8. Kedatangan Els Dragon

78 14 13
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Atha menggeliat ketika merasakan ada setitik cahaya menembus netranya yang sedang terpejam. Menyadari mentari sudah agak meninggi, anak itu bergegas untuk membersihkan dirinya. Senyumannya tak pudar sedari tadi, ia berencana untuk pergi ke rumah Syasya setelah ini.

Sedangkan Elzan nampak semakin kacau. Suasana hatinya menjadi tak keruan semenjak kepergian Atha dari rumah. Berkali-kali ia menelepon Atha, namun Atha selalu menolak teleponnya. Tak cukup hanya itu, banyak sekali pesan dari Elzan yang Atha abaikan.

"Ayah, aku mau ke rumah temen. Boleh, kan?" tanya seorang gadis dengan wajah cerianya.

"Jangan lama-lama ya. Kamu tega tinggalin ayah sendiri?" tanya Elzan lembut.

"Aku gak lama kok. Mungkin jam 1 aku pulang."

"Bagus deh. Mau Ayah anterin?"

"Gak usah. Aku naik motor sendiri aja."

"Ya udah kalau gitu. Hati-hati ya, sayang." Elzan berpesan.

"Bye, Ayah."

Elzan merengut, senyum yang semula ia pasang di depan anak gadisnya kini pudar kembali. Lagi-lagi ia membuka isi laci, mengambil sebuah bingkai foto, lalu memeluknya dalam.

"Seandainya dulu kamu gak datang di hidupku, mungkin sekarang gak akan jadi serumit ini," gumam Elzan.

Elzan kembali mengambil ponselnya, mencari nomor Atha lalu menghubunginya. Terdengar nada sambung, tapi anak lelakinya itu tak kunjung juga mengangkat. Lagi-lagi panggilan terputus. Elzan nampak gusar, ia menghubungi Atha lagi, jika anaknya tak mengangkat juga, ia berjanji tak akan mencoba meneleponnya lagi.

Nasib baik, di tengah rasa ragu yang menyelimuti hatinya, ternyata Atha merasa risih lalu mengangkat telepon dari ayahnya itu.

"Ada apa, Yah?" tanya Atha dingin.

"Kamu dimana? Ayah mau bicara."

"Ayah gak usah hubungi aku lagi, katanya gak mau dierepotin."

"Tha, bukan gitu maksud ayah."

"Terus?"

" ... "

"Kalau gak penting lebih baik Atha tutup teleponnya."

"Tunggu, Tha!"

"Ayah minta maaf. Ayah nyesel. Ayah sayang sama kamu."

Sebelah bibir Atha terangkat naik, ia tertawa dengan linangan air pada kedua netranya.

"Gimana, Yah? Atha gak denger," cicit Atha.

"Bukannya Ayah cuma sayang sama anak perempuan Ayah ya? Padahal di sini siapa sih yang anak–"

"Tolong, Tha. Jangan bilang gitu, Ayah beneran minta maaf. Kamu pulang, ya."

"Aku gak bisa. Muak banget liat perhatian Ayah yang gak pernah seimbang. Aku juga pengen diperhatiin, aku pengen dipeduliin, aku juga pengen didukung. Dari dulu aku pengen bilang ini, aku capek. Tau gak alasan aku gak nyaman di rumah? Karena aku ngerasa asing di sana. Aku anak Ayah, kan? Kenapa Ayah cuma peduli sama cewek yang harus aku sebut kakak?"

Angkasa dan ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang