12. Tengah Malam

57 13 25
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Malam hari tiba. Langit sedikit gelap karena bulan malu-malu untuk memancarkan sinarnya. Bintang pun tak banyak hadir memeriahkan malam itu. Dan saat itulah, di tengah malam yang sunyi dan gelap, Syasya meringkuk tak kuasa menahan sakit dari kepala bagian belakangnya. Sakit bukan kepalang, matanya berkunang-kunang, serta tubuhnya terasa bagai melayang.

Bibir Syasya terkatup rapat, badannya bergetar hebat, tangan kecil itu meremas sprai dengan kuat. Seandainya ada seseorang yang dapat membantunya. Namun sial, Syasya selalu merasakan sakit itu di saat orang-orang tertidur lelap.

"Arrkhh," desisnya lagi-lagi.

Keringat dingin mengucur deras di sekujur tubuh Syasya. Samar, penglihatannya semakin hitam. Syasya berusaha bangkit tanpa pegangan. Meraba jalan yang nampak gelap gulita.

"Sshh, aduh."

Syasya lupa dengan kondisi kakinya yang terkilir. Ia pun berdiri sembari memegang nakas sebagai tumpuan. Lalu kembali duduk di ranjangnya untuk memokuskan pandangan. Seketika cahaya datang menyilaukan netranya agar beradaptasi. Nyaris saja, gadis itu mengira bahwa ia akan buta.

Dipandanglah jam yang menempel di dinding kamarnya. Nyaring terdengar suara jarum berdetak bak irama ejekan bagi Syasya. Suasana tengah malam selalu menjadi saat menyeramkan untuk seorang gadis penakut sepertinya.

Tok tok tok

Syasya terkejut bukan main mendengar suara ketukan dari kamarnya. Lagi-lagi suara ketukan itu terdengar, Syasya langsung bersembunyi di dalam selimut dan menutup telinganya kuat-kuat.

Klek

Gadis itu memejamkan matanya erat saat merasakan pintu kamarnya telah berhasil dibuka. Tiba-tiba sebuah tangan kekar menyibak selimut milik Syasya. Hal itu sontak membuat Syasya berteriak. Syasya yang masih ketakutan terus saja meracau tidak jelas. Suara tawa yang nampak familiar berhasil menyadarkan Syasya.

"Kamu kenapa, sayang?" tanya Rendra.

"Ish, Papa! Aku kaget tau," cicit Syasya.

"Maaf, sayang. Papa cuma mau cek kamu udah tidur apa belum."

"Tadinya udah, Pa. Tapi kebangun," lirih Syasya.

"Gara-gara apa?"

"Ehm ... aku mimpi buruk."

Gadis itu malah berbohong kepada Rendra.

"Oh gitu, makanya kalau mau bobo harus baca doa dulu, sayang."

"Iya, Pa. Aku lupa." Syasya menunjukkan deretan giginya.

"Ya udah sekarang kamu tidur lagi. Besok sekolah, kan?"

"Sekolah, Pa."

"Terus gimana kaki kamu? Masih sakit?"

"Masih sebenernya, tapi kan besok gimana?"

Angkasa dan ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang