39

107 33 68
                                    

Selamat membacaa
Semoga suka ya

°

Malam itu tiba dengan cepat.

Di malam yang terang bulan ini, seorang gadis yang tengah duduk bersama keluarganya itu tersenyum malu. Itu Febby. Di sebelah kanan dan kirinya ada orangtua nya. Di depannya ada Fian dan orangtua nya juga.

"Senyumnya malu-malu, cieelah," ledek Rizki. Rizki masih setia duduk selalu bersebelahan dengan adiknya atau kembarannya itu, Sasa.

Pipi Febby memerah. Bahkan polesan blush on yang tipis itu terlihat lebih merah karena malunya. Dia masih malu, beberapa saat yang lalu, keluarga Fian datang. Iya, datang dengan maksud dan tujuan yang membuat Febby senang.

"Kamu juga gak usah sok malu-malu."

Ina menepuk paha Fian yang juga nampak malu-malu disana. Dia melirik Febby sekilas yang sedang menatapnya itu. Oh, pipi Febby merah merona lagi.

"Gak malu ini, Bu," balas Fian mengelak.

"Halah, bang Fian pasti pengen berduaan ya sama Kak Febby." Rizki kembali menggoda kakaknya, lebih tepatnya saat ini calon kakak ipar.

Ya, Fian dan keluarga datang itu atas dasar melamar. Tentunya lamaran Fian dan Febby yang malam ini dilakukan hanya dengan keluarga saja. Tetangganya bahkan hanya sedikit yang di undang. Sebuah acara lamaran sederhana. Itu saja sudah membuat Febby bahkan Fian malu-malu tapi senang.

"Kita belum tentuin tanggal dan bulannya loh ini. Ayo, Fian sama Febby. Kalian mau yang di bulan ini atau bulan depan. Atau mau minggu ini?" tanya Ragil diakhiri senyuman yang menggoda kedua remaja yang beranjak dewasa itu.

Semuanya menatap Fian dan Febby bergantian. Posisi duduk mereka yang berhadap-hadapan membuat mereka lebih leluasa untuk saling tatap menatap.

"Bulan ini kayaknya lebih baik, yah," jawab Fian setelah menatap Febby. Ia bukannya bisa membaca pikiran orang, hanya saja tadi di mata Febby, ia terpikirkan jawaban itu. Febby menggigit bibir bawahnya dan mengerjakan matanya beberapa. Kalau ditanya apa tentang jawaban Fian, dia kaget.

"Febby setuju 'kan?" tanya Ragil pada Febby.

Dengan ragu Febby mengangguk. "Se-setuju, Om," jawabnya pelan.

Kemudian Ragil beralih menatap Deny, ayah Febby yang juga duduk disamping Febby. "Setuju gak, Den? Kalau gak nanti kita pilih bulan depan aja," tanyanya.

"Setuju." Satu kata yang terucap dari mulut Deny itu terasa berat.

"Alhamdulillah kalau setuju," ujar Ragil dan Ina bersamaan.

Mereka semua kembali berbincang. Hingga Febby yang pamit ke belakang sebentar dan Fian yang kembali diledek oleh Rizki tentang dirinya yang akan menjadi kakak ipar Rizki dan Sasa, juga dirinya yang akan menjadi suami Febby nanti.

----

Minggu pagi ini, aku sedang duduk diteras bersama adik laki-lakiku satu-satunya. Dia sedang bermain handphone nya dan aku sedang menatap fokus ke depan rumah. Lebih tepatnya, seseorang di sana.

"Kak Febby! Itu handphone mau dibiarin bunyi sampe kapan? Kalau gak mau punya handphone mendingan buat aku aja. Ayah masih belum ngasih lo gara-gara Kakak nih."

My Neighbor is Mine [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang