Sudah sampai terluka seperti itu, mungkin seharusnya mereka jujur saja pada Ayah-Bunda. Pikir Lira melihat keadaan suaminya, lagi pula Wisam pasti menceritkan hal itu pada Neneknya.
Toh mereka sudah berusaha beberapa bulan belakangan, cukup membuktikan bahwa Felix sangat bertanggung jawab akan keluarga sekaligus kuliahnya.
Setelah maghrib, seperti biasanya, Wisam meminta untuk menelpon Neneknya.
Felix akhirnya jujur, terbuka soal penyebabnya bekerja termasuk kakinya yang terkena tebasan parang.
"Ya Allah Felix.." Bunda menepuk jidadnya.
"Lira juga kenapa ndak cerita ke Bunda sih, orang sudah Bunda ingatkan kan? Masalah begitu, sebentar aja kalau sama Bunda. Uang Bunda itu bwaanyak, ya untuk kalian! Bagaimana sih." Omel Bunda.
Sementara Ayah disebelah Bunda tengah asik mengobrol dengan Wisam yang bercerita tentang luka Papanya versi dia lewat telpon yang lain.
Felix dan Lira hanya bisa saling memandang sebab bingung ingin berkata apa.
"Lik, lik.., padahal dulu Felix itu sebelum nikah sering buang-buang uang untung yang ndak penting, loh sekarang malah tebalik. Malah yang penting begini sungkan bilang ke Bunda. Kamu itu aneh-aneh aja." Lanjutnya beliau.
"Kan Felix pikirnya selama bisa diatasi ya Felix hadapin dulu sendiri. Biar keren lah Bund hehe."
"Kamu itu! Iya memang keren, kamu mandiri, kamu bisa mengayomi anak istrimu, pintar cari duit. Tapi belum waktu nya anak ku sing ganteng. Kan Felix janjinya fokus kuliah dulu tho."
"Orang anak-istrinya masih lucu-lucunya kok malah sibuk di luar. Rugi." Celetuk Ayah tiba-tiba muncul di layar, kemudian dilanjutkan dengan kikikan Bunda.
"Ck Ayah." Decak Felix memutar bola matanya. Kalau dipikir sih ada benarnya juga. Tapi kalau menuruti 'lagi lucu-lucunya' bisa-bisa ia selamanya tidak bekerja haha. Soalnya dua orang itu bikin Felix nagih, tidak mau jauh-jauh.
"Jadi ndak usah kerja lagi nak ya. Nurut ya sama Bunda."
Felix mengiyakan.
"Betulan ya, Bunda marah kalau kamu diam-diam kerja lagi."
"Iya Bunda."
"Bunda ada transfer, nanti di cek." Lanjut beliau.
"Ihiyy, thank you Yah-Bun." Ucap Felix girang.
"Dassar kamu itu! Lukanya betulan gak parah kan, hati-hati loh ya jangan sampai infeksi." Ucap Bunda.
"Iya Bun, gak Papa, ada obatnya biar cepet kering." Ucap Lira.
Setelah puas mengobrol, "Dadah Embah, dadah Nenek. Cepat pulang ya, Wisam lindu." Tutur Wiasam itu menjadi penutup obrolan mereka.
***
Di pagi yang cerah ini, Wisam sangat senang sebab Papanya tidak lagi harus bangun pagi dan meninggalkannya bekerja.
Kini anak itu sedang tengkurap di samping Felix sambil bersenandung. Matanya pun tidak lepas dari Wajah Papanya yang masih terlelap itu.
"Papa." Panggil nya lembut saat Papanya bergerak. "Sayang bangun." Lanjutnya masih berlagak manis.
"Heh." Felix bersuara dengan suara seraknya. "Wisam nurutin siapa?" Tanyanya membawa badan anak itu ke atas badannya.
"Mama kan begitu." Jawabnya yang kemudian terkikik sebab Si Papa menggelitiki nya.
"Sam, cuci mukanya, bantuin mama bikin teh." Pinta Lira dari pintu kamar. Perempuan itu mengenakan baju daster yang panjangnya agak gantung, mengingat asal rambutnya dan menggunakan bando scrunchie berwarna biru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baladah Pasutri Muda (SEQUEL TUP)
Teen FictionSequel dari Teen Unplanned Pregnancy (TUP) Lira dengan segala kecemasan, pikiran buruk dan kepolosannya mengiyakan ajakan-ajakan nyeleneh Felix serta Felix dengan segala keteledorannya, ide-ide uniknya dan kejahilannya melebur menjadi satu. *** Pola...