Part 38

5.8K 380 12
                                    

Dua cangkir kopi masih mengepul di hadapan mereka. Digo menyesap sedikit setelah meniupnya pelan. Tatapannya kembali pada gadis dengan rambut berombak berwarna kemerahan dihadapannya.

"Apa gue nyakitin Sisi lagi?" tanya Digo gelisah.

"Gue gak tau. Tapi seharusnya nggak sih. Sebaiknya lo ketemu lagi deh sama dia," Joan memberi saran.

"Kalau gue sih mau banget. Gue gak bisa jauh-jauh dari dia. Gue sayang banget sama dia. Kalau nurutin hati sih gue pengen culik dia dan ngurung dia berdua sama gue selamanya!" mata Digo menyiratkan kegelian karena ucapannya sendiri.

"Gimana kalau gue atur lagi pertemuan lo sama dia?" Joan menawarkan.

"Boleh. Tapi kalau bisa jangan ditempat terbuka. Gue gak mau lari-larian ngejar dia dengan kaki terpincang-pincang lagi. Susah tau!"

"Hahaha... Lo sih main peluk-peluk, masih untung kaki lo gak di amputasi!" kata Joan ngakak.

"Enak aja amputasi! Emang segampang itu apa?" omel Digo.

"Oke deh... Kali ini di tempat tertutup," Joan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum geli.

"Thank's Joan. Awalnya gue kira lo jutek abis, ternyata lo baik!" puji Digo tulus.

"Don't judge the book by the cover! Duh... Gue ngomong apaan sih? Hehehe... Tapi ngomong-ngomong, kok gue berasa kaya double agent ya?" Joan terkekeh geli.

"Emang Denis nyuruh lo ngawasin Sisi? Atau gue?" tanya Digo yang dijawab gelengan oleh Joan.

"Nggak sih. Denis cuma sering nanya Sisi lagi ngapain. Sisi udah bisa senyum belum. Apa Sisi ke Eiffel lagi atau nggak. Dan buntut-buntutnya dia selalu minta gue buat jagain Sisi. Lo bayangin aja, emang gue ada potongan baby sitter?" Joan memonyongkan bibirnya.

"Hahaha... Lo itu kocak ya? Beruntung Denis punya temen kaya lo!" Digo mengacungkan jempolnya pada Joan yang meringis mendengar pujian Digo.

"Udahan deh muji nya... Ntar gue besar kepala nih. Iya kalo cuma besar kepala doang, kalo malah jatuh cinta sama lo, gimana?" kata Joan santai.

"Uhuk..uhuk...uhuk... Apa lo bilang?" Digo tersedak mendengar perkataan Joan yang terakhir.

"Hahaha... Biasa aja dong! Tenang aja, gue gak akan ganggu lo sama Sisi kok. Lagian, lo bukan tipe gue!" cibir Joan mengejek.

"Huuuuftt.... Syukurlah kalo gue bukan tipe lo. Soalnya gue liat-liat, lo ada aura yang agak-agak mengerikan gitu," jawab Digo memandang Joan yang melotot ke arahnya.

"Lo kira gue si kunti apa?" sentak Joan yang ditanggapi tawa oleh Digo.

Keduanya nampak ngobrol seru. Sejenak Digo melupakan perasaan gundahnya. Sebelum ia kembali pada kenyataan bahwa Sisi masih belum bisa menerima permintaan maafnya.
Dan ternyata ngobrol dengan Joan itu enak juga. Orangnya easy going, hingga mampu membuat Digo merasa nyaman tanpa melibatkan perasaan lain selain pertemanan.

-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Udara dingin menerpa wajah Sisi sekeluarnya dari rumah mode Jaqueline. Joan meminta menggantikannya di shift pagi. Jadilah sekarang ia pulang menjelang petang. Kata Joan, ia ada janji dengan temannya.

Sisi mempercepat langkah. Dirapatkannya jaket tebalnya dan memasukkan tangannya ke saku. Ia ingin buru-buru sampai ke apartemen. Udara dingin sudah mulai menusuk tulang.

"Gue pulaaaang!" teriak Sisi, tapi tidak ada sahutan. Lampu apartemen menyala, tapi ia tidak menemukan Joan. Hmm... Mungkin ia belum pulang, batin Sisi mengira-ngira.

CEKLEKKK! Tiba-tiba Sisi mendengar pintu apartemen terbuka. Refleks Sisi menoleh. Matanya membulat penuh melihat siapa yang masuk ke apartemen dan mengunci pintu, lalu menyimpan kunci itu di saku mantelnya.

MAKE YOU LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang