19

179 42 110
                                    

Selamat membaca
Semoga suka

°

Siang ini, aku tengah kebingungan. Perutku kosong dan kini aku berdiri di depan kulkas yang telah aku buka.

Kalau saja tadi, Fian tidak membuntutiku tepat dibelakang motor yang aku kendarai, mungkin aku akan mampir ke warung makan dan membungkus beberapa makanan. Udah kayak di giring pokoknya tadi, dia harus cepat-cepat sampai rumah soalnya.

Aku menutup pintu kulkas seraya mendesah pelan. Kecewa akan isi kulkas yang tidak ada bahan makanan untuk aku makan. Kalau perut ini dibiarkan tidak terisi apapun, pasti nanti sakit lagi.

"Keluar aja kali ya, beli makan! Soto yang deket minimarket kayaknya enak." Aku bermonolog.

Langkah kaki ku kini berjalan ke kamar, berganti pakaian dan mengambil dompet serta handphone yang baru aku temukan di atas kasur setelah pulang sekolah.

Setelah siap, aku mengambil motor dan tak lupa mengunci pintu rumah. Keluar dari rumah, aku mengendarai dengan pelan walau perut sudah ingin terisi.

Di tengah perjalanan, kebetulan tapi sangat tidak menguntungkan, aku bertemu lagi dengan Fian. Dia berjalan kaki bersama Agil di tepi jalan. Kepalaku langsung saja fokus menghadap depan, hanya mataku yang melirik. Aku turunkan kaca helm ku sampai menutupi wajah, serta aku tambah kecepatan motorku.

"Febby!" teriak Fian saat aku yang sudah melewati dia yang berjalan kaki.

Mau tidak mau, aku berhenti tanpa berputar balik ke Fian. Dia menghampiriku sendirian karena Agil sudah masuk ke rumahnya.

"Kamu mau ke mana?" tanyanya sambil mengode untuk menaikkan kaca helm ku.

"Ih, kamu ngapain sih manggil-manggil!"

"Kan aku liat kamu, makanya aku panggil." Fian bersedekap.

Aku mendengus pelan, kenapa sekarang kalau sama Fian bawaannya pengen kesal terus ya.

"Aku mau beli makan yan," ujarku. "Kamu pulang aja sana!" ujarku lagi.

"Aku temenin ya?" tawarnya sambil menatapku lekat.

"Enggak, nggak usah. Berani kok sendiri," jawabku seraya menggelengkan kepala.

Tapi, Fian justru menarik tubuhku untuk turun dari motor dan berubah di posisi dia yang akan membawa motorku. Tanganku ditarik kembali untuk naik dibelakang dia.

"Dibilangin gak usah juga." Aku melepas helm ku dan aku pasangkan ke kepalanya.

"Kenapa sih, Febby? Kamu kok kayak gak suka sih sama aku."

"Gak tau, yan."

"Tadi kenapa nggak beli sekalian aja, pas pulang sekolah?" tanya nya yang kini sedang mengendarai motorku.

"Soto yang deket minimarket, yan," ujarku ke Fian. "Tadi kan kamu nyuruh cepet, terus kamu juga ngikutin di belakang aku," ujarku lagi.

"Aku ngikutin dibelakang kan biar kamu aman Feb."

"Iya-iya, Fian. Aku tau."

----

Sesampainya di warung soto dekat minimarket, aku dan Fian duduk berdua seperti biasa, dengan dua mangkuk soto di depan kami masing-masing.

"Padahal niatku mau bungkus aja loh yan," ucapku lalu menyuapkan sesendok soto ke dalam mulut.

Fian menoleh, "Kamu mau dibungkus karena disuruh Ibu kamu?" tanyanya.

My Neighbor is Mine [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang