29. A loncat ke Z

4.4K 565 53
                                    

Libur semester di akhir tahun ini menjadi kesempatan Felix untuk bekerja secara full time walaupun hanya sebulan lamanya. Seperti hari ini, Jam setengah 8 pagi ia sudah harus berangkat bekerja ke toko bangunan.

Kenalan nya di proyek perbaikan jalan juga sering mengabari Felix jika ada pekerjaan lagi. Terhitung sudah ada 3 proyek yang Felix kerjakan, membuatnya bersyukur dapat mengenal orang-orang dari pekerjaan tersebut.

"Pa, hujannya lembab ya." Ujar Wisam digendongan Papanya. Saat ini mereka sedang duduk di atas motor menunggu hujan yang turun sejak subuh mereda.

"Bukan lembab ya Sam, tapi lembat." Koreksi Si Papa mematikan motor yang dipanasi nya.

Lira yang mendengar itu terkikik. Semakin besar, Wisam semakin lancar berbicara namun ya seperti tadi, masih ada saja kata-kata yang kurang tepat penggunan nya, persis Papa nya. Lira suka tertawa sendiri kalau mendengar dua orang itu mengobrol tidak jelas tetapi tetap nyambung.

"Bukan lembat ya, tapi le-bat." Celetuk Lira meniru gaya bicara suaminya yang sesat itu, ia juga secara tiba-tiba meletakkan kepalanya di pundak Felix.

Felix dan Wisam ber-o ria, "Kalau limbat itu apa ya Ma-Pa? Wisam lupa." Tanya anak itu meletakkan jari telunjukknya ke bibirnya.

"Maksud Wisam limbah? Kalau itu sampah." Jelas Felix.

"Hah? sampahnya kok dipanggil Om sama Kakak Faiz. Jadinya Om sampah dong, hihi."

"Loh?" Felix jadi ikut kebingungan.

"Gak jelas sumpah, anaknya ngomongin A, Papanya ngomongin Z." Ucap Lira frustasi. Maunya sih tidak mau memperpanjang perkara 'Limbat dan Limbah' tapi Lira takut anaknya jadi salah paham. "Limbat itu nama orang. Yang gak pernah ngomong itu loh Sam-Pah, kalau limbah itu sampah." Singkat Lira.

Kedua orang itu baru saja hendak ber-o ria tapi dengan cepat Lira potong, "Udah jam setengah lapan, Papa gak pergi?"

Daripada makin banyak pertanyaan bisa-bisa sampai malam tidak selesai-selesai.

***

UD. Soetomo Sim adalah salah satu toko material bangunan terlengkap di daerahnya, pemiliknya sendiri terkenal dengan kedisiplinannya yang merupakan keturunan Tionghoa.

Hujan deras menjadi alasan mengapa toko sepi pelanggan, berbanding terbalik pada bagian gudang yang tidak putus-putus didatangi truk pengangkut bahan bangunan.

Tangan Felix sedikit bergetar saat melepas dahaga dengan air putih, ia kemudian tersedak dan terbatuk beberapa kali, napasnya pun tersengal-sengal begitu juga dengan 4 karyawan lainnya.

Jujur, ada satu karyawan baru yang terus mengganggu hati nuraninya yaitu karyawan yang paling tua berumur 48 tahun, beliau jelas terlihat tidak mampu lagi bekerja kasar seperti ini, tapi di sisi lain Felix juga tidak dapat membantu sebab dirinya sendiri pun kesulitan.

Ngomong-ngomong, mereka berlima baru saja selesai mengangkut 550 sak semen.

Ngomong-ngomong, mereka berlima baru saja selesai mengangkut 550 sak semen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Baladah Pasutri Muda (SEQUEL TUP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang