43. Lagu untuk Arunika

33 9 24
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Hari ini Rendra dan Ivana mengundang Atha serta Elzan untuk makan siang bersama mereka. Syasya merasa sangat senang karena akhirnya Rendra dapat bersikap baik kepada Atha. Sekarang, semua pemikiran buruk dari Rendra terhadap Atha sudah tidak ada lagi.

Setelah acara makan selesai, Rendra dan Ivana sedang berbincang dengan Elzan dan Atha. Sedangkan Syasya mendadak tidak tenang sekarang, entah karena apa.

Drrt drttt

Gawai Syasya bergetar. Rupanya ada telepon masuk. Gadis itu pun meminta izin kepada untuk mengangkat telepon tersebut ke taman belakang rumahnya.

"Hallo, Sya. Ini dokter Hana," sapa seseorang dari ujung sana.

"Maaf, ada apa, dok?"

"Kamu bisa datang besok ke RS? Kita mulai buat kemo. Kamu siap, kan?"

Hati Syasya langsung terasa sesak. Takut sekali rasanya. "Iya, dok. Besok Syasya ke sana," lirihnya.

"Jangan lupa sarapan dulu sama istirahat yang cukup."

Telepon pun ditutup. Syasya mengusap wajahnya dengan kasar lalu melangkah menuju kursi di dekat ayunan.

'Sekarang aku harus gimana? Aku bener-bener bingung,' batinnya.

"Kenapa, Kak?" tanya Atha seraya meletakkan secangkir cokelat panas di hadapan Syasya.

"Aku gak apa-apa." Gadis itu menghindari tatapan mata Atha.

"Kalau aku punya mesin pendeteksi kebohongan, pasti lampu mesin itu nyala," goda Atha.

Syasya mengernyit heran. "Maksud kamu, aku bohong gitu?" tanyanya.

Atha hanya menganggukan kepalanya sembari menegak secangkir kopi di tangannya. Syasya hanya bisa terdiam sekarang.

"Diminum dulu! Aku udah bawain." Atha menunjuk secangkir cokelat panas yang sebelumnya sudah ia sajikan.

Syasya sambil mendekatkan cangkir itu ke mulutnya. "Makasih, Tha."

"Kalau ini soal tindak lanjut pengobatan, lebih baik Kakak jangan takut. Banyak yang peduli sama Kakak, termasuk orang yang ada di depan Kakak ini," ujar Atha.

Syasya tergemap. Berhenti menyeruput cokelat panas itu lalu meletakkan kembali cangkirnya di atas meja. Perlahan, pandangannya menatap Atha lekat.  "Mama sama Papa gak tau soal ini," lirihnya.

Angkasa dan ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang