38

90 31 52
                                    

Selamat membaca
Semoga sukaa

°

Aku menghirup napas dalam-dalam di balkon kamar sambil melihat suasana jalan dibawah sana. Sekaligus pula melihat kamar Fian yang ada tepat di pandangan lurus mataku.

Hari ini sudah terpikirkan di otakku untuk hal apa saja yang akan aku lakukan. Semuanya sudah tertata dengan baik. Terutama dari aku yang berniat dari semalam untuk bangun lebih awal. Dan sekarang, aku sudah turun ke bawah tapi belum ada orang yang bangun.

Alhasil aku kembali lagi ke kamar dan menuju balkon. Tapi ada niatan lagi untuk ke bawah nanti.

"Hari ini gue gak latihan, kira-kira mau ngapain ya dirumah?" tanyaku sendiri.

Kakiku melangkah ke tanaman hias yang ada di balkon ku, lalu aku masuk kembali ke dalam kamar. Mengambil air dari kamar mandi dengan gelas semalam yang ada dinakas. Lalu aku keluar dan menyiram tanaman tadi.

Aku meletakkan gelas ke meja. Lalu duduk di bangku dan menghadapkannya mengarah kamar Fian diseberang sana. Tanganku aku lipat di depan dada untuk menghangatkan diri.

Mataku fokus menatap kamar Fian di sana. Tiba-tiba tirainya terbuka dan jendela kaca yang bisa aku lihat dalamnya kamar dia lewat kamar itu, memperlihatkan Fian yang membuka tirai sambil mengucek matanya.

Oh, Astaghfirullah.

Lampu kamarnya belum mati, sangat-sangat jelas Fian terlihat dimataku. Langsung saja aku menutup mataku dengan kedua tanganku lalu aku berdiri dan masuk ke kamar. Tidak seluruhnya mataku tidak melihat tapi sedikit aku buka celah-celah jariku yang menutup mata.

"Mata gue!" hebohku sendiri sambil menepuk-nepuk kepalaku sendiri.

Aneh ya, yang aku salahkan dan ucap itu mata tapi yang aku tepuk malah kepala. Habisnya, gimana aku gak ngelakuin itu.

Kedua mataku menatap jelas Fian yang membuka tirai di sana, itu hal wajar ya. Tapi yang bikin gak wajar buat aku, dia gak pake baju. Terus celana yang dipake juga celana futsal dia, yang dipake cuma sepaha alias seatas lutut.

Ya kalau celana pendek gitu aku sering liat sih pas waktu itu dateng ke turnamennya Fian atau nemenin dia sparing. Tapi kalau telanjang dada, apalagi itu Fian, baru kali ini.

Ah, aku malu.

"Dia pasti gak sadar kalau gak pake baju gitu. Mana masih ngucek mata lagi." Aku mengintip lagi lewat jendela ku yang tirainya aku buka sedikit.

Udah gak keliatan Fian di sana. Mungkin udah turun. Aku lega sekarang.

----

Aroma harum dari masakan di depanku membuatku mengusap perut. Andai saja cacing-cacing di perutku bisa bicara, mungkin mereka akan mengomel padaku karena tidak makan-makan.

Eh tapi bukannya aku gak mau makan. Tapi emang masakannya belum mateng. Ada sop jagung yang pancinya masih di atas kompor karena belum matang. Aku sedang mengaduk-aduknya.

Lalu ada ayam  yang aku ambil dari kulkas sudah dibumbui semalam oleh ibu. Itu akan aku goreng setelah minyak di wajan itu panas.

"Tumben nih Ibu sama Ayah belum keluar dari kamar, Sasa juga," heranku sambil memasukkan ayam ke minyak yang baru panas.

Ceklek,

Suara pintu yang baru saja terbuka itu membuatku membuang napas lega. Akhirnya ada yang keluar juga. Tapi aku gak tau pintu kamar siapa yang barusan dibuka.

My Neighbor is Mine [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang