Part 11

17.5K 1.8K 39
                                    

Ah! Ternyata disini

.
.
.
.
.

Danisha kira, bolos sekolah selama hampir satu minggu adalah reaksi atas ketidakterimaan Takshaka dan dua temannya perihal kejadian di club waktu itu. Mengira bahwa mereka bersembunyi karna malu dan takut menampilkan batang hidung mereka yang sialnya mancung, akibat terhina.

Tapi Danisha ternyata salah terka. Kenyataan yang sesungguhnya membuat dia tak habis pikir. Benar-benar tak habis pikir. Bocah kurang ajar itu, Takshaka, mendadak pindah sekolah. Itu...kenyataannya. Jangan salah paham dulu, Danisha sama sekali tak terpangaruh akan hal tersebut, bahkan jika Takshaka pindah keujung benua sekalipun dia malah akan bersyukur. Tapi yang menjadi pemicu kejengkelannya sampai titik puncak--adalah, dia... juga ikut terseret. Di juga ikut pindah sekolah bersama bocah badung itu! Dan yang lebih parah lagi, dua idiot pengikutnya turut serta mengekori. Itu definisi setia antara teman atau antara tuan dan budak?!

Bisa-bisanya...saat sudah berada di kelas dua belas Takshaka malah memutuskan untuk pindah sekolah. Kenapa tidak dulu-dulu. Padahal hanya tinggal setahun, lalu ia lulus. Lagi pula pindah sekolah ditahun terakhir sama sekali tak efektif. Saat otak dan mental harus fokus menghadapi ujian juga persiapan masuk universitas, malah harus menambah beban dengan beradaptasi dengan lingkungan baru. Karenanya lah Danisha benar-benar kesal setengah mati.

Kenapa Danisha tidak menolak? Tentu saja ia sangat ingin menolak. Bahkan segala argumentasi sudah siap diluncurkan nya, tapi apalah daya, saat seragam sekolahnya sudah lebih dulu dibumi hanguskan dan diganti oleh seragam dari sekolah barunya yang tergantung apik di lemari. Danisha bahkan tak tau kapan dan bagaimana bisa semua ini terjadi tampa nampak dimata dan terendus oleh hidungnya. Bagai... bim salabim, lalu... boom! semua terjadi sesuai keinginan. Tapi tak pernah selaras dengan kemauan Danisha. Benar-benar bangke!

Maksudnya, begini.... Bagaimana mungkin suatu hal yang terasa sulit dan ribet menjadi mudah dilakukan, dan terlihat gampang tampa adanya sesi penguraian apakah pilihan itu baik atau tidak, seperti kepindahan Takshaka secara tiba-tiba ini. Dia pindah sekolah semudah pindah bangku. Lalu untuk hal yang terlihat sesederhana dilakukan serta diucapkan, kenapa malah terasa sukar untuk dikerjakan dan di lalui.
Tau-tau sudah begini, tau-tau sudah begitu. Yang sulit bisa jadi mudah, lalu sebaliknya.

Inikah fiksi? Danisha lupa jika kini dia hidup di dunia main-main, jadi tidak menerima segala ke-logisannya.

Danisha melewati meja makan. Nafsu makannya hilang tak tersisa sebab dilumat kekesalan. Dan...jangan tanyakan bagaimana kabar para penghuni yang tinggal dirumah ini, karna Danisha juga tak pernah melihat bayangan mereka. Bodo amat. Itu lebih baik pikirnya.

"Ayo berangkat, pak." Ucap Danisha sembari membenahi penampilannya.

Pak Gus terdiam sejenak. "Maaf nona, hari ini nona diantar oleh tunangannya,"

Sontak Danisha menoleh. Dia bagai diram air comberan saat sudah bersih-bersihnya. Sungguh sial. Apa-apaan ini. Pagi sekali dia diberikan sebuah cobaan dalam bentuk paling menyebalkan.

Yatuhan...Ratapnya dalam hati.

Danisha berlalu. Pak Gus tetap di pintanya untuk mengekor di belakang. Beberapa langkah dari tempat Tashaka dan motornya, Danisha sudah bisa menangkap wajah hancur Takshaka. Ouch, maksudnya raut tak mengenakkannya. Tsk, pemuda ini. Dipikirnya hanya dia saja yang bisa berwajah masam seperti itu? Danisha juga bisa, malah lebih, kehadiran pemuda itu sudah menambah kadar pahit dosis tinggi pada pagi Danisha.

Danisha melangkah ringan, wajah kecut nya membuktikan bahwa hadirnya pemuda itu tak lebih dari kesialan parah di pagi hari.

Sesampainya di depan Takshaka...

The Plot TwistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang