Bullying
***
Danisha tidak tau kenapa dia malah berakhir di taman ini. Dan perasaannya menjadi tidak enak setelah menyadari bahwa dia berakhir disini. Ingat terakhir kali dia berada di taman? Ya, disitu Danisha menemui kesialan. Dan tidak ada yang tau kesialan apa lagi yang akan Danisha temui disini. Yang jelas dan pasti Danisha harus keluar dari sini.
Plak!
Suara tamparan itu cukup nyaring terdengar. Danisha sampai harus mengurungkan niatnya untuk mengangkat telfon dari Nirmala.
"Anak udik! Nggak tau malu."
Hardikan itu kian terdengar jelas saat Danisha akan mencapai gerbang selatan untuk keluar dari taman. Disisi sebelah kiri jalan menuju gerbang Danisha bisa melihat segerombolan cewek yang tengah mengerubuni sesuatu. Sekali lihat Danisha tau bahwa itu adalah perundungan.
"Gue cukup heran sama manusia kayak lo. Udah tau miskin tapi gaya nya selangit. Sadar diri hey!"
Sekali lagi Danisha mendengar suara tamparan.
"Mau ngadu kemana hah?! Orang tua aja nggak punya, kalau bukan karena belas kasihan orang tua kami lo nggak bakalan bisa dapat beasiswa. Sadar diri dong!"
"Kalaupun orang tua nya masih hidup tetap nggak bisa ngapa-ngapain, ayah nya jadi buruh ibunya jadi pembantu. Bisa apa merekaaa."
Gila.
Danisha selalu penasaran apa yang menyebabkan anak-anak zaman sekarang pintar sekali berkata jahat, berani sekali berbuat jahat. Tidakkah mereka diajar menghormati orang tua? Tidakkan mereka diajar menghargai yang muda? Tidakkah mereka diajar mengasihi sesama?
Entah letak mananya yang salah. Apakah karena pola asuhnya? Apakah karena lingkungannya? Apakah memang zaman nya? Atau apakah memang salah anaknya. Dikata masih tidak bisa berpikir tapi mereka tau mana putih mana hitam. Dikata masih kecil tapi mereka sudah berlagak seperti orang besar. Dikata belum besar tapi mereka sudah berpacaran seperti orang dewasa. Memang tidak semua, tapi fenomena anak seperti itu memang nyata adanya.
Dinasihati tidak didengar. Ditegur mereka kadang bebal. Dihukum berat biar jera mereka masih kecil. Dibiarkan juga tidak mungkin.
Jadi Danisha putuskan untuk maju membantu. Namun ketika kerumanan cewek-cewek itu sedikit meregangkan pormasi lingkaran mereka--Danisha mendapati wajah familiar yang tengah terduduk payah, basah dan babak belur.
"Aisha?" Danisha terdiam ditempat. Mengumpat sebentar karena setelah Demantara dia malah bertemu Aisha.
"Harusnya jangan kesini tadi." Sesal Danisha. Lalu sekarang apa? Danisha sudah setengah jalan untuk membantu anak yang dirundung tersebut yang ternyata adalah Aisha.
Mengabaikan Aisha jelas tidak benar, bagaimana pun itu bully tidak bisa diabaikan. Tapi bagaimana cara untuk membantu Aisha? Danisha tidak ingin terlibat dengan pemain utama satu itu, meskipun Aisha adalah protagonisnya dan jauh berbada sikap dengan pemeran lainnya, tetap saja Danisha enggan.
"Opsi satu cari penjaga taman atau satpam." Danisha bergegas. Tadi dia berpikir untuk menyuruh orang lain, tapi sial ditaman itu sepi sekali seakan hanya mereka saja pengunjung nya. Padahal saat Danisha masuk tadi terlihat banyak orang, tapi tiba-tiba saja sepi. Apa setting cerita nya memang begini agar perundungan terhadap Aisha lebih mengena? Tapi, tapi menurut Danisha sedikit keterlaluan karena Aisha sampai harus merasakan luka fisik.
"Yang bener aja? Taman seluas ini nggak ada manusia satupun?" Danisha mengerang.
Baik. Tidak ada pilihan, dia sendiri saja yang turun tangan. Dalam perjalan kembali menuju tempat Aisha dirundung--Danisha mendapat telfon dari Nirmala lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Plot Twist
ChickLitPlot Twist ; an unexpected shit Danisha ; the plot twist itself _________________________________________________ Danisha Mahiswa, Bussines Woman yang memiliki zero experience dalam hal percintaan karena terhalang prinsip 'money comes first, men com...