I Love Him but... (13)

182 38 2
                                    

Suna Rintarou x Kita Shinsuke
[SunaKita]

.

.

.

Warning: Angst, Sad, Rejection, Harsh Words, Rude Behavior, Hurt/Comfort, Drama, BL.

.

.

.

Typo(s), Lil OOC and Non!AU.

(Non!AU = situasi kurang lebih sesuai dengan kondisi pada kenyataannya [anime]. Hanya saja jalan ceritanya yang akan dirubah)

.

.

.

I make this story' full with my heart so if you'll want please vote and comment this chapter.

-Cinnamon.

Happy Reading.

Ringisan sesekali keluar dari mulutnya saat setelah ia merasakan kapas dengan tetesan akohol itu terusap di permukaan kulitnya.

Kita memandangi punggungnya dari kaca, nampak sebuah bekas panjang merah melintang di punggungnya, ada pula beberapa sayatan lain di sebelahnya.

Ia membuang nafas kembali, punggungnya akan hancur jika terus-menerus di hujam oleh cutter tajam mereka. Ia ingin mengeluh, ingin rasanya segera menghadapi ujian terakhirnya dan kemudian bebas dari semua perisakan tersebut.

"Tapi... Bagaimana dengan Suna? Aku belum menyampaikan perasaanku padanya. Saat lulus nanti pun aku juga tak yakin akan bertemu dengannya lagi atau tidak" dia membatin seraya memandang ke kaca, tatapannya perlahan menyendu kala terus memikirkan perasaannya sendiri pada si surai cokelat tersebut.

"Apa aku mengatakannya sebelum ujian saja? Ah jangan, jika tiba-tiba seperti itu dia akan terkejut dan memikirkan pernyataanku sampai tak fokus pada ujiannya sendiri"

Ia mengangkat wajahnya, menatap kalender duduk yang ada di meja belajarnya. Ia berbalik dan melihatnya, kalender itu penuh dengan tulisannya mengenai beberapa hal tentang apa yang terjadi di setiap tanggal.

Dan di tanggal 25 adalah tanggal yang ia lingkari menandakan ujiannya mulai berlangsung.

"Ini sudah tanggal 10, aku hanya punya waktu untuk mempersiapkan hatiku lalu beberapa lagi seperti penggantianku sebagai kapten team"

Ibu jarinya mengelus perlahan kalender tersebut, entah mengapa sebuah senyum tak bisa ia tahan sekarang. Ia seolah merasa Dewi Fortuna sedang berpihak padanya untuk bulan ini.

"Kami-sama, semoga Suna memang benar jodohku" doanya penuh harap. Dia benar-benar mengharapkan hal kecil tersebut, hal yang mungkin dapat membuatnya bahagia seumur hidupnya.

Kita meletakkan kembali kalender tersebut, lantas memakai bajunya kembali kemudian mematikan lampu kamarnya.

Dalam suasana gelap kamarnya, ia bisa dengan jelas melihat bulan yang bersinar terang di atas sana. Seolah hendak menemaninya untuk malam ini.

I Love Him but...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang