Part 8

7.1K 451 0
                                    

Malam sudah menunjukkan jam setengah dua. Sudah dini hari. Tapi mata Digo tidak juga bisa terpejam. Sesosok bayangan terus mengganggu pikirannya akhir-akhir ini. Sosok yang mampu membuatnya tersenyum geli hanya dengan mengintipnya saja. Sosok yang unik, cantik, mungil, putih, bermata bening dan bibir tipis yang dengan mudah merekah membentuk lengkungan dengan kedua sudutnya keatas.

Digo membalik badannya, mencoba pindah posisi. Ia teringat raut wajah datar yang ditampilkan gadis itu saat kejadian memalukan di lobby kantornya tempo hari, yang membuatnya ingin tau pendapat gadis itu tentang pandangannya terhadap Luna dan dirinya.

Digo tau, gadis itu berusaha mengelak menjawab. Tapi Digo terlalu penasaran dengan isi kepala cantik itu tentang kejadian itu. Dan jawaban yang ia dapat sama sekali tidak mencerminkan isi hatinya.
'Ia mencintai Bapak!'

Jawaban singkat yang mengisyaratkan bahwa ia tidak ingin terseret dengan masalah pribadi orang lain.

Digo berbalik posisi kembali. Dipejamkannya mata dan menyerah untuk mengusir sosok cantik itu dari otaknya. Membiarkan alam pikiran bawah sadarnya membawa serta gadis itu ke alam mimpinya.

-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Sisi sedang menikmati makan siangnya di kantin kantornya ketika Digo masuk ke kantin, memesan makanan dan menghampirinya.

"Si, aku boleh duduk disini?" tanya Digo menatap Sisi meminta persetujuan.

Sisi mengangguk tersenyum tipis.

"Boleh kok, Pak. Kantin ini kan bukan punya saya," sahut Sisi kalem sambil mengaduk es sirup lemonnya.

"Kok kamu sendirian?" tanya Digo tersenyum melihat Sisi makan sendirian di kantin, sementara yang lainnya duduk bergerombol dengan teman mereka masing-masing.

"Tadi sih sama Jane, tapi dia kembali duluan, Pak. Banyak kerjaan katanya," sahut Sisi menyeruput minumannya, sementara pesanan Digo yang baru saja diantar langsung disantap dengan lahap oleh Digo.

"Nanti pulang kerja, bisa nemenin aku gak, Si?" tanya Digo sambil mengaduk minumannya sebelum meneguknya hingga tinggal separuhnya.

"Kemana, Pak?" tanya Sisi menautkan alisnya.

"Ke acara pembukaan cafe milik Levin," sahut Digo berharap Sisi mau ikut dengannya.

"Tapi Pak..." Digo mengangkat telapak tangannya menghentikan apapun yang akan dikatakan Sisi.

"Kamu nanti pulangnya aku antar, lalu jam tujuh aku jemput. Gimana? Apa waktu yang aku berikan cukup?" tanya Digo enggan menerima penolakan.

"Mmm.... Cukup Pak. Tapi sebaiknya saya pulang sendiri, dan saya akan langsung ke cafe saja," kata Sisi enggan.

"Kalau kamu pulang sendiri, itu makan waktu lama. Sudahlah, nanti pulang kerja, aku antar kamu pulang sekalian," putus Digo membuat Sisi bungkam.

Dan benar, saat jam pulang, seluruh staff memandang Sisi yang masuk ke mobil Digo dengan buru-buru dan segera melesat dari situ.

Para staff lainnya saling pandang satu sama lain melihat kejadian langka itu. Bukan hanya karena Sisi satu mobil dengan atasannya diluar jam kerja, tetapi juga merasa aneh melihat sang atasan tersenyum lebar melihat Sisi dengan muka cemberut terpaksa masuk ke mobilnya.

Selama ini Digo selalu menampilkan image penuh wibawa pada para staff nya. Digo tidak pernah tertawa melebihi porsi seharusnya. Tapi ia juga ramah, tidak sombong. Hanya dalam partner kerja saja ia sedikit lebih bersifat perfeksionis. Sekretaris nya selalu berganti-ganti karena alasan kurang rapi lah, kurang luwes lah, kurang cekatan lah, banyak sekali alasan yang mengakibatkan sekretaris nya terus gonta ganti. Sehingga kerap kali setiap ada sekretaris baru, dibuat taruhan oleh staff lain, berapa lama Digo bertahan dengan sekretaris nya. Selama ini, Digo hanya bisa bertahan paling lama dua bulan.

Dan sekarang, para staff sudah ribut bertaruh atasan mereka bisa bertahan berapa lama dengan Sisi.

BERSAMBUNG...

MAKE YOU LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang