Part 20

6.8K 350 1
                                    

Digo melirik ke arah Sisi yang sedang menatap layar komputer sambil menahan senyum.

Digo bisa melihat senyum tertahan itu dan gadis itu pura-pura fokus dengan apa yang ada didepannya.

"Udah deh Si, kalo kamu mau ketawa, ketawa aja. Ngapain ditahan-tahan gitu," kata Digo merengut lalu dengan cepat berbalik masuk ke ruangannya sebelum mendengar Sisi tertawa ngakak sampai mengeluarkan air mata.

Sisi tau Digo kesal. Selama ini Digo selalu berusaha menampilkan kesan yang bagus kepadanya. Tapi hari ini, dua gadis cantik bak peragawati menghancurkan image yang sudah dibangunnya.

Digo melihat dari ruangannya, betapa wajah putih Sisi berubah menjadi merah karena berusaha menahan ketawanya. Ya, Sisi sekarang tau betapa banyak gadis-gadis yang digantungnya tanpa status. Bukan karena Digo tidak berminat, atau karena mereka kurang cantik, tapi Digo merasa tidak nyaman bersama mereka. Sikap mereka terhadapnya palsu.

Contoh saja Karin. Gadis cantik semampai itu didepannya tampak pendiam, manis, tapi saat di club beberapa bulan lalu, Digo memergokinya sedang beraksi di dance floor dengan setengah mabuk dan hampir menelanjangi dirinya sendiri. Untung Digo dan teman-temannya segera menyeret dan memulangkannya sebelum keadaan gadis itu lebih memalukan lagi.

Digo melepaskan vertical blind yang ditahannya untuk mengintip sekretaris cantiknya.

Ia kembali ke kursinya. Merenung, memikirkan bagaimana membuktikan pada Sisi bahwa ia sungguh-sungguh menginginkan gadis itu menjadi kekasihnya.

Digo berpikir keras. Ia tidak mau jalan ditempat. Ia tidak suka menunggu. Ia yakin bahwa ia bisa membuat Sisi jatuh cinta padanya.

Karenanya, ia akan berbuat sesuatu. Tapi apa? Sisi bukan seperti cewek-cewek kebanyakan yang diberi sedikit senyuman langsung luluh. Sisi bukan seperti gadis-gadis kebanyakan yang hanya dengan iming-iming sedikit fasilitas langsung klepek-klepek dan lengket padanya.

Sisi tidak terpengaruh itu semua.

Dahi Digo mengerut, apa sebaiknya ia menemui Levin? Digo menggelengkan kepalanya. Alexa pasti menertawakannya habis-habisan.

Digo menghela nafas panjang. Mau tidak mau, ia harus menemui Levin. Otaknya buntu saat ini. Meraih hati Sisi tidak semudah yang dibayangkan. Gadis itu seolah-olah tidak terusik dengan kedatangan dua cewek gila yang masuk ke kantornya hanya untuk cakar-cakaran. Huuufft... Bodo amat kalau Alexa mau menertawakannya.

Digo bangkit dan berjalan hendak keluar ruangan, bertepatan dengan Sisi yang masuk ke ruangannya. Alhasil, hidung Digo sukses mencium daun pintu yang dibuka Sisi.

"Aaaawh...." pekik Digo memegangi hidungnya.

Sisi kaget melihat Digo yang meringis memegangi hidung mancungnya sambil mengaduh kesakitan.

"Ups... Maaf Pak, saya gak sengaja... Maaf Pak," Sisi buru-buru meletakkan berkas yang dibawanya, dan memapah Digo duduk di sofa.

"Aduuuh... Maaf banget ya Pak... Saya gak tau kalau Bapak disitu," Sisi panik. Benturan yang cukup keras itu membuat hidung Digo berdarah. Digo mimisan.

Sisi bergegas mengambil tissue yang berada di meja, berusaha menghentikan keluarnya darah dari hidung Digo.

Dengan perlahan Sisi membersihkan sisa darah yang ada di wajah Digo.

Digo terus mengerang kesakitan.

Sebenarnya rasa sakit itu sudah amat sangat berkurang, tapi demi perhatian Sisi, Digo masih saja mengaduh dan merintih.

"Saya panggilkan Dokter ya Pak," tawar Sisi hendak beranjak memanggil dokter perusahaan, tapi tangan Digo menahannya.

"Aduuuuh.... Gak usah Si... Aduuuh.... Kamu antar aku ke apartemen saja. Tiba-tiba kepala aku pusing. Cancel semua  jadwal hari ini," Digo melirik Sisi yang masih memandanginya dengan cemas.

MAKE YOU LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang