Hari pertama
.
.
.
.
.
Kesempatan kedua. Bagi kalian apa sebenarnya konsep dasar dari sebuah kesempatan. Danisha tak begitu sering menggunakan kata kesempatan dalam hidupnya. Seringnya, dia lebih suka mengaplikasikan kata peluang di setiap titik cerah yang dianggapnya dapat mendatangkan untung. Tapi dalam situasi dan kondisi yang tengah dialami Danisha sekarang ini, dia akan menyebutnya sebagai sebuah kesempatan. Entah iya, entah tidak. Danisha meyakini jika kini tuhan tengah memberi dia kesempatan kedua untuk menjalani masa yang telah ia korbankan. Masa putih abu nya. Masa yang seharusnya penuh seri tapi malah Danisha jadikan penuh peluh. Peluh untuk bertahan hidup.Bukan maunya. Kondisi yang memaksa.
Lantas sekarang? Dia merasa dejavu.
Situasi ini pernah dialaminya, dulu. Tapi dengan tempat, waktu, serta kondisi yang jelas beda.Danisha berdiri gamang di depan gerbang sekolahnya. Dari luar sini, dia sempat terpukau akan ke-elitan yang tampak dari bangunan yang berdiri megah dihadapannya. Kembali, Danisha menilik dirinya. Membandingkan setiap sisi kehidupannya dengan sekarang. Agak lucu sebenarnya. Dulu, Danisha akan keluar dari bus atau angkot dalam keadaan lusuh serta bau keringat, selalu, setiap hari dia akan menenteng dua sampai tiga loyang kue buatan ibunya. Separuh untuk dititipkan di ibu kantin, lalu sisanya lagi ia jual didalam kelas.
Tapi sekarang ini, dia turun dari sebuah mobil mewah dengan sopir pribadi, penampilannya masih tetap fresh tampa terkontaminasi bau-bau asam--tak seperti dulu karna harus berdesakan dengan banyak penumpang. Tangannya kini tampak bebas dengan jam mahal yang melingkari pergelangan tangan, tak ada lagi dagangan yang harus ditentengnya yang mengakibatkan istirahat Danisha harus di korbankan untuk berjualan.
Jadi, tepatkah sekarang jika Danisha bilang dia diberi kesempatan untuk merasakan kembali geloranya masa putih abu, yang kata kebanyakan orang merupakan masa-masa indah dan penuh dengan euforia percintaan.
Tapi euy, percintaan? Sepertinya Danisha akan tetap men-skip hal itu. Dulu dan sekarang, hal itu tetap sangat enggan untuk ia cecap.
Cinta di masa SMA? Tolong abaikan itu kawan-kawan. Cita-cita jauh lebih penting untuk dicapai. Jika memang benar cinta sebagai pemanis di masa remaja, lantas kenapa banyak muda mudi yang harus tersesat lalu rusak hanya karena dasar cinta? Danisha tidak sedang menggiring sugesti agar orang-orang ikut menjadi tumpul perihal cinta sepertinya. Hanya saja, perlu ia ingatkan jika tiap-tiap manusia harus berhati-hati terhadap cinta--karna ia tak sesederhana kata-nya. Bukannya tak bisa merasainya. Tapi cicipi lah dengan kadar normal agar tidak overdosis dan berakhir konyol karnanya.
Jadi mari. Danisha akan mulai bersekolah dan mengambil peran Gladis. Atau haruskah Danisha juga membuat beberapa prestasi selama disini? Agar nama Gladis bisa dikenang menjadi lebih baik. Eum, sepertinya rencana itu cukup bagus.
Danisha mulai melangkah ringan memasuki sekolah. Sekedar info, Gladis berada dijurusan IPS. dan Danisha merasa beruntung karna dulu dia juga berada pada jurusan yang sama. Jadi tidak akan sulit baginya untuk menaikkan nama Gladis lewat jalur prestasi, nantinya.
Dipertengahan jalan Danisha mendadak berhenti. Tiga orang gadis remaja memblokir jalan, menghadangnya.
Kenapa? Apa ada adengan perundungan?
"Wah, Princess kita udah masuk sekolah nih."
Ah, ternyata para penjilat.
Danisha malas untuk menyetel wajahnya agar terlihat lebih halus layaknya Gladis. Apalagi untuk para penjilat berkedok teman seperti mereka ini. Oho, Danisha sangat antipati. Dia memang merankan Gladis, tapi Danisha tidak akan meng-imitasi tingkah laku Gladis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Plot Twist
Literatura FemininaPlot Twist ; an unexpected shit Danisha ; the plot twist itself _________________________________________________ Danisha Mahiswa, Bussines Woman yang memiliki zero experience dalam hal percintaan karena terhalang prinsip 'money comes first, men com...