Malam ini Ayah dan Bunda sedang berkumpul di kamar Felix dengan membawa beberapa map berkas.
"Aduh, cucu nenek lagi main ya?" Ujar Bunda gemas.
"Jadi bagaimana?" Tanya ayah to the point. "Kalau dari ayah, Lira gak perlu kuliah, di rumah aja baik-baik jadi istri."
"I-iya gak papa." Ujar Lira.
"Kalau Felix wajib kuliah, kamu satu-satunya orang yang melanjutkan usaha keluarga kita, setidaknya dengan kuliah derajat akademikmu gak lebih rendah dari karyawanmu sendiri."
Felix mengangguk sambil menguap.
"Coba sekarang sebutkan aset-aset yang Ayah punya. Kendaraan gak perlu di sebutin."
"Yang di daerah sini, ada 1 cafe, 1 resto, 1 warung makan, rumah ini, ruko 5 pintu, rumah yang dikontrakkan 2, tanah, deposito, emas, yang kaya gitu lah pokoknya."
"Kalau yang selain di daerah ini apa aja?"
"Kurang lebih kaya tadi lah pokoknya." Jawab Felix malas.
"Akhirnya semua itu jadi punya mu juga 'kan?" Tanya ayah lagi.
Felix mengangguk.
"Tapi sekarang kamu 'kan masih muda, Makanya Ayah sama Bunda sepakat untuk sementara ini hak penuh kamu cuman ada di 2 ruko yang ada di jalan Majapahit II."
"Yang 25 juta itu?" Tanya Felix.
"Cukup 'kan kalau untuk sehari-hari kalian. Kalian pegang 50 juta loh setahunnya."
"Cukup gak Ra?" Tanya Felix pada Lira.
"Cukup."
"Jadi selama kuliah Felix gak usah kerja dulu biar fokus, nanti uang kuliahnya Papa yang tanggung." Bunda yang sejak tadi bermain dengan Wisam akhirnya bersuara.
Felix mengangguk.
"Gak malu kamu? Udah punya buntut dua tapi masih dibiyayain orang tua?" Tanya ayah sinis.
"Ck."
"Sudah ah yah! 'kan uangnya kita ambil dari aset yang sudah atas nama dia juga." Bela Bunda.
"Oh iya, Ayah juga masih belum berani kasih surat-surat berharga atas nama mu ke kamu. Nanti kamu jual lagi! Jadi nanti kalau kamu sudah lulus kuliah, sudah kerja, baru Ayah kasih."
"Surat tanah yang kalian tempati itu ada 'kan Ra? Atas nama siapa?" Tanya Bunda.
"Ada Bun, atas nama Lira."
"Syukurlah, jadi aman."
"Kalian sudah punya penghasilan tetap setiap bulannya dari ruko, jadi Felix kuliah baik-baik." Ayah mengingatkan.
"Makasih yah-bun." Ujar Lira.
"Makasih yah- bun." Felix mengikuti.
"Ya sudah ayah balik, ayo bun. Wisam nya kami bawa ya."
Ayah dengan hati-hati menggedong Wisam. "Sini main sana embah."
Tinggallah Lira dan Felix di kamar. "Kamu serius gak mau kuliah?"
"Enggak. Aku mau paket C aja kalau ada uang."
Felix menghela napas, "cita-cita kamu apa?"
"Jadi guru."
"Kalau waktu itu kita gak m-"
"Sudah ah! Gak usah diingat lagi." Potong Lira sambil menarik lengan Felix untuk dipelukknya guna menutupi matanya yang mulai berair.
"Gak mungkin 'kan aku bisa kuliah, udah hidup ditanggung sama Felix, terus kuliah dibiyayain mertua. Lagian aku harus jadi mama yang baik untuk Wicam."
***
Satu bulan kemudian
"Kamu kenapa sih gak mau tinggal di sini?" Tanya Felix jengah.
"Kita harus mandiri Lix."
"Emangnya di sini kita gak bisa mandiri, orang Ayah-Bunda aja gak selalu di rumah."
"Pokoknya aku gak mau ninggalin rumah itu."
"Ck. Kamu gak mikir Wisam? Emang kamu berani ngurus dia sendirian? Belum lagi ngurus rumah. Kamu tau 'kan uang kita gak mungkin bayar ART."
"Makanya dari awal aku bilang, kita. kerjakan. sama-sama."
"Ck. Tapi Ra, aku takut kita ngurus Wisamnya gak bener."
"Iya aku juga takut! Tapi 'kan satu bulan lebih kita udah belajar, doakan aja Wisamnya sehat."
"Ya udah lah, lagian baju kita udah di rumah sana sebagian." Ucap Felix memutar bola matanya.
"Jangan malah-malah dong Papa, 'kan Wicam takut jadinya." Goda Lira khas anak kecil sambil menepuk-nepuk dada Felix dengan tangan Wisam.
"Gak." Ucap Felix segera membalik badannya menjadi tiarap.
TBC
❤🧡💛
•
Ayo dukung aku dengan like, komen dan follow
•
Makasih1 Juni 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Baladah Pasutri Muda (SEQUEL TUP)
Novela JuvenilSequel dari Teen Unplanned Pregnancy (TUP) Lira dengan segala kecemasan, pikiran buruk dan kepolosannya mengiyakan ajakan-ajakan nyeleneh Felix serta Felix dengan segala keteledorannya, ide-ide uniknya dan kejahilannya melebur menjadi satu. *** Pola...