Part 24

5.8K 348 3
                                    

Sabtu pagi langit terlihat cerah. Sisi sudah bersiap dengan tas selempang warna hitam , atasan hijau tosca terbuat dari sifon sutra berlengan pendek dan lebar, dipadu dengan celana jeans panjang skinny dan flat shoes warna tosca.
Hari ini Digo mengajaknya lagi  setelah minggu kemarin mereka hadir di grand opening resto joinan Digo dan Levin.

Sisi berjalan cepat menuju ruang tamu. Dilihatnya Digo berdiri membelakanginya sedang berbicara dengan seseorang.

"Digo?" panggil Sisi. Dahinya berkerut heran.

Digo menoleh dan tersenyum. Sisi melongok melihat siapa yang berbicara dengan Digo.

"Denis?" Sisi menaikkan alisnya.

Denis tersenyum.
"Hai Sisi," Denis melambaikan tangannya pada Sisi.

"Hai, ada apa kemari pagi-pagi?" tanya Sisi.

"Mmm... Tadinya sih mau ngajakin jalan, tapi gak jadi. Kata Digo, kalian mau pergi ya?" kata Denis menatap Sisi dengan pandangan yang tak dapat Sisi tebak.

"Iya sih. Lo gak bilang kalo mau ngajakin jalan? Emang mau kemana sih?" tanya Sisi mengernyit menatap Denis.

"Mmm... Gak kok... Lo pergi aja... Lain kali aja... Masih bisa ditunda kok," Denis tersenyum tipis. Ia kecewa melihat Sisi pergi dengan Digo, tapi ia tau, sedikit banyak Sisi punya perasaan terhadap Digo.

"Apa lo mau ikut kita sekalian?" ajak Sisi menawarkan, membuat Digo sukses memelototkan matanya pada Sisi.

Denis tertawa melihat reaksi Digo. Ia menggeleng cepat.
"Gak ah... Gue tadi udah janji sama Mama buat nganter ke butik langganannya," Denis memberikan alasannya, menolak tawaran Sisi.

"Oh... Ya udah kalo gitu. Gue pergi dulu ya, Nis," pamit Sisi lalu mereka keluar dari rumah Sisi, sementara Digo menghembuskan nafasnya lega.

-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Udara sejuk langsung menyergap wajah Sisi begitu ia turun dari mobil yang dibukakan oleh Digo untuknya.

Sisi membiarkan Digo menggandeng tangannya menyusuri hamparan pohon teh yang tingginya sedadanya. Tubuh Sisi memang mungil. Apalagi ia tidak sedang memakai heels melainkan flat shoes kesukaannya.

Keduanya sampai di tepi sungai kecil yang airnya mengalir jernih.

"Kamu suka?" tanya Digo melihat Sisi terpaku melihat suguhan pemandangan di hadapannya.

"Suka. Suka banget!" wajah Sisi berbinar tanpa sadar membuatnya semakin cantik. Dan Digo bersyukur ia bisa melihat kecantikan alami itu dari jarak dekat.

"Aku bakal sering-sering ngajakin kamu kesini kalo gitu," ujar Digo tertawa kecil. Ada perasaan senang karena menemukan kesamaan akan suatu hal yang bisa dilakukannya bersama Sisi.

Sisi membulatkan mata beningnya. Melihat Digo yang berjarak kurang dari satu meter disampingnya. Wajah itu dipenuhi senyum yang sedikit demi sedikit mampu menyingkirkan ketakutannya untuk menerima sebuah perasaan cinta yang makin meluas memenuhi rongga hatinya.

Digo mendekat, meraih jemari Sisi dan mengecupnya lembut.

"Untuk keempat kalinya, maukah kamu menerima cinta aku? Aku mencintaimu, Si. With all my heart, all my soul. Please, don't let me wait again," ucap Digo lirih menatap manik mata Sisi dengan penuh harap.

Sisi membalas tatapan itu. Mencari kesungguhan dalam mata tajam itu. Perlahan Sisi mengangguk sambil menahan nafas, menunggu reaksi laki-laki dihadapannya ini.

Digo melihat anggukan itu. Tapi ia takut apa yang dilihatnya hanya fatamorgana karena terlalu berharap.
"Jadi?" tanya Digo menuntut kepastian.

"Ya aku mau," sahut Sisi pelan lalu menundukkan wajahnya menyembunyikan wajah jengahnya yang memerah.

Digo terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang di dengar dan di lihatnya.
Sedetik kemudian, tubuh mungil Sisi sudah didekapnya erat. Diciumnya puncak kepala gadis itu lembut.

"Terimakasih sudah mengijinkanku menjadi bagian dari hidupmu. Aku mencintaimu, Sisi," Digo membenamkan kepala cantik itu ke dada bidangnya.

Kebahagiaan itu akhirnya menghampiri Digo. Perasaannya begitu meluap. Ingin rasanya ia meneriakkan pada seluruh dunia bahwa Sisi miliknya sekarang.

-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Denis menatap lurus sebuah mobil mewah berwarna putih yang berhenti di depan rumah Sisi.
Dilihatnya Digo dan Sisi turun dari mobil, saling melempar senyum.
Digo menunggu Sisi membuka pintu pagar rumahnya, sebelum kembali ke mobilnya, Digo mengecup kening Sisi beberapa saat.

Denis merasakan nyeri di dalam dadanya. Kenapa Digo mengecup Sisi? Kenapa Sisi membiarkan Digo melakukannya? Ada apa dengan mereka? Apakah mereka sudah jadian?

Denis penasaran. Ia ingin segera ke rumah Sisi
Tapi sesuatu menahannya. Lalu dengan langkah gontai ia berjalan masuk ke rumahnya, melewati meja makan.

" Denis, kamu kenapa, Nak? Kok keliatan suntuk gitu?" suara merdu mamanya menyapa telinganya.

Denis mendongak. Ia melihat mamanya sedang berdiri membawa semangkuk bubur kacang hijau untuknya.
Denis menggeleng dan tersenyum.
"Denis gak kenapa-napa kok Ma," jawabnya sambil menerima bubur kacang hijau itu dari tangan Mama nya, dan meletakkannya di meja makan dan Denis duduk disana mulai menyendok bubur itu.

"Denis, Mama ini mama kamu loh. Mama yang melahirkan dan merawat kami sejak kamu masih di dalam perut Mama. Jadi Mama tau kapan kamu sedang sedih, kapan kamu sedang senang, kapan kamu sedang marah, dan kapan kamu sedang bahagia. Ayo dong, kalo ada apa-apa, cerita sama Mama," Mama nya mengelus kepala Denis dengan penuh kasih sayang.

"Denis nggak kenapa-napa, Ma. Beneran! Denis janji, Denis akan cerita sama Mama kalo Denis sedang kenapa-napa," kata Denis mengangkat kedua jarinya sambil tersenyum menenangkan Mamanya, lalu meneruskan menyantap bubur kacang hijau buatan mamanya dalam diam.

Mamanya hanya tersenyum lembut sambil mengusap kepala Denis lembut.

Denis tau, ia tidak bisa membohongi mamanya. Wanita itu teramat menyayanginya. Membuatnya berdiri kokoh seperti saat ini, membuatnya tegar menghadapi hidup. Membuatnya menjadi laki-laki kuat saat mereka kehilangan papa nya.
Mama nya yang mendorongnya untuk mengambil S2 nya sebelum ia menggantikan Mama nya mengelola perusahaan Papa.

BERSAMBUNG...

MAKE YOU LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang