17. Berbagi Cerita

1.2K 146 2
                                    

______________________________
"Karena aku hanya ingin berbagi segalanya tentang kehidupanku denganmu" ~ Ansel ~
________________________________

Setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda, prinsip yang berbeda, jalan tempuh yang berbeda dan bahkan tujuan juga berbeda. Takdir terkadang suka bercanda dengan kehidupan, lucunya manusia tetap berperan mengikuti alur ceritanya. Kini seorang laki-laki tengah bergelut dengan pikirannya sendiri, dimana perasaan yang baru ia sadari namun sepertinya telah terlambat.

"Hei, kalau boleh tau kita akan kemana hari ini?" tanya Ansel kepada ketiga gadis yang saat ini bersama dengannya dalam mobil yang ia kemudikan.

"Kita mau ke suatu Masjid yang punya kisah bagus dan tidak banyak orang tau kisah itu Ans, kamu nggak apa-apa 'kan?" jawab Arsyila dan membalikkan pertanyaan.

"Nggak apa-apa, Masjid adalah tempat yang ramai, tapi seperti membawa kesan damai dalam hati meskipun baru memasuki perkarangannya," ujar Ansel.

"Hm, rumah Allah memang selalu membawa kedamaian bagi siapa saja yang berkunjung, apalagi sampai seseorang beribadah di dalamnya, seperti tidak ingin pergi Ans," tutur Arsyila dengan lembut.

"Iya Ansel, yang dikatakan Arsyila itu bener banget. Kamu 'kan beberapa kali ikut kita ke Masjid tuh ya, gimana perasaan kamu?" kini Anggi ikut menimpali.

"Sebelum dengan kalian, gua juga dulu sering banget ke Masjid. Salah seorang teman gua yang berasal dari Yaman sering singgah ke Masjid setiap waktu salat telah tiba. Gua tanpa ragu ikut dia dan menunggu di teras Masjid. Gua dulu sempat berpikir, kenapa banyak orang yang bilang akan terancam jika bersama dengan umat muslim, nyatanya gua malah merasa aman dengan teman muslim gua itu dan sampai sekarang gua baik-baik aja," ujar Ansel.

"Mereka yang menganggap itu belum mengerti Ans. Mereka hanya mendengar, namun tidak melihat dan merasakan yang sebenarnya. Islam adalah agama yang selalu membawa kedamaian. Bukan karena aku seorang umat muslim, tetapi memang itulah kenyatannya. Islam selalu mengajarkan kami untuk berbuat baik kepada siapapun dan tidak boleh menyakiti siapapun," jelas Arsyila.

"Yaps, that's right. Apa yang Arsyila katakan itu sangat benar. Aku bahkan membaca beberapa buku-buku mengenai Nabi Muhammad. Nabi yang bahkan tidak ada rasa benci pada orang yang telah menyakitinya dan bahkan meminta ampunan ke Tuhan terhadap orang-orang yang udah menyakiti beliau. Nih ya Ans, misal ada orang yang melempar kotoran ke kamu, apakah kamu akan marah?" ujar Neara membenarkan perkataan Arsyila.

"Ya jelas marahlah Ra, gua bakalan pukul habis-habisan orang yang berani berbuat kaya gitu," tegas Ansel.

"Kamu tau Ansel? Nabi Muhammad diperlakukan seperti itu, namun ia tidak marah sama sekali, bahkan ketika ada pengemis buta yang menghinanya dan mencacinya, Nabi Muhammad tidak marah sama sekali dan bahkan dengan sabar memberi makan pengemis buta itu dengan kelembutan."

"Wah, hebat! baru ini gua denger ada yang kaya gitu."

"Itu benar Ans. Apa yang diceritakan Neara itu sangat benar. MasyaAllah Neara, kamu bahkan sudah tau banyak kisah tentang Rasulullah sallallahu alaihi wassalam," ujar Arsyila dan merasa sangat kagum terhadap apa yang Neara katakan.

Perbincangan mereka terus berlanjut, Arsyila berkali-kali dibuat terkejut dengan pemahaman Neara yang cukup luas dalam mengenal Islam. Tapi memang benar adanya, Neara adalah gadis yang cerdas untuk mempelajari segala hal yang ingin diketahuinya. Arsyila kagum dengan gadis Turki yang baru beberapa hari ia kenal tersebut. Gadis yang memberi pelajaran tersendiri, dimana keingintahuan ia terhadap Islam harus disembunyikan dari kakeknya.

Ketiga wanita dan satu orang laki-laki itu kini saling bercengkrama, berbicara banyak hal mengenai kisah-kisah Nabi dan para sahabatnya. Ansel yang mendengar semua hal tersebut merasa kagum. Sebelumnya memang ia pernah mendengar sedikit mengenai kisah Rasulullah tersebut, namun tidak begitu banyak saat ia masih menjadi seorang mahasiswa di UK dan memiliki salah satu teman Muslim berasal dari Yaman.

Ansel tersenyum simpul mengingat temannya tersebut. Bahkan dia sempat berpikir, jika saja ia bertemu dengan temannya tersebut maka ia akan menceritakan soal Arsyila kepadanya.

"Sampai depan nanti, stop ya Ansel. Kita sampai sini saja karena kita akan lanjut naik kapal,"ujar Neara.

"Oke siap."

"Wahhh pasti seru banget nih Syil, kita naik kapal yang seperti sering kamu tunjukin di media sosial itu," seru Anggi dengan sangat senangnya.

"Iya Nggi, Aku juga snagat senang. Oh iya, nanti kita ambil foto yang banyak ya," timpal Arsyila yang tidak kalah bersemangat.

Arsyila memandangi ombak laut Turki yang dimana walaupun panas tapi terasa sejuk. Banyak burung-burung yang berterbangan di atas lautan menunggu ikan muncul sedikit ke permukaan laut atau makanan yang di berikan oleh para wisatawan dari kapal.

Mereka berempat turun dari mobil. Mereka saat ini hendak menyebrang ke sisi Eropa Turki, tetapi sebelum itu Neara mengeluarkan beberapa lembar TL (Turkish Lira) dan memasukkannya ke Vending machine. Setalah itu keluarkan sebuah kartu Istanbulkart dari bawah mesin, kartu ini semacam e-money dan bisa digunakan untuk semua transportasi mulai dari metro, bus dan kapal.

Saat ini mereka berada di Kadıkoy karena ingin menaiki kapal menuju area Sultan Ahmed Istanbul dengan menggunakan kapal. Hari yang mereka pilih saat ini adalah hari kerja, sehingga tidak banyak orang atau pengunjung yang menaiki kapal. Kapal yang mereka naiki memiliki 2 lantai, dimana lantai satu banyak penjual makanan, minuman bahkan penyanyi grup yang menyanyikan lagu-lagu khas itu.

Arsyila sedang berada di lantai 2 kapal dan melihat pemandangan yang sangat menakjubkan. Begitu banyak pengunjung yang melepar roti ke arah burung-burung dan hal itu menambah kesan indah tempat ini.

"Syila, apa lo merasa sangat senang?" tanya Ansel secara tiba-tiba ketika melihat Arsyila terus menerus tersenyum.

"Sangat senang, Ans. Oh iya, Anggi sama Neara tadi kemana?" balas Arsyila dan kembali bertanya soal keberadaan teman-temannya.

"Mereka ke bawah, katanya mau beli minum dan makanan."

Arsyila hanya mengangguk karena dia sudah beli makanan, tetapi makanan itu malah ia berikan pada burung-burung yang berterbangan. Dia juga tidak lupa mengambil gambar pemandangan cantik itu.

"Syil, lo tau nggak? Gua sangat membenci Papa," ujar Ansel secara tiba-tiba dan membuat Arsyila menoleh ke arahnya.

"Kenapa, Ans? Apa yang membuatmu sangat benci pada papa kamu sendiri?" tanya Arsyila dan Susananya menjadi serius. Senyum Arsyila hilang dan fokus melihat aura muka Ansel yang nampak sama serius seperti dirinya.

"Gua benci banget dengan dia, Syila. Tadinya gua kagum dan bangga punya papa kaya dia, tapi semua berubah saat mama gw sakit. Papa gua adalah dokter yang hebat bahkan ia juga punya sebuah rumah sakit. Gua sangat bangga, tetapi saat mama sedang kritis dan butuh semua keluarga ada di sampingnya, papa malah pergi dan mementingkan pekerjaannya."

"Dia dipuji banyak orang karena kehebatannya sebagai dokter, tapi dia tidak bisa menyembuhkan istrinya sendiri. Mama gua akhirnya meninggal tanpa ada papa disampingnya sebagai suami yang menguatkan dia untuk bertahan. Hal yang paling bikin gua benci adalah ketika dia bahkan hanya diam dan tidak menangis atau sedih melihat jenazah mama. Setelahnya pun, dia melakukan kegiatan seperti tidak terjadi apa-apa," lanjut Ansel.

Arsyila terdiam mendengarkan semua yang Ansel ceritakan padanya. Dia tau rasanya kehilangan orang yang sangat disayangi, tetapi bukan berarti menyalahkan orang lain atas kehilangan itu.

"Maaf sebelumnya, Ans. Apa kamu tau alasan dibalik soal papa kamu yang tidak ada disamping mama kamu?" tanya Arsyila secara hati-hati.

"Gua gak tau dan juga nggak mau tau soal itu,"

°°°
Hai Hai sahabat TA-67
Maafkan Author yang terlambat untuk update 🙏😪
.
.
.
Tapi tenang aja, up nya 2 part sekaligus kok hehe
Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya ya 😇
Bye bye see you 😘

Turkish Airlines-67 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang