26. Sulit

5.5K 641 169
                                    

Menjelang akhir tahun, rumah tangga pasutri Felix dan Lira kembali diterjang cobaan yang mungkin sama rumitnya dengan awal pernikahan mereka. Mungkin, tergantung performa keduanya.

Kejadian demi kejadian terjadi setelah satu bulan Ayah-Bunda memutuskan untuk menetap beberapa bulan di pulau Derawan.

Berawal dari penyewa ruko orange yang tidak biasanya menunda untuk membayar uang sewa.

Hal itu membuat bulan November ini pemasukan mereka berkurang setengahnya.

Sampai hari ini sudah berjalan hingga pertengahan bulan 11, Felix lagi-lagi dihadapkan pada kabar buruk bahwa penyewa ruko biru akan pindah bulan depan.

Intinya, pemasukan mereka dibulan 12 terancam berkurang hingga setengahnya atau tidak ada sama sekali.

Kini, pasutri itu sedang duduk di depan TV mencoba mencari jalan tengahnya.

Tidak mudah bagi Felix untuk bisa bekerja sementara sibuk berkuliah.

Tidak mungkin bagi Lira untuk bekerja sementara ada anak yang harus diurus.

Tidak mungkin juga membawa masalah keuangan rumah tangga mereka ke orang tua yang jauh di sana. Toh, sejak awal Felix tidak mau memberitahu Ayah-Bunda tentang hal itu. Pokoknya ia tidak mau, meskipun laki-laki itu tau sendiri betapa mudahnya memperoleh uang yang bayak dari Bunda apalagi dengan menjual nama Wisam.

"Bisa aja sih kayanya Ra kalau aku kerja. Tapi gak bisa full time."

"Aku takut kuliah kakak keganggu. Kuliahnya aja dari jam 10 sampai jam 1. Masa kerjanya malam?"

"Kerja siang mungkin bisa, tapi pasti telat sih itu, terus kamu kan bisa bantuin juga kalau ada tugas." raut serius Felix tiba-tiba berubah saat Wisam muncul dari pintu kamar, "Sini Nak.." panggilnya tersenyum lebar. 

Sambil mengucek mata, Wisam berjalan gontai menghampiri, "Aduh.. makin berat badan Wisam." ucap Felix membawa Wisam kepangkuannya.

"Wicam mau pipis?" tanya Si Mama sambil mengelus kepala Wisam, sementara Si Papa mengecupi puncak kepala dan menepuk gemas pantat anaknya itu.

Wisam yang hendak kembali tertidur  menggeleng, "Papa halum Mama." ujarnya menghirup dalam wangi di dada Papanya yang sedang tidak ditutupi kain kain itu. 

Felix terkekeh, "Emang mama harum apa? Rambut Wisam juga harumnya kaya Mama."

Anak itu membuat-buat kikikannya sambil menutup mulut, "Halum ibu peli." 

Lira ikut terkekeh, "Wisam sayang Mama sama Papa kan."

Anak itu mengangguk lucu. 

"Doain mama-papa dikasih rezeki yang banyak ya." pinta Lira.

Anak itu kembali mengangguk. "Gendong ma.." Pintanya dan Si Mama dengan senang hati menggendongnya. 

"Yuk Pa, kita bobo lagi." Lira beranjak dari kursi, namun Felix memberinya kode dengan tangannya untuk pergi lebih dulu.

Sepeninggalan mereka, Felix menjatuhkan tubuhnya pada sandaran kursi. Sambil memejamkan mata, ia semakin mantap untuk kembali bekerja apapun yang terjadi sampai pemasukan  mereka kembali stabil. Ia tidak mau jika kebutuhan anak dan istrinya tidak lebih dari cukup. Sungguh, Ia tidak tega. 

Setelah menarik napas dalam, laki-laki itu ke kamar untuk mengambil rokoknya dan pergi ke kamar mandi. 

***

Pengalamannya mencari pekerjaan sebelumnya membuat Felix kini merasa dimudahkan.

Sebenarnya ia bisa saja bekerja di cafe dan warung makan milik Ayahnya, tapi pastinya hal itu harus mengorbankan satu karyawan lain untuk digantikannya.

Baladah Pasutri Muda (SEQUEL TUP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang