Part 7

7.4K 476 1
                                    

Hotel berbintang lima itu berdiri tegak dihadapan Sisi. Ia mengekor langkah Digo seperti bayangan memasuki lobby hotel itu.

Seorang lelaki paruh baya tersenyum lebar, berdiri dan mengangkat tangannya saat melihat Digo memasuki lobby.

Sesaat mereka berbasa-basi sebelum membicarakan pokok bahasan mereka sesungguhnya, yang kemudian dilanjut dengan makan siang yang diselingi obrolan santai.

"Mmm... Sisi, udah punya pacar belum?" tanya Pak Prama melihat Sisi antusias.

"Eh, be...belum Pak Prama, kenapa ya?" Sisi gelagapan saat ditanya hal yang menurutnya pribadi.

"Hahaha.... Kapan-kapan saya kenalkan anak sulung saya... Dia juga masih jomblo... Saya rasa ia pasti suka dengan kamu," tawa Pak Prama mengangguk-angguk.

"Ah, Pak Prama bisa aja," Sisi tersenyum sopan.

Digo hanya diam menjadi pendengar bagi keduanya. Sisi dengan sopan, tanpa kentara menjaga suasana santai diantara mereka, meskipun laki-laki asal Bali itu tertarik untuk menjodohkan anak sulungnya dengan Sisi, yang itu berarti sudah memasuki wilayah pribadi.

Tiba-tiba Digo merasa ada rasa tidak rela membayangkan Sisi mengiyakan maksud Pak Prama untuk menjodohkan gadis disebelahnya ini dengan anak sulungnya.

Digo bergegas menyelesaikan semuanya dan pamit pada Pak Prama.

"Si, kalau kamu ada waktu, mainlah ke Denpasar, saya akan kenalin kamu dengan Gusti, anak saya," senyum Pak Prama saat Digo dan Sisi berpamitan.

"Baik, Pak Prama, kalau saya ke Bali, pasti saya mampir ke tempat Bapak," senyum Sisi mengangguk sopan menjabat lelaki itu, dan kembali mengekor langkah kaki Digo.

Sisi merasa aneh dengan atasannya kali ini. Sepanjang obrolan santai dengan Pak Prama, ia tidak sekalipun menimpali ataupun bergabung dengan obrolan mereka. Pembicaraan tadi sepenuhnya didominasi oleh Pak Prama dan Sisi.

Sepanjang perjalanan kembali ke kantor, mereka hanya diam.

Setiba di kantor, Digo berjalan cepat menuju lift, sedangkan Sisi berusaha mengejar menyamakan langkah dengan atasannya yang berjalan dengan langkah lebar.

Sesaat sebelum memasuki lift, tiba-tiba tubuh Sisi limbung karena didorong seseorang yang menerobos mendahuluinya masuk lift. Sisi terjatuh.

Digo yang mendengar pekikan kecil Sisi, bergegas menekan tombol buka untuk menghentikan pintu lift sebelum tertutup dan segera membantu Sisi untuk berdiri. Digo menoleh menatap orang yang mendorong Sisi. Matanya tajam memandang seorang gadis yang berdiri merengut didepan lift melihat Digo membantu Sisi berdiri.

"Luna? Lo masih disini?" desis Digo lalu menoleh pada security yang tergopoh-gopoh menyusul Luna.

"Maaf Pak, Bu Luna tidak mau pulang dan berkeras menunggu Bapak," kata security itu dengan wajah ketakutan.

Digo menghela nafas, dan mengibaskan tangannya menyuruh security itu kembali ke tempatnya.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Digo pada Sisi yang kini sudah berdiri tegak.

"Tidak apa-apa, Pak. Terimakasih," jawab Sisi mengangguk kecil.

Digo memberi isyarat agar Sisi masuk ke dalam lift yang masih terbuka dan menyusul sekretaris nya masuk sambil menyeret Luna bersamanya.

"Apa sih mau lo?" Digo melirik Luna tajam. Suaranya terdengar dingin.

"Digo, lo harus tau, kalo gue cinta sama lo, gue gak mau lo ninggalin gue," rengek Luna manja berusaha mengambil hati Digo.

"Luna, kita gak ada hubungan apa-apa! Lo salah ngartiin sikap gue ke elo!" kata Digo dengan nada yang sama.

"Tapi, bukannya lo suka sama gue? Kalo elo gak cinta sama gue, apa artinya kedekatan kita selama ini?" sergah Luna yang tiba-tiba memeluk Digo erat.

Digo sudah akan mendorong tubuh Luna ketika pintu lift terbuka.  Digo menyeret Luna masuk ke ruangannya, sementara Sisi kembali ke meja kerjanya dan berkutat dengan pekerjaannya.

Sisi menghela nafas. Ia merasa kasihan melihat Luna. Digo seharusnya bisa memperlakukan gadis itu lebih lembut.

Sementara di dalam ruang kerja Digo, Luna berusaha meraih hati Digo dengan berbagai cara.

"Digooo, gue cinta sama lo, gue mau kita balikan kaya dulu."

"Lun, berapa kali gue bilang, gue gak pernah cinta sama lo," tegas Digo kesal.

"Gue gak percaya! Lo marah sama gue, jadi lo ngomong gini ke gue," Luna dengan keras kepala membantah kata-kata Digo.

"Lun, dengerin gue ya, dengerin dan cam kan baik-baik!" Digo menarik nafas, sementara Luna menatapnya dengan tatapan memelas.

"Gue gak cinta sama lo sampai kapanpun! Gue sama lo gak pernah ada hubungan apa-apa, terlebih hubungan spesial! Dan sebaiknya lo pergi jauh-jauh dari kehidupan gue, karena gue muak sama kelakuan lo! Cam kan itu!" desis Digo tajam. Matanya menatap seolah menusuk, menikamkan belati di jantung Luna.

Luna menangis meraung. Ia sudah berharap banyak pada laki-laki dihadapannya ini. Karena selain berwajah tampan, Digo merupakan orang yang bisa memberinya kemapanan hidup tanpa ia bersusah payah. Digo bisa membuatnya masuk di kalangan atas dengan mudah.

Tapi apa yang dikatakan Digo teramat menyakitkan buatnya. Harga dirinya seperti terbanting ke dasar jurang yang dalam. Dan demi keinginan dan ambisinya, Luna mengabaikan itu. Ia mengabaikan rasa malu atas penolakan Digo terhadapnya.

"Apa lo sudah punya seseorang yang lo cinta?" tanya Luna menautkan alis bagusnya.

"Lo gak perlu dan gak berhak tau!"

"Gue harus tau, cewek mana yang udah bikin lo nolak gue!"

Digo menatap kesal pada Luna. Ia capek menjelaskan kalau ia ingin Luna pergi darinya. Sebuah kesalahan besar sudah pernah dekat dengan gadis manja itu.

"Mending sekarang lo pulang! Lo mau turun sendiri, atau perlu gue panggil security untuk mengeluarkan lo dari kantor gue dengan paksa?" tanya Digo sinis dengan tatapan tajam.

"Baik, gue pulang. Tapi inget ya Digo, gue akan berhenti sampai disini. Gue akan buat lo jadi milik gue," desis Luna menghapus airmatanya dengan kasar, lalu beranjak keluar ruangan.

Luna berhenti sejenak didekat meja Sisi. Matanya menatap Sisi dengan pandangan sinis beberapa saat, kemudian berjalan dengan angkuh menuju lift yang membawanya turun.

Sisi yang melihat Luna menatapnya dengan sinis hanya mengedikkan bahunya. Ia tidak mau ikut campur urusan pribadi atasannya. Ia bekerja belum ada satu bulan, ia tidak mau gegabah. Ia harus bekerja dengan baik jika tidak ingin dipecat.

BERSAMBUNG...

Thank's buat yang udah mau baca cerita aku....

MAKE YOU LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang