36. Malam Penuh Luka

29 9 18
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Syasya terbangun dari tidurnya. Pagi yang indah dengan cahaya yang terang namun terasa temaram baginya. Ia merasa gelap dan perih. Penat sekaligus letih. Isi kepalanya masih dipenuhi dengan pertanyaan yang sama tentang mengapa, mengapa, dan mengapa. Hingga akhirnya meledak.

Tiba-tiba pintu terbuka, Syasya merasa heran karena kemarin ia mengunci pintu itu dari dalam. Bi Ratri nampak terkejut melihat kondisi dan kekacauan di kamar Syasya sekarang.

"M-maaf, Non. Bibi kira Non masih tidur," lirihnya.

"Kok bibi bisa buka pintunya?" tanya Syasya.

"Bapak yang kasih kunci duplikatnya waktu itu," ungkap Bi Ratri.

"Oh ya?" Syasya bangkit dari tidurnya. Bi Ratri hanya mengangguk.

"Non, ini dimakan dulu. Jangan sampai telat makan, lho." Bibi pun meletakkan nampan berisi sepiring makanan dan segelas air putih itu di atas nakas yang berada di sebelah kasur milik Syasya.

Gadis itu hanya tersenyum kecil namun tak langsung menyantapnya. Jangankan untuk makan, bernapas saja sudah malas rasanya.

"Bibi izin beresin kamar Non ya, sekarang Non makan dulu."

"Aku gak mau makan," tolak Syasya.

"Nanti Non sakit lho," bujuk Bi Ratri. Syasya menggeleng cepat sambil menekuk wajahnya.

"Ya udah, nanti Non makan kalau udah mau, ya."

Syasya bergeming. Sedangkan Bi Ratri membereskan kamar Syasya yang berantakan. Gadis itu hanya terdiam di sudut kasur sambil memperhatikan Bi Ratri.

"Non, ini hp-nya. Coba diperiksa, masih nyalah, kah?" Bi Ratri menyerahkan ponsel Syasya yang terpisah bagiannya satu sama lain.

Syasya bahkan lupa dengan kondisi ponselnya sendiri. Semalam ia langsung ketiduran dan tak ingat apapun lagi. Gadis itu pun memasangkan casing ponselnya yang terpisah, lalu mulai menyalakannya.

"Bisa, Non?" Bi Ratri kembali memandang anak majikannya.

Syasya hanya menggeleng kemudian menyimpan ponsel itu di dalam laci. Bi Ratri memasang wajah bingung. Tapi Syasya menyuruh Bi Ratri untuk meneruskan pekerjaannya, sedangkan Syasya mulai berdiri untuk membersihkan dirinya.

"Syasya mandi dulu ya, Bi. Soal ponsel, Syasya masih punya satu lagi."

Bi Ratri pun menoleh. Wanita paruh baya itu memandang wajah Syasya lekat. "Mukanya pucet banget. Non gak apa-apa, kan?" tanyanya risau.

Syasya hanya menggeleng kecil. Melangkah sambil berpegangan ke dinding. Tubuhnya terasa sangat lemas. Belum sempat Syasya meraih knop pintu, kepalanya terasa sangat pening. Tubuhnya ambruk begitu saja, rasanya seperti sadar tak sadar.

"Ya Allah, Non." Bi Ratri memekik. "Non pusing?" tanyanya sambil menangkup kedua pipi Syasya.

Pandangan gadis itu memburam. Syasya merasa pasokan oksigen ke paru-parunya sangat minim sekarang, sesak sekali rasanya. "Bi?" lirihnya.

Angkasa dan ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang