Part 6

19.1K 2.2K 30
                                    

Bertemu Anggota Keluarga
.
.
.
.
.


Sudah dua hari Danisha tinggal di rumah Gladis dan merasakan bagaimana rasanya menjadi anak sultan. Cukup menyenangkan, tapi seringkali Danisha merasa tidak enak karena merasakan semua kenikmatan itu tampa ibu dan juga adiknya.

Malam ini, perasaan Danisha makin tak karuan saat pak Gus mengabari bahwa orang tua Gladis beserta adik dan kakaknya akan pulang dari acara berlibur mereka. Mengingat kelakuan anggota keluarga Gladis tak bisa tak membuat Danisha menahan decihannya, pantaskah mereka masih dianggap keluarga saat tak sekalipun menampilkan kepedulian terhadap salah satu anggota keluarga mereka? Rasanya begitu keterlalukan karna mereka lebih memilih melanjutkan liburan, alih-alih pulang saat mengetahui bahwa Gladis sudah bangun dari koma, tak adakah setitik empati muncul di hati mereka?

Terlepas dari bagaimana sikap Gladis semasa dulu, pengabaian adalah hal buruk bagi seorang remaja yang sangat butuh perhatian dan pegangan untuk menuntun kehidupan mereka agar lebih terarah dan terhindar dari hal buruk dari kerasnya dunia. Dan kedua orang tua Gladis sudah melakukan sebuah kesalahan besar, jangan heran nantinya jika Danisha melakukan sesuatu agar mereka jadi sadar.

Malam ini Danisha akan makan malam bersama mereka. Danisha sudah menyiapkan diri. Ia tampil manis dengan dress simple yang nampak cantik membalut tubuhnya yang ringkih. Ugh, Setelah ini dia berniat menaikkan berat badan Gladis agar terlihat lebih berisi. Karna demi apapun, Gladis terlihat seperti remaja kurus yang kurang terawat dan tak dapat perhatian. Tapi yah, memang begitu kebenarannya.

Danisha berjalan pelan menuruni anak tangga. Dari atas sini, dia sudah bisa mendengar dentingan Sendok dari meja makan. Astaga, mereka bahka tak repot-repot menunggu Gladis untuk bergabung bersama mereka. Tinggal setengah tangga, Danisha merasakan beberapa pasang mata menyosot kehadirannya.

Danisha berjalan anggun dengan ketukan sepatu yang terdengar berirama rapi, sangat khas dengan pesona Danisha saat ia berjalan dengan percaya diri ketika melakukan presentasi di kantornya. Raut wajah Danisha setenang danau, langkahnya dibawa pelan, terus berjalan melawan tatapan beberapa pasang mata yang menghunusnya tajam.

Sampai di meja makan, Danisha menarik sebuah bangku disamping seorang gadis dengan pelan. Dia memilih abai saat raut heran dan bingung mengisi para wajah yang ada dimeja makan itu. Meski tak ditunjukan dengan kentara.

Danisha terdiam sejenak. Dari ekor matanya, dia melihat bik Ris berjalan ke arahnya dengan perlahan.

"Mari saya bantu non," Danisha membiarkan bik Ris mengambil alih. Piring itu sudah terisi dengan lauk pauk seperti yang biasa bik Ris sajikan selama dua hari ini. Jadi Danisha tak perlu buka suara untuk meminta di isikan ini-itu.

"Silahkan dimakan non," setelahnya, bik Ris kembali undur diri, Danisha pun sempat mengucapkan terimakasih singkat.

Dari sebelah kanan, Danisha mendengar suara decihan. Memilih kembali acuh, gadis yang terlihat berbeda dari sebelumnya itu makan dengan tenang. Tentunya memunculkan semburat tanya dan dugaan negatif lainnya.

Meja makan itu berlangsung hening. Danisha awalnya tak menduga bahwa Gladis akan mendapat pengabaian seperti ini, mereka bahkan tak susah-susah berbasa-basi pada Gladis. Wajar saja Gladis selalu berusaha untuk menarik perhatian mereka sebab mendapat pengabaian yang begitu menyakitkan seolah Gladis tidak lebih dari udara yang tak kasat mata.

Danisha menjeda kunyahan. Sekelebat ingatan Gladis berseliweran dikepala Danisha. Ingatan tentang kejadian dimeja makan ini. Dipegangnya kepala yang terasa berdentam, Danisha berusaha tenang  mengendalikan diri.

"Jangan lagi cari perhatian," Suara bernada tajam itu berhasil membawa Danisha dari pusaran ingatan Gladis.
Danisha menoleh kesamping, kakak laki-laki Gladis itu menatapnya dingin, ada kilat benci yang terasa mendalam dari mata coklat itu.

The Plot TwistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang