Selamat membaca
Semoga suka°
Hampir pukul dua belas malam aku belum juga menutup mata. Entah sampai jam berapa aku kuat menahan kantuk. Padahal aku tidak berniat tidur selarut ini. Dan tidak pernah tidur selarut ini.
Aku masih duduk di atas kasur, di sampingku ada Sasa yang sudah tidur lelap. Tadi aku hanya berpura-pura tidur sampai Sasa tertidur.
Mungkin alasan aku tidak bisa tidur itu karena kesal. Kesal pada diri sendiri. Masih terus terpikirkan olehku masalah tadi. Bukan sebuah masalah besar, tapi itu bisa membuat semua berantakan.
Cukup tenang karena ternyata ayah dan ibu gak denger obrolanku dengan Fian sebelum berangkat ke acara remaja. Tapi, sekarang aku tidak tenang karena telah membuat kebohongan pada ibu.
Jujur saja, ibu memang mengajarkan aku serta adik-adikku akan kejujuran. Dan ibu tau bagaimana aku kalau sedang jujur atau berbohong. Kebohongan tadi mungkin karena alasan yang aku katakan salah. Toh aku juga tidak pandai membuat alasan dan berbohong.
Aku cukup lega sekarang karena ibu tidak curiga-curiga pada kejujuranku tadi. Soal Fian yang memang memberiku bakso tadi. Tapi aku juga masih merasa tidak enak pada ibu, Sasa, juga ayah.
-----
Gerimis masih turun saat ini setelah tengah malam tadi turun hujan deras. Langit juga masih mendung sekarang, tidak seperti biasanya saat jam segini sinar matahari sudah terlihat di timur.
Aku menatap kamarku yang miris sekali karena berantakan. Banyak bungkus-bungkus makanan sisa semalam yang belum aku buang. Ada tempat sampah tapi tadi malam aku sangat malas membuangnya.
Sasa sudah turun ke kamarnya. Hanya ada aku sendirian dikamar yang sekarang sedang memunguti bungkus-bungkus camilan. Setelah membuangnya, aku membenarkan seprai kasur dan menata bantal. Kemudian menyapu karpet lantai dengan sapu lidi.
Setelah itu, aku beralih ke meja belajar dan menata kembali buku-buku pelajaran dan sebagainya sambil membersihkan debu-debu di sana dengan kemoceng. Lalu beralih dari sana, menyapu lantai kamar.
Aku membuka tirai jendela kamarku lalu keluar ke balkon. Tetesan air gerimis sudah mulai sedikit bersamaan dengan sinar matahari berwarna kuning kejinggaan yang juga mulai terlihat. Menghirup udara segar dibalkon dengan nyaman seraya merengangkan otot-otot tangan.
"Itu ruang sebelah kamar Fian kok nyala yah?" tanya sendiri bingung.
Pasalnya, ruang itu yang aku tidak tau itu tempat apa, tidak pernah menyala lampunya. Apa sekarang sudah digunakan ya?
Tak lama, seseorang keluar dari ruang itu dan berdiri dibalkon sama sepertiku. Aku mengernyitkan dahi saat melihat siapa orang itu. Sangat jelas dimataku tapi aku tidak yakin itu-
"Kamu ngapain disitu!?" tanyaku pada Fian dari tempatku tanpa berteriak. Dengan mulut yang berbicara lebar tanpa suara.
Dia di sana terkekeh seraya menatapku yang kebingungan disini. "Kenapa?"
Aku kembali ke dalam kamar dan mencari di mana handphone ku. Hingga suara dering telfon terdengar sehingga aku mengetahui letak benda pipih itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Neighbor is Mine [TAMAT]
Teen Fiction♥FOLLOW DULU SEBELUM BACA♥ --- Kisah cintaku berawal dari air mineral yang kata dia ada manis-manisnya kayak aku. "yang, eh, yan. Aduh. Air mineralnya yang itu satu dong." Baru aja sampe dah salah ngomong aja aku. "Gapapa. Panggil sayang aja juga...