5

312 48 21
                                    

Selamat Membaca Semuanya

----

Bagaimana perasaan kalian saat orang yang kalian sukai sedang membuntuti kalian?

"Feb, gue gak langsung pulang ke rumah," ujar Mora, dia sedang menghapus tulisan di papan tulis di depan kelas. Kami berdua sedang piket.

Aku mendecak, "Ck, gue udah paham sama lo Mor. Gue maklumin deh, lo orangnya sibuk," ujarku dengan sedikit tawa. Berbeda dengan Mora, aku sedang menyapu lantai.

"Tapi, gue sekarang laper. Lo mau gak nemenin gue?" tanya Mora yang kini sudah duduk dikursinya membereskan buku-bukunya.

Aku masih diam.

"Gue tau lo gak bakal nolak, ya kan," ucap Mora kemudian dia mengambil paksa sapu ditanganku dan meletakkannya dibelakang kelas.

Mora adalah salah satu orang yang segalanya harus ia lakukan dengan cepat. Mandi dia juga cepat. Bahkan gak sampai 15 menit mungkin. Tapi herannya, dia lebih good looking  daripada diriku ini.

Aku mengambil tasku lalu melangkah ke pintu kelas. Mora yang tengah berdiri disana tak sabar dan akhirnya dia menarik tanganku lagi. Dia berkacak pinggang di sana.

"Mor, pelan dong. Gue bilangan Adit loh kalo lo kasar gini," ujarku mengomel. Dia bakal ngalah kalau aku udah nyebut nama Adit. Ini senjataku.

"Yaudah, gue lepas." Dia melepaskan tangannya dari tanganku. "Tapi jalannya yang cepet dong Feb, setengah jam lagi supir jemput nih." Dia berucap seraya melirik jam di pergelangan tangannya.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku pelan. "Duluan aja dulu gapapa kali. Gue juga masih harus ke ruang guru dulu Mor," ujarku sambil menatap Mora lalu menarik tas dipunggungku agar menjadi ke depan.

"Gak deh, gue nunggu lo aja," ucap Mora lalu dia mengambil handphone nya yang ada di saku lalu memainkannya.

Aku hanya mengangguk-anggukan kepala saja. Lalu aku dan Mora yang sedang bermain handphone ini melangkah menuju ruang guru. Untuk apalagi ke sana kalau bukan menemui guru.

Mora disebelahku berjalan dengan memainkan handphone miliknya. Sedikit aku jelaskan tentang Mora, dia itu sebenarnya anaknya asyik, apa adanya, dan sederhana walaupun sebenernya dia anak orang berada. Papanya dokter dan mamanya dulu pramugari.

Cuma aku jarang main sama dia karena dia selalu sibuk. Aku maklumin itu karena dia anak satu-satunya, otomatis dia harapan satu-satunya orangtua nya.

"Oke cuss dah. Udahin main handphone nya Mor. Lo gak liat jam lagi pasti," tegurku ke Mora, dia asyik tertawa dan ternyata yang aku liat dia tertawa karena foto cewek.

"Mampus! Pak Edi udah nelfon 3 kali." Mora menepuk jidatnya sendiri dan langsung berdiri. Dia kemudian menatapku.

"Udah lah sana pergi nanti telat. Ntar sehabis anterin ke tempat les lo minta pak Edi buat beliin makanan aja. Burger kek atau apa. Intinya lo harus makan dulu," ucapku menyuruh Mora pergi.

Mora mengangguk. "Lo? Pulang sendiri gapapa?" tanyanya.

"Halah, udah biasanya juga pulang sendiri gue," jawabku. Lalu Mora pergi secepat mungkin setelah aku selesai menjawab.

Sekarang aku berjalan sendirian di lorong kelas menuju gerbang utama sekolah. Hawanya memang sedikit seram sore ini. Semua anak kayaknya udah pulang.

Karena berhubung kelas dua belas sebentar lagi ujian, maka dari itu diadakan les. Dan guru pun tidak semua masih disekolah untuk mengajar les kelas dua belas. Di ruang guru juga tinggal ada 2 guru.

My Neighbor is Mine [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang