27. Berapa Rupiah Harga Kenangan?

50 13 9
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Syasya berjalan gontai dengan baju yang basah kuyup. Angin sore menembus kulit hingga membuat wajahnya pucat seperti mayat hidup. Kini, gadis itu telah sampai di depan rumah. Dengan tangan yang gemetar, ia mengetuk pintu.

"Syasya pulang," lirihnya.

Tak lama kemudian pintu terbuka dan menampakkan wajah Ivana.

"Ya ampun. Ayo cepetan masuk nanti masuk angin, lho!" ujar Ivana sambil menangkup kedua pipi Syasya.

Gadis itu pun duduk di kursi. Sedangkan Ivana mengeringkan tubuh Syasya menggunakan handuk.

"Bagus! Gini ni akibat gak ngedenger omongan orang tua!" ketus Rendra yang tiba-tiba datang.

Syasya hanya bisa menundukan kepala sembari meremas tangannya dengan kuat. "Maaf, Pa."

"Udah Pa jangan gitu, kasian Syasya," bela Ivana.

Rendra hanya menatap hambar kemudian duduk di sebelah Syasya.

"Besok jadwal kamu radioterapi. Nanti Papa yang minta izin sekalian jelasin sama guru kamu di sekolah," ujar Rendra sambil mengelus kepala Syasya.

"Papa mau kamu nurut, Sya. Ini demi kebaikan kamu juga. Papa gak mau bentak apalagi main kasar lagi, jadi Syasya harus paham ya kalau Papa bilangin," tutur Rendra.

"Iya, Pa."

"Ini ponsel kamu," ujar Rendra sambil menyodorkan ponsel kepada Syasya.

Gadis itu menatap ragu. Namun Rendra mengangguk. "Ambil, sayang!" ujarnya.

"Ma-makasih, Pa." Syasya pun memeluknya. Rendra mengelus pelan kepala putrinya.

"Kamu makan ya, habis itu istirahat," perintahnya. Syasya hanya mengangguk.

🎭

Di malam harinya, Syasya duduk di dekat jendela sambil memandangi keindahan komplek yang dipenuhi sorot lampu berwarna-warni. Dengan kedua telinga yang tersumpal earphone dan sebuah buku yang tak lepas dari genggaman, ia melipat kedua kaki sambil merasakan hawa dingin yang memberi rasa damai.

Awalnya Syasya takut kegelapan. Tapi semenjak mengenal lelaki itu, Syasya lebih suka menatap malam. Karena ia ada di sana sebagai rembulan. Namun sekarang, jangankan Syasya bisa menggapainya, melihat siluetnya saja ia tak mampu. Tuan Rembulan terlalu cepat pergi dan menghilang. Meski caranya memang egois, tetap saja lelaki itu sulit dilupakan.

Tiba-tiba Syasya mengingat sebuah cerita. Tentang rasa yang sulit dijabarkan akal. Namun begitu menggempur hati hingga relung terdalam. Sehingga kini ia masih saja berada di lengkung yang curam. Tak rela kehilangan kenangan kendati sang empu hati sudah hilang dari pandangan.

Masa Orientasi Siswa.

Mungkin masa itu akan menjadi masa terindah di mana seorang remaja labil mulai masuk Sekolah Menengah Atas. Satu pekan yang diisi oleh rangkaian kegiatan merepotkan atau bahkan memalukan namun begitu banyak memberikan kenangan. Memakai topi dari karton, rambut dikuncir dengan warna pita berbeda, kaus kaki yang pendek sebelah, bahkan tali sepatu yang diganti degan tali rafia.

Angkasa dan ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang