung.
Tak berapa lama, seorang wanita berambut pendek ala Kris Jenner menghampiri mereka sambil membawa dua lembar daftar menu yang dilaminating.
Karena tadi sore sudah makan, Lira hanya ingin makan cireng, pentol bakar dan tahu balado. Mendengar itu Felix jadi tidak yakin bahwa Lira benar-benar sudah kenyang, tapi tak apa toh harganya murah meriah.
Dengan senyum sumringannya Lira menatap binar piring demi piring yang pelayan pindahkan dari nampan ke atas meja lipat di hadapannya.
Setelah pelayan pergi, tanpa basa-basi Lira mengambil setusuk pentol bakar dan segera mengigitnya. Namun, itu terhenti saat ia teringat sesuatu. Perempuan itu menjauhkan pentol bakar yang sudah hendak digigitnya, kemudian memberikannya pada Felix yang memilih untuk menyeruput kopi hangatnya lebih dulu. "Rasain dulu. Enak gak?" Ucap Lira menyodorkan pentol bakar tadi pada Felix.
"Enak." Jujur Felix dikunyahan pertamanya. Namun laki-laki itu akhirnya batuk-batuk dan protes, "Pedas. Banget. Lira." Pasti begitu, rasa pedasnya baru terasa setelah ia meneguk makanannya.
Lira tertawa dalam hati, setelah itu gilirannya melahap utuh-utuh dua biji pentol sekaligus. "Enwak bangwet."
Felix menggelengkan kepala gemas, kenapa Lira lucu banget di matanya.
"Ini cirengnya." Lira tetap menyodorkan cireng padahal mulut Felix penuh dengan tahu balado, gimana dong, dia sudah tidak sabar menyantap makan kenyal itu.
Untungnya Felix tetap menerima dengan menggigit setengahnya. "Enak 'kan? Dari tampilannya udah kelihatan enak." Ucap Lira melahap sisanya.
Felix mengangguk cepat.
"Kamu tau 'kan selama nikah aku gak pernah makan ini. Kangen banget." Kata Lira antusias.
Lagi-lagi Felix terkekeh. Lira bisa menjadi orang yang sekspresif ini jika suasana hatinya bagus dan Felix akan mengetahui apa yang akan istrinya itu katakan walau hanya melihat wajah dan tingkahnya saja.
Ngomong-ngomong pasangan ini terlihat biasa saja layaknya tidak pernah terjadi apa-apa padahal siangnya bertengkar plus tertangkap basah oleh orangtua. Tapi memang begitu 'kan seharusnya suami-istri yang saling menyayangi, kalau habis bertengkar ya maaf-maafan, habis saling memaafkan jangan malu-malu kucing untuk mencairkan suasana, kalau tidak begitu yang ada malah perang dingin. Benar 'kan?
Lira berhenti sejenak dari makannya. Ah ya, dia terlalu sibuk dengan cireng dan kawan-kawannya sampai lupa mengobservasi tempat yang baru dikunjunginya ini. Dia menoleh, ikut melihat arah pandangan Felix ke jalan raya. "Wisam kayanya tidurnya nyenyak banget malam ini Ra." Kata Felix mengetahui sampai sekarang Ayah atau pun Bunda tak kunjung menelpon.
Lira menyalakan layar ponselnya untuk melihat notifikasi yang masuk, takut tidak mendengar suara yang tercipta setiap ada yang menelpon dan SMS. "Iya ya, siang tidurnya gak lama emang." Balas Lira sambil melihat sekeliling.
Untuk sebuah tempat makan, pencahayaan disini kurang terang, namun sepertinya para pelanggan tidak mempermasalahkan itu termasuk dia, bahkan meskipun tidak ada meja kosong, masih ada saja yang rela duduk di trotoar atau di atas motor untuk tetap bisa makan disini.
Semua orang sibuk dengan dunianya, ada yang sambil main kartu, ada yang sambil berpelukan, ada yang sambil memandang bintang di langit, ada yang sambil foto-foto, ada juga yang hanya diam menikmati makanannya. "Kalau Wisam udah gede kita bawa kesini ya Lix."
Felix tidak menjawab, laki-laki itu sibuk mengaduk saus kacang menggunakan cireng.
Sadar bahwa Felix sedang memikirkan sesuatu, Lira menepuk lengan suaminya itu. "Mau pulang sekarang?"
Felix tidak langsung menjawab, "Kamu capek?" Tanyanya balik sambil mengenggam tangan Lira, "Malam ini jam 2-an bisa gak?" Lanjutnya menatap teduh perempuan cantik di depannya ini.
Lira tau apa maksudnya, sebelum ini Felix juga begitu dan menjelaskan artinya, sontak pipi Lira memerah, dia tergagap dan bingung harus jawab bagaimana. "Tolong pesenin aku popmie dong." Ucapnya asal yang diakhiri dengan penyesalan, soalnya dia sudah kenyang.
"Serius? Kekenyangan nanti."
"Ya udah deh gak jadi. Pulang aja yuk." Kata Lira memasukkan hpnya ke dalam tas.
"Jawab dulu Lira? Atau kamu gak dengar?"
"Iya iya mau." Jawab Lira cepat sambil meremas pahanya. Aaaaa malu banget. Teriaknya dalam hati. Angin sepoi-sepoi menambah rasa gugupnya, tangannya benar-benar dingin.
Felix tersenyum cangung, "Aku bayar dulu."
***
Sesampainya di rumah, mereka bebersih, masing-masing mengganti pakaian yang lebih nyaman: baju daster kebesaran untuk Lira dan celana kain selutut serta kaus abu-abu untuk Felix. Setelah itu Lira ke kamar tempat Bunda menginap, menciumi Wisam yang sekitar 2 jam di tinggalnya. Sementara Felix memilih ikut duduk bersama Ayah di teras.
"Jadi kasur bekas itu kalian mau taruh dimana?" Tanya Ayah.
Oh ya, Bunda tidak bercanda saat dia bilang ingin beli kasur baru untuk mengganti kasur yang ada di rumah Lira.
Buktinya, sekitar jam 2 siang tadi, mobil bak pengangkut 2 buah kasur ukuran besar berhenti di depan rumah Lira yang serta-merta membuat heboh para tetangga.
"Mau dijual aja sama pemulung, kan masih ada per besinya."
"Kamu rajin-rajin periksa pipa air, jangan sampai bocor, nanti banyak kalian bayarnya. Rumput-rumput di samping rumah juga jangan sampai panjang."
Felix mengangguk paham. "Masuk yuk Yah, banyak nyamuk."
Sesampainya di dalam, Felix mendatangi Lira dan Wisam, "Gak ada nangis Bun?"
"Gak ada, pas gelisah Bunda kasih dotnya, terus tidur lagi dia."
"Bunda sama Ayah tidur aja udah, Wisamnya Felix bawa ya."
"Iya, nanti tengah malam nangis cari mamanya." Setuju Bunda.
Felix pun membawa Wisam ke kamar mereka, Lira juga mengekori di belakang.
Lira sudah memejamkan mata, namun Felix masih bersuara, "Jangan lupa Ra."
"Aku tidur dulu ya, nanti bangunin aja." Ujar perempuan itu mengubah posisnya menjadi membelakangi Felix.
Sial, pasti wajahnya memerah. "Atau pasang alarm aja." Lira yang teringat dengan fungsi alarm pun segera meraih hpnya dan mengatur untuk membangunkannya jam 01.55.
"Jangan dong Ra, nanti bangun semua."
"Oh iya, ya udah deh." Ujar Lira mengembalikan hpnya.
"Nanti aku bangunin." Ucap Felix pelan di telinga Lira kemudian mengecup pelipis perempuan itu.
***
BERSAMBUNG
Perkara jam 2 malam jangan dipikirin ya, nanti gegar otak kalian
Pray for me, aku insecure! Gak enak rasanya
15 Juni
KAMU SEDANG MEMBACA
Baladah Pasutri Muda (SEQUEL TUP)
Teen FictionSequel dari Teen Unplanned Pregnancy (TUP) Lira dengan segala kecemasan, pikiran buruk dan kepolosannya mengiyakan ajakan-ajakan nyeleneh Felix serta Felix dengan segala keteledorannya, ide-ide uniknya dan kejahilannya melebur menjadi satu. *** Pola...