59

1.1K 117 31
                                    


"Hemmm dok."

"Iya?."

"Maaf dok, dokter ngapain ya di sini dokter gak pulang gitu? nanti istri dokter marah lagi,"ucap Heri dengan ragu-ragu tapi kalo tidak menanyakan itu nanti bagaimana jika istrinya menyusul ke rumah sakit dan membuat kegaduhan.

"Hem? s..sa...saya istri?,"Ilham nampak kikuk dengan apa yang di ucapkan anak ini.

"Iya, pasti istri dokter lagi marah marah tuh di rumahnya karena suaminya belum pulang."

"Oh, Kamu tenang saja, saya belum menikah kok, jangankan nikah pacar aja belum punya."

"Uppss....ma...maaf"Ilham hanya mengangguk saja.

Saat Ilham mengangguk dia tak sengaja melihat tangan Arka bergerak, Ilham nampak santai saja toh melihat pergerakan itu karena dia seorang dokter jadi tau apa yang terjadi sama pasyennya, tak seperti di f1lem-f1lem saat tangan bergerak saja sudah berteriak-teriak seperti orang kemalingan saja.

"Hayy, kamu denger saya?,"perlahan mata Arka terbuka, Heri yang sedang tiduran pun hanya bisa meliriknya jujur bekas jahitan itu masih terasa sakit saat di gerakkan.

"Ha.....s,"lirih Arka di balik masker oksigen yang ia gunakan.

"Bentar saya ganti dulu mesker nya,"perlahan Ilham mengganti masker oksigen Arka menggunakan nassal,dan memberikan Arka minum di bantu dengan sedotan. Setelah minum Arka langsung memejamkan matanya lagi mengistirahatkan tubuhnya yang terasa sakit semua terutama di bagian pinggangnya.

"Bunda d....ngin,"lirih Arka,membuat Ilham sakit hati atas apa yang keluarga Arka lakukan pada anak mereka, bisa-bisanya mereka membiarkan Arka mendonorkan ginjalnya dalam keadaan tak baik baik saja, di tambah mereka tak mengijinkan Arka untuk memakai pasilitas rumah sakit yang layak, bahkan untuk selimut pun mereka tak mengijinkannya

Karena merasa kasihan Ilham membuka jas kebanggaannya dan menyimpan jas itu di tubuh Arka yang mungil hanya sebatas leher dan lutut saja yang tertutupi tapi itu lebih mending dari pada tak memakai selimut sama sekali dan membuat Arka semakin sakit.

"Dok pake punya saya aja nih,"tawar Heri sambil membuka selimut yang dia gunakan.

"Gak usah kamu pake aja, nanti kalo kamu gak peke selimut keluarga kamu marah lagi."

Setelah menyelimuti Arka, Ilham duduk kembali di kursi, ia menggenggam tangan mungil Arka untuk menyalurkan kehangatan.

Clekkk

"Opa, Ayah,"sapa Heri saat melihat siapa yang datang.

"Kenapa jam segini belum tidur? pasti kamu gak nyaman ya sama dia?,"tabak Arga.

"Ah ng--"belum Heri menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba terpotong saat ada dua orang berpakaian polisi masuk kedalam ruangan.

"Selamat malam."

"Malam,"balas Ilham.

"Maaf dok apa dia sudah sadar?,"salah satu polisi itu menunjuk Arka, apa apaan nih apa mereka tak punya otak? di mana hati nurani mereka, apa sudah lenyap saat mereka mandi?.

"Be...belum pak,"elak Ilham karena dia tau apa yang akan di lakukan mereka.

"Anda jangan berbohong kami melihat kalian dari kamera pengawas yang ada di ruangan ini!,"ucap tegas polisi.

"Ini surat dari dokter yang menangani mereka, jadi kami akan membawanya ke kantor polisi--"ucapan tegas polisi itu harus terhenti saat Ilham berbicara dengan nada yang lebih tinggi.

"APA!!? APA KALIAN TIDAK LIHAT BAHKAN DIA BARU AJA SADAR DAN KALIAN SEMUA MAU MEMBAWANYA? KONDISINYA SAJA BELUM SEMBUH TOTAL!! APA KALIAN MAU TANGGUNG JAWAB KALO DIA KENAPA-NAPA HAH?!"

ARKANA PRAWIRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang