Epilog Digo-Sisi

6.9K 314 0
                                    

4 bulan kemudian

Sherin tampak cantik dengan gaun putih panjang yang membungkus tubuhnya dengan pas. Ia berjalan anggun. Di sebelahnya, Romeo melangkah dengan gagah. Balutan jas dan celana panjang hitam pekat, membuat Romeo semakin tampak berkharisma.

Selangkah demi selangkah, Sherin dan Romeo berjalan menuju pelaminan yang terlihat indah bertabur mawar merah muda dan swarovski bertebaran pada kain tile yang mengalasi mawar-mawar itu.

Sisi menatap sahabatnya dengan senyum haru. Ia berharap kebahagiaan Sherin hari ini akan selalu mengiringi hari-hari Sherin selamanya. Sherin pantas mendapatkan kebahagiaan ini. Dan tampaknya, Romeo bisa merengkuh Sherin dan melingkupinya dengan kenyamanan dan kebahagiaan itu.

Digo melirik Sisi yang meremas pelan lengannya. Digo tersenyum. Ia tau, Sisi terharu melihat pernikahan Sherin. Diusapnya punggung tangan Sisi yang menggamit erat lengannya dengan lembut.

Denis menatap dengan senyum tipis di dekat Sisi. Dua gadis dalam hidupnya, satu persatu meraih kebahagiaan mereka masing-masing.
Bukan salah mereka jika mereka mempunyai pilihan mereka masing-masing. Bukan salah mereka jika mereka tidak memilihnya. Semua ini takdir. Takdir bahwa ia tidak berjodoh dengan Sisi. Takdir yang membuat Sherin menerima Romeo menjadi suaminya. Dan, takdir juga yang mengharuskannya jatuh cinta pada Sisi tanpa ia harus memiliki.

Disaat semua menerima takdir dan jodohnya, kemana ia harus melangkah? Denis menghela nafas. Ada luka di dalam hatinya. Diliriknya Sisi yang berada disebelahnya, berdiri dengan manis sambil menggamit lengan suaminya.
Sepintas orang-orang melihat mereka bertiga memicingkan mata. Bagaimana tidak, Denis, Sisi dan Digo datang bersama, melangkah masuk ke ruang resepsi bersama dengan Sisi berada di tengah keduanya. Suatu pemandangan yang ganjil.

Denis menyalami Sherin dan Romeo, diikuti Sisi dan Digo di belakangnya. Mungkin terlihat aneh, tapi Denis dan Digo sepakat untuk gencatan senjata. Mereka terlihat akur meskipun setiap kali Digo harus mengerutkan dahi setiap Sisi berbicara dengan Denis dan sedikit mengabaikannya.

Denis iseng menggoda Digo, meletakkan lengannya ke bahu Sisi, sehingga membuat Digo menepis lengan Denis dari Sisi dan menarik Sisi lebih dekat padanya.

"Singkirin tangan lo dari istri gue," sentak Digo setengah berbisik sambil melotot ke arah Denis yang nyengir meledeknya.

"Kenapa? Sisi kan sahabat gue?" cibir Denis semakin senang meledek Digo.

"Tapi dia istri gue sekarang. Lo terima nasib aja! Mending agak jauhan sana," Digo semakin merapatkan pelukannya.

Sisi mengernyit.
"Kalian berdua kenapa sih gak pernah akur? Malu tau gak? Tuh, orang-orang pada ngeliatin kita," omel Sisi cemberut lalu berjalan tergesa meninggalkan Digo dan Denis yang melongo nenatapnya pergi.

"Lo sih! Ngambek tuh istri gue!" omel Digo pada Denis.

"Kok gue? Lah lo kan suaminya?" Denis menatap kesal pada Digo.

Sesaat kemudian keduanya berteriak sambil berlari menyusul Sisi.
"Sisiiiii," Sisi pura-pura tidak mendengar dan berjalan makin cepat.

-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Sisi bersedekap, duduk menatap televisi LED didepannya. Ia masih kesal dengan Digo dan Denis. Setiap keduanya bertemu selalu adu mulut.

Baru saja Denis pamit pulang setelah habis-habisan membuat Digo kesal karena sejak datang Denis selalu berada dekat-dekat Sisi.

Kedatangan Denis tadi bukan hanya sekedar bertamu seperti biasa, tapi ia sekalian pamit karena akan berangkat ke Paris untuk jangka waktu yang lama, mengurus rencana perusahaannya yang rencananya akan semakin melebarkan sayap dengan membuka cabang di Paris.
Dan karena kepergiannya kali ini, Denis sengaja menggoda Digo yang notabene sangat posesif dan pencemburu.

"Si, udah dong ngambeknya," Digo duduk di sebelah Sisi.  Lengannya melingkar di bahu Sisi.

"Tau ah. Kenapa sih gak pernah akur sama Denis?" gerutu Sisi manyun, membuat Digo gemas melihatnya.

"Kamu kan tau kalau Denis itu suka sama kamu. Kalau aku cemburu kan wajar, Sayang. Karena aku sayang sama kamu," Digo menggeser tubuhnya makin merapat pada Sisi.

"Ngapain kamu deket-deket?" cetus Sisi masih manyun.

"Sisi sayang, kalau suami deket-deket istrinya itu wajar kali. Yang aneh itu kalau suami deket-deket sama cewek lain," senyum Digo lebih menyerupai cengiran.

Sisi menatap Digo tajam, lalu matanya mulai berair.
"Hiks...kamu jahat...hiks...hiks..." Sisi menangis.

Digo sukses terbengong-bengong melihat Sisi menangis.
"Loh? Kamu kenapa nangis, sayang?" tanya Digo panik.

"Hiks...hiks...kamu mau deket-deket sama cewek lain ya? Hiks... Jahat banget sih...hiks..." Sisi mengusap pipinya yang basah dan berlari masuk ke kamarnya.

Digo bergegas menyusul Sisi masih dengan wajah bingung.

"Sayang, kok kamu ngomong gitu sih? Siapa yang mau deket-deket cewek lain? Aku maunya deket-deket sama kamu aja kok," bujuk Digo mengusap kepala istrinya. Kok istrinya jadi sensi gini ya?

"Kamu bohong!" sentak Sisi tidak mau melihat pada Digo.

"Sayang, aku gak bohong! I swear!" Digo menggenggam jemari Sisi erat.

Sisi menatap Digo lekat. Mata basahnya mengerjap beberapa kali, membuat Digo terpesona.
"Aku gak bisa berpaling ke lain hati, Sisi sayang. Karena kamu sudah menempati ruang dalam hatiku sepenuhnya," bisik Digo di dekat telinga Sisi sebelum mengecup pipi Sisi lembut, bergeser hingga bibirnya bertemu dengan bibir tipis Sisi. Perlahan Digo mengulum bibir istrinya, hingga Sisi memejamkan matanya meresapi ciuman suami tercintanya.

Dan tentu saja Digo tidak berhenti sampai disitu saja. Hasratnya yang sudah menyala seperti api disiram dengan bensin ketika tanpa sadar Sisi mengeluh, mendesahkan nama Digo dengan penuh perasaan. Sisi begitu saja melingkarkan lengannya ke lehet suaminya.
Hasrat itu membara makin panas ketika Digo mencumbu seluruh tubuh istrinya lebih jauh lagi.

Jangan kemana-mana setelah pesan-pesan berikut ini...hehehe... Masih ada nih epilog nya... Hihihi... Penulisnya abis kejedot kepalanya, jadi rada-rada hang gitu...
Epilognya dipisah-pisah... Hehehe...
Maklum...kurang kerjaan banget...hihihi...

MAKE YOU LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang