Part 22

12.1K 1.4K 134
                                    

Resmi Mantan?

***

Akhirnya hari berat ini usai juga, bel pulang baru saja berdering disambut pekikan girang para murid yang sudah muak belajar dan berada disekolah, atau yah...mereka memang malas dan ingin sesegera mungkin hengkang dari kelas. Tak terkecuali juga, siswi teladan macam Danisha yang selalu menegakkan kepala dengan kuping yang terpasang siaga untuk mendengar penjelasan guru serta tangan yang sibuk menulis di buku, juga suka dengan bel pulang sekolah dan kadang muak untuk belajar. Danisha tak menampik itu karena dia tidak munafik.

Danisha sengaja membiarkan para siswa-siswi yang sudah tak sabar bebas dari sekolah untuk  berhambur duluan ke luar kelas. Meski tak benar-benar menyukai kondisi dan situasi yang tengah dia hadapi sekarang ini, Danisha tak mau terlalu menyiksa diri dan merasa tertekan. Dia tetap mencari cara untuk menikmati harinya, mencoba sedikit bersantai seperti para remaja pada umumnya tanpa perlu memikirkan tumpukan kerjaan dengan deadline sependek jarum pentul atau semprotan atasan yang pedas seperti bakso mercun.

Yah, Danisha sedang mencoba menikmati hidupnya sebagai pengangguran. Meski begitu, dia jauh lebih menyukai tiap tetes keringat dari kerja kerasnya bisa berubah jadi uang saat hari gajian.

Danisha mencolok headset di kedua telinga, musik yang belum pernah ia dengar sebelumnya memutar melodi di telinga, menyumpal suara kerumunan orang-orang yang tak perlu ia dengar.

Nothing stays the same and season keep on changing as they do🎶

Danisha Kemudian memakai sweater mint milik Gladis, membereskan peralatan kedalam tas, lalu berjalan pulang saat suasana sudah lebih sepi.

Danisha bersenandung ringan disepanjang koridor dengan langkah pelan.

X amount of heartbeast, so Thank God for Plot Twist like you🎶

Setidaknya Danisha sedikit menikmati waktu dimana dia tidak harus mengorbankan masa remajanya hanya untuk membanting tulang agar mendapat uang. Tidak, Danisha tidak pernah merasa menyesal dan buruk dengan kehidupannya di dunia, dia tidak merasa kecil karena tak bisa seleluasa teman sebaya. Selama ini, sesulit apapun keadaannya, sesukar apapun jalan yang dilaluinya, Danisha selalu merasa mampu untuk tetap bertahan. Tentu hal tersebut bisa terjadi karena sumber kekuatan Danisha selalu berada disisinya untuk terus mendukungnya.

Sang ibu dan adik yang selalu menjadi matahari di setiap mendung dan badai yang menerjang kehidupannya, obat penenang dari tiap luka dan lelah yang akan selalu membuntutinya, dan rumah yang akan selalu ia tuju untuk ditinggalinya. Danisha tidak perlu rumah besar namun dingin, cukup dengan pelukan sang ibu dan keberadaan sang adik, Danisha akan selalu merasa hangat, di manapun dia berada.

Seperti yang Danisha bilang, jika dia belum keluar dari lingkungan sekolah maka persentase untuk bertemu dengan para pemeran utama memanglah tinggi.

Lihatlah, baru saja berbelok hendak ke gerbang utama, Danisha melihat Demantara dan Aisha yang  saling berpandangan romantis  dibawah pohon rindang dengan daun kekuningan yang nampak cantik. Danisha mengamati dua pemeran utama itu, adegan mereka seperti slow motion yang sering didapatinya kala sang ibu tengah menonton drama India. Yah, kurang soundtrack nya saja. Tepat saat Danisha memikirkan skenario itu, headset yang masih terpasang apik ditelinga Danisha tiba-tiba memutar lagu yang kiranya cocok dengan adegan yang tengah Demantara dan Aisha peragakan.

Something in your eyes, tell me who i am..🎶
And something in my highs, whenever you near...🎶

The Plot TwistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang