18

170 42 96
                                    

Selamat membacaa
Semoga suka

°

Baru saja mobil Ayah melesat pergi setelah aku turun dan berdiri di depan gerbang. Sekolah sudah tampak ramai. Tadi memang aku berangkat terlalu siang karena sarapan diluar dulu sebelum berangkat.

Aku menghembuskan napas sebelum masuk ke sekolah. Memilih jalan lewat tepi lapangan agar cepat sampai dikelas. Tapi sayangnya, pintunya tepat berada di depan kelas Fian.

"Hey! Febby kok lo ada di sini?"

"Huaa, Febby!"

Aku tidak terlalu mendengar jelas suara teman-temanku yang ada di depan kelas. Mataku justru melirik laki-laki yang berdiri di pintu kelasnya yang juga melirikku.

Tapi tak lama, Fian mengalihkan pandangannya. Lalu aku merasa pergelangan tanganku dipegang oleh seseorang yang justru membuatku berhenti berjalan.

"Apa sih, Za?" Eza yang memegang tanganku sampai aku terdiam ditempatku berdiri.

"Kok lo berangkat sekolah? Kata Mora lo semalem dirawat di rumah sakit. Emangnya lo udah sehat?"

"Kalau lo belum sehat, kenapa berangkat sih? Hari ini berat loh Feb."

Eza mencercaku dengan pertanyaannya. Mataku lagi-lagi melirik Fian dan menatapnya. Dia tetap mengalihkan pandangannya dariku.

Apa sampai tidak sepeduli itu?

Aku menghela napas, "Gue baik-baik aja, za," balasku seraya berjalan kembali saat tangan Eza sudah lepas dari pergelangan tanganku.

"Lo sakit apa sih semalem Feb?" tanya Eza yang membuntutiku.

"Enggak kenapa-kenapa, kepo banget lo," jawabku lalu masuk ke dalam kelas. "Pagi temen-temen!" sapaku.

"Lah Febby! Udah sehat? Baru aja kita diskusi buat jenguk lo nanti siang," ujar Maria, dia bendara kelas.

Aku duduk di kursi ku. Sepertinya Mora masih tidak ngeh dengan kehadiranku. Matanya fokus berkutat pada layar laptopnya. Apa dihukum lagi?

"Halah, gak usah dijenguk. Udah sehat, hehe," ujarku disertai kekehan kecil.

"Syukurlah kalau begitu," balas Maria.

Tiba-tiba, Eza dengan kasarnya duduk dikursi depanku. Dia menangkupkan wajahnya sembari menatapku.

"Dia gak tau lo dirawat. Bukannya udah baikan ya?"

"Dia siapa?"

"Fian."

Mataku seketika melotot, "Eh lo mata-mata dia ya!"

"Bukan lah, eh tapi kadang sih." Eza menyengir.

Aku mengerucutkan bibirku. Kenapa tidak pernah terpikirkan yah? Eza dekat dengan Fian mana mungkin dia tidak bercerita apapun ke Fian tentangku selagi kemarin kami bertengkar.

"Bilangin sama Fian, pulang sekolah gue mau ketemu," ujarku menyuruh Eza.

Eza menggeleng, "Chat  aja kenapa sih?"

My Neighbor is Mine [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang