35. Satu Jam di Hari Minggu

26 10 14
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Akhir-akhir ini cuaca di ibu kota begitu panas. Syasya memilih untuk berteduh di depan toko buku sambil menunggu jemputan Mang Karto tiba.

"Sya, Syasya!"

Suara keras itu membuat Syasya menoleh. Dengan nafas terengah-engah, gadis dengan kemeja hitam berlari menuju ke arah Syasya. Rupanya dia Iren.

"Sya, gawat! Lo harus tau ini, tadi gu–"

"Coba tenangin diri dulu, Ren! Baru deh cerita, aku gak paham tau," potong Syasya.

Iren menarik nafasnya lalu berdiri tegak. Selepas itu ia mengutarakan tujuannya. "Gawat, Sya. Lo harus hati-hati sekarang!" titahnya.

"Maksud kamu? Hati-hati apa?"

"Barusan gue denger Vanya sama Panca ngomongin lo."

"Panca siapa?"

"Anggota geng Eagle Eight. Dia tadi ngerencanain sesuatu sama Vanya buat celakain lo." Iren masih menunjukkan raut khawatirnya.

Syasya terdiam sejenak. Kembali mengingat semua personel geng Atha. Lalu ia teringat kejadian di Arizon saat mengikuti kompetisi. "Setau aku Panca udah keluar dari geng itu. Aku liat sendiri malahan," ungkapnya.

"Sekarang ini gak penting ngomongin dia, Sya. Pokoknya lo harus hati-hati! Mereka punya niat buruk sama lo." Iren bersikukuh untuk meyakinkan Syasya.

"Emangnya mereka bicarain apa?"

"Pokoknya gue gak tau pasti. Cuma mereka lagi nyusun rencana buat hancurin lo diem-diem. Gue gak paham. Tapi kayaknya sasaran mereka bukan lo aja deh," ungkap Iren.

Syasya tidak langsung percaya. Karena Iren sekarang sudah menjadi bagian dari geng Vanya. Lantas jika ternyata Iren yang mempunyai niat buruk bagaimana?

"Aku gak tau, Ren. Tapi masa sih mereka sampai punya niat kayak gitu? Gak mungkin deh rasanya. Lagipula masa iya Vanya bisa kenal sama Panca. Mereka kan gak kenal sebelumnya," tampik Syasya.

"Masa lo gak paham, Sya? Vanya kan selalu ngehalalin segala cara supaya lo menderita. Emangnya lo gak ngerasa kalau dia itu bahaya buat lo? Kalau soal mereka bisa kenal ya gue gak tau, tapi gak ada yang gak mungkin, kan?" Iren nampak kesal dengan jawaban Syasya yang meragukan dirinya.

Syasya menjadi bingung sekarang. Ucapan Iren memang benar soal Vanya, tapi haruskah Syasya mempercayai Iren kali ini?

"Ehm, iya deh. Tapi aku ragu karena aku gak bisa percaya gitu aja kalau gak liat sendiri." Syasya menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal.

"Ah, nyesel gue gak fotoin tadi. Gue bener-bener gak mau lo kenapa-napa, Sya. Walaupun gue ada di geng Vanya, tapi gue sama sekali gak kayak mereka." Iren mendecak sebal.

'Maksudnya? Selama ini dia peduli sama aku? Terus kenapa dia gak pernah coba buat belain aku atau temenin aku?' batin Syasya.

"Bukan gitu, Ren. Aku gak mau kalau aku malah gegabah nantinya," lirih gadis itu.

Angkasa dan ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang