40

89 21 18
                                    

Selamat membacaa
Semoga suka

°

"Cowok basket lebih keren."

Mataku mengerjap saat mendengar gumaman Mora di sebelahku. Entah dia sadar atau tidak mengucapkan gumaman itu dari mulutnya.

"Maksud lo? Kayak mantan lo itu?"

Aku menimpali gumaman Mora sambil tanganku yang membuka segelan air mineral yang aku beli tadi di jalan. Lima menit lagi mereka semua istirahat, aku tau karena aku menghitung waktunya sendiri.

"Lo tau kan, Feb? Pas waktu itu gue di antar pulang sama Agil? Yang abis acara remaja itu?" Mora bertanya padaku dan dia menatapku.

Aku mengangguk-angguk. "Inget. Dia ngapa-ngapain lo ya?"

"Enggak. Dia cuma bilang kalau Adit mantan gue itu, dia nyariin gue lagi," balas Mora yang memelankan suaranya.

"Kenapa dia nanyain lo? Dia sendiri kan yang ninggalin lo karena anak  cheerleaders  itu." balasku.

Aku tertarik pembahasan ini. Sepertinya niatku untuk mengcomblangkan atau menjodohkan, ah apalah itu, akan aku tunda dulu. Atau mungkin tidak jadi.

"Dari semenjak Agil bilang gitu, gue jadi kepikiran sama dia terus. Perasaan gue jadi aneh rasanya," ujar Mora.

"Aneh apanya?"

"Gue masih suka sama Gery yang gak nganggep gue ada, tapi sejak Agil bilang tentang Adit, gue jadi kepikiran dia terus. Aneh kan?"

Aku menghela napasku. "Gak ada yang aneh perasaan. Wajar lah kalau lo kepikiran Adit setelah Agil bilang ke lo tentang dia."

Mora terlihat menenangkan pikirannya sendiri. Aku yakin dipikirannya banyak sekali pikiran. Dari tentang Adit, sampai permintaan orang tuanya yang menyuruhnya kuliah diluar negeri.

"Nih, minum. Tapi, kalau bisa ditenggak aja," ujarku ke Fian yang baru datang dan duduk dihadapaku.

Dia meluruskan kakinya lalu meraih air mineral yang aku sodorkan. "Makasih." Dia melirikku sambil tersenyum lalu minum langsung tanpa ditenggak.

"Ihh, Fian." Aku menepuk lengannya padahal dia masih minum. "Kan udah aku bilang jangan langsung dari botolnya."

Fian terbatuk pelan. Kemudian dia menatapku. "Kenapa? Kamu mau minum juga ya? Yaudah minum aja, Febby," kata Fian. Dia berdiri dan duduk disebelahku.

Aku memiringkan kepalaku dan berpikir. "Iya, ya. Kenapa aku protes?" gumamku.

"yan, lo emangnya selalu sparing sama anak Agungan doang ya?" tanya Mora ke Fian.

Fian menoleh ke Mora. "Masalah itu Agil yang ngurus. Kalau gue sih sama siapa aja gapapa," jawab Fian.

"Terus Agil ke mana, yan?" tanyaku ke Fian.

"Dia hari ini gak ikut, katanya lagi bantuin Bundanya. Waktu itu di tempat Bunda nya kan dia udah bilang, Feb," balas Fian.

Aku mengangguk-angguk, aku ingat tentang itu.

"Kalian jadi nikah gak sih? Gue jadi ragu nih," tanya Mora sambil menaikkan satu kakinya.

My Neighbor is Mine [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang