Part 11

6.5K 418 1
                                    

Denis sedang duduk di ruang keluarga rumah Sisi. Ia sudah mulai terbiasa dengan rumah ini. Matanya menatap penuh minat pada berita yang ditampilkan di televisi.

"Nih, gue bikinin ayam saus lemon. Kita makan disini aja ya, soalnya kalo nraktir lo makan diluar, mahal. Hehehe.... Gak pa pa kan?" Sisi meletakkan dua piring kosong, sebakul nasi, dan sepiring besar ayam fillet goreng tepung yang disiram saus lemon.

"Gak pa pa... Yang penting rasa syukurnya. Sebenernya gak perlu juga lo nraktir gue dengan gaji pertama lo, mending ditabung," senyum Denis penuh pengertian.

"Ya ini kan bentuk rasa syukur gue karena gue udah bisa menghasilkan uang sendiri, dari jerih payah gue sendiri," sahut Sisi tersenyum lebar.

Denis tertawa melihat rona bahagia di raut muka Sisi. Kepolosannya membuat ia semakin sayang pada gadis mungil itu.

"Iya deh... Yang udah bisa menghasilkan uang sendiri," kata Denis tertawa.

Sisi yang mendengarnya ikut tertawa, lalu nenyendokkan nasi ke piring Denis dan menyodorkan ayam saus lemon itu ke hadapan Denis.

"Mmmm.... Ternyata lo pinter masak ya, Si? Enak nih," puji Denis mengacungkan jempolnya setelah memasukkan sesendok penuh ayam dan nasi ke mulutnya.

Sisi tertawa. Ternyata Denis itu teman yang menyenangkan.

Sejak perkenalannya dengan Denis, cowok itu cepat sekali membuatnya merasa dekat. Rasanya seperti sudah berteman, bahkan bersahabat lama.

Dan siang ini ia memenuhi janjinya untuk mentraktir Denis setelah kemarin gaji pertamanya didapat.

Mereka berdua makan dengan lahap. Terutama Denis, yang baru sekali ini mencicipi masakan buatan Sisi.

Selesai makan Denis membantu Sisi membawa piring kotor ke dapur, dan mencucinya disana. Keakraban itu terjalin begitu saja, mengalir seperti air sungai di pegunungan.

"Nis," panggil Sisi ketika mereka sudah kembali ke ruang tengah.

"Apa?" tanya Denis mengelus perutnya yang membuncit karena kekenyangan.

"Besok gue berangkat ke Bali. Tugas kantor," Sisi memberitahu Denis.

"Hah? Sama siapa?" tanya Denis melihat ke arah Sisi yang sedang menatapnya serius.

"Ya sama atasan gue lah," jawab Sisi menyandarkan punggungnya di sofa.

"Digo?"

"Ya siapa lagi atasan gue kalo bukan Digo," jawab Sisi menoel pipi Denis terkekeh.

"Sampai kapan?"

"Kamis balik."

"Oh..."

"Oh doang?" tanya Sisi usil.

"Ya hati-hati deh," sahut Denis tersenyum mengacak rambut Sisi.

-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Pesawat landing di bandara Ngurah Rai. Digo dan Sisi berjalan keluar bandara. Tampak seorang laki-laki paruh baya membawa kertas putih bertuliskan nama Digo di atas kepalanya.

Digo segera berjalan mendekat ke arah laki-laki itu.

"Pak Putu?" sapa Digo pada laki-laki itu.

"Pak Digo?" laki-laki bernama Putu itu balik bertanya dan mengangguk-angguk hormat.

Digo mengangguk tersenyum.

Buru-buru Pak Putu mengambil tas yang dibawa Digo dan Sisi, dan mempersilakan keduanya mengikutinya ke mobil yang di parkir di dekat lobby.

Kira-kira satu jam kemudian mereka sudah tiba di hotel yang telah dipesan Sisi.

Saat check in, Digo meminta upgrade kamar ke resepsionis.

"Kalau upgrade, dari dua kamar menjadi satu villa dengan dua kamar atau satu apartemen dengan dua kamar bisa?"

"Tunggu sebentar saya cek dulu ya Pak," resepsionis itu segera mengetikkan sesuatu di komputernya.

"Bisa, Pak. Kebetulan masih ada dua apartemen dengan dua kamar seperti yang Bapak minta. Bagaimana, apakah Bapak jadi upgradenya?" resepsionis itu tersenyum ramah pada Digo.

"Jadi," Digo memberikan senyum mautnya pada resepsionis yang melayani permintaannya.

Setelah selesai melakukan check in, Digo dan Sisi diantar ke sebuah kamar yang sangat besar. Di dalamnya terdapat sebuah ruang tamu, meja kerja, dua kamar yang masing-masing terdapat kamar mandi dalam dan sebuah dapur kering, ditambah balkon yang menghadap pantai.

Digo dan Sisi masuk ke kamar mereka masing-masing.

Tak lama, pintu kamar Sisi diketuk.

Sisi yang sedang merebahkan diri di kasur empuknya segera bangkit dan membuka pintu.

"Pak Digo? Ada apa, Pak?" tanya Sisi melihat Digo sudah berdiri didepan pintu kamarnya dengan kaus polo shirt berwarna tosca dan celana denim longgar yang panjangnya sedikit dibawah lutut.

"Ini bukan kantor, Sisi. Kenapa panggil Bapak lagi sih?" Digo mengingatkan Sisi sambil tersenyum manis.

"Eh... Iya... Digo... Ada apa?" Sisi meralat sambil tersenyum canggung. Tidak terbiasa dengan memanggil nama saja.

"Kita ke pantai yuk. Pertemuan dengan Pak Pieter kan masih nanti sore, masih ada waktu buat jalan-jalan," Digo melirik jam yang melingkari pergelangan tangannnya.

"Mmm... Tapi saya... Eh... Aku gini aja gak pa pa kan?" tanya Sisi, karena ia saat itu hanya memakai kaus longgar dan celana longgar sedikit diatas lutut.

"Gak pa pa... Santai aja..." senyum Digo. Kamu malah makin imut kalo pakai baju kebesaran seperti ini, Si. Bikin gemes, tau gak? Kata hati Digo lengkap dengan tabuhan genderang dijantungnya.

Keduanya menyusuri trotoar sepanjang jalan, membelok menuju pantai, mencari tempat teduh. Akhirnya mereka menemukan tempat yang lumayan enak untuk duduk.

Matahari sudah bersiap turun dari tahta siangnya. Perlahan tapi pasti, bergulir ke barat, memunculkan warna gelap yang akan menggantikan siang.

Digo berdiri, mengulurkan tangannya membantu Sisi berdiri. Sentuhan itu mengalirkan kehangatan bagi Digo. Ia tidak ingin melepas. Tapi... Ia harus menahan diri, membiarkan sentuhan itu terurai.

Digo buru-buru membenamkan tangannya ke dalam saku celananya.

"Si, pertemuannya jam berapa?" tanya Digo basa basi.

"Jam enam, Pak...eh... Digo..." sahut Sisi tersenyum lucu karena salah memanggil Digo dengan Pak lagi.

"Susah banget ya manggil tanpa embel-embel Pak?" tanya Digo menatap Sisi lembut.

Sisi menunduk.

"Kalo susah, mulai sekarang dibiasakan panggil tanpa Pak, gimana?" Digo memandang Sisi sambil bersedekap.

"Maksudnya?" Sisi tidak mengerti maksud Digo.

"Ya kamu panggil aku Digo aja, gak peduli dimanapun," kata Digo tersenyum melihat kebingungan Sisi.

"Mana bisa seperti itu, apa kata staff yang lain? Ini Sisi kurang ajar banget ya manggil Boss nya cuma Digo aja? Minta dimatiin nih anak!" gerutu Sisi, membuat Digo tertawa geli mendengarnya.

"Hahaha... Ternyata kamu lucu juga ya? Lagian kaya lampu aja bisa dimatiin seenaknya," Digo masih tertawa sambil mengajak Sisi kembali ke hotel.

BERSAMBUNG...


MAKE YOU LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang