___________________________________
Terlihat tidak menangis buka berarti tidak bersedih
Terlihat diam bukan berarti baik-baik saja
___________________________________Arsyila mengehembuskan napas secara perlahan. Dia tau bahwa Ansel sebenarnya hanya merasa kecewa pada papanya saja. Ansel yang biasa terlihat usil dan menyebalkan, kali ini sangat berbeda. Ada begitu besar kekecewaan yang ia pendam begitu dalam.
"Ceritakan semuanya, Ans. Ceritakan semuanya jika itu bisa membuatmu tenang dan sesak di hatimu berkurang," ujar Arsyila dengan sangat lembut.
"Gua sangat benci dengan dia, Syil. Gua sangat membencinya, Gua selalu melarikan diri darinya dan tidak ingin bertemu dengannya. Bohong jika dia dokter yang hebat, dia bahkan tidak bisa membuat mama sembuh. Dia juga meninggalkan mama di detik-detik kematiaannya," jelas Ansel dengan semua rasa kecewanya.
"Sudah? Apa masih ada yang ingin kamu ceritakan lagi?" tanya Arsyila.
"Sudah."
"Apa kamu tau, Ans? Kesedihan tidak harus diperlihatkan, rasa sakit dan kehilangan tidak harus diberitahukan. Ada sesuatu yang kita tidak tau, tapi itu sangat penting."
"Apa maksud lo, Syil?" tanya Ansel yang melihat Arsyila.
"Ketika kita kehilangan orang yang sangat kita cintai itu sangat berat, bahkan ada yang sampai tidak mengekspresikannya tapi begitu dalam dirasakan. Rasa kehilangan itu bahkan bercampur menjadi satu dengan rasa kecewa dan penyesalan,"
"Pasti ada alasan mengapa papa kamu tidak ada saat masa kritis mama kamu. Dia memang dokter yang hebat tapi bukan berarti takdir hidup orang ada padanya. Dia juga manusia biasa, dia juga pasti sama seperti kamu yang merasakan betapa kehilangannya dia. Wanita yang begitu sangat dia cintai harus meninggalkannya," jelas Arsyila dengan sangat hati-hati dan tutur kata yang lembut.
"Gua nggak tau,"
"Mungkin suatu saat nanti kamu akan mengerti segalanya, Ans. Masih belum terlambat untuk kamu berdamai dengan diri kamu sendiri dan juga papa kamu. Tanyakan padanya dan bicaralah padanya."
"Hei, sebentar lagi kita akan sampai. Lihatlah kubah masjidnya terlihat dengan jelas bukan?" ujar Anggi secara tiba-tiba datang dari arah belakang mereka.
"Wah kamu benar, tapi kalian dari mana? Kenapa kalian lama sekali di bawah?" tanya Arsyila dan mengambil botol minum yang Anggi bawa.
"Aku dan Neara tadi sedang asik menyaksikan karaoke di bawah," balasnya dan mendekat ke arah telinga Arsyila,"kamu tau nggak? Jujur ya, tadi penyanyinya ganteng tau, muka-muka turki bener deh pokonya," lanjutnya secara berbisik.
"Astaghfirullahaladzim, Anggi. Jaga pandangan kamu, ukhtiku sayang,"
"Astaghfirullah, iya Syila. Aku khilaf tadi, tapi sayang kalau nggak dilihat 'kan?" sesal Anggi tapi masih beralasan.
Arsyila yang mendengar penuturan temannya itu hanya menatap terkejut dan menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya temannya bilang mubadzir? Tingkah Anggi memang suka bikin Arsyila merasa gemas, tapi ia sangat sayang dengan sahabatnya ini.
Kini mereka akhirnya sampai di bagian Eropa dari Turki. Area ini sering sekali menjadi tempat tujuan para wisatawan yang berkunjung ke Negara seribu masjid ini. Mereka biasanya bersama tour gate, tapi karena ada Neara yang penduduk asli Turki membuat mereka berjalan-jalan secara mandiri.
***
Turki adalah Negara yang sangat indah dengan pemandangan berbagai banyak kubah masjid hampir di setiap sudutnya. Arsyila berjalan dengan terus memotret berbagai pemandangan yang tersaji memanjakan mata yang melihat. Asyiknya dia memotret melupakan Anngi dan Neara yang sudah pergi terpisah darinya.
"Wah ini gambarnya benar-benar bagus ya," ujar Arsyila.
"Mana? coba lihat!"
"Loh, Ans. Mereka berdua kemana?"
"Makanya jangan terlalu fokus memotret, mereka tadi mau nyari apa gitu," jawab Ansel yang berjalan di sampingnya. "Eh kita beli teh Apel yuk," lanjut Ansel.
"Boleh,"
"Syila, gua mau tanya sesuatu boleh?"
"Ya boleh dong Ans,"
"Ketika perempuan dan laki-laki beda keyakinan, apakah mereka bisa bersama?" tanya Ansel berbicara seraya melangkahkan kakinya tanpa menoleh ke arah Arsyila.
"Bersama dalam hal apa? Teman atau hubungan?" bukannya menjawab, Arsyila malah bertanya kembali ke Ansel.
"Hubungan, seperti menikah misalnya?"
"Nggak bisa,"
"Kenapa?"
"Ya karena nggak bisa, menikah itu artinya suatu hubungan yang dijalankan untuk satu tujuan. Jangankan tujuan, Tuhannya saja sudah berbeda lalu bagaimana tujuannya akan sama?"
Ansel menyerap kata-kata Arsyila dengan tatapan tanpa arti. Tujuan? Bahkan ia masih belum sepenuhnya menemukan tujuan hidupnya, bagaimana dengan tujuan dalam suatu hubungan? Ansel melangkahkan kakinya secara perlahan berjalan beriringan dengan Arsyila. Dia sendiri bahkan mulai bimbang dengan tujuannya hidupnya.
"Syil, jika ada laki-laki yang mengajakmu menikah, apakah kamu akan langsung menerimanya?" tanya Ansel secara tiba-tiba.
"Aku akan minta petunjuk dulu pada Rabb-ku, Ans. Oh iya, kebetulan bulan depan aku akan menikah. Kamu di Turki sampai kapan kira-kira, Ans? Aku ingin mengundangmu dan juga Neara ke acara pernikahanku," jawab Arsyila dengan kedua sudut bibir yang terangkat membentuk sebuah senyuman indah khas gadis itu.
Ansel terdiam dan menghentikan langkahnya.
"Ans? Kok berhenti? Ada apa?" tanya Arsyila membalikkan badannya melihat Ansel yang berhenti melangkah.
○○○
KAMU SEDANG MEMBACA
Turkish Airlines-67 (END)
SpiritualeBaca 3 Part dulu ya, kalau suka cus lanjutkan 😁 Btw jangan lupa follow ya .... Belum revisi ⚠️ _________________________________________ Ansel seorang laki-laki yang lekat dengan kehidupan malam tidak sengaja bertemu dengan gadis muslim pada perja...