O1

66.9K 9.5K 226
                                    

Tekan vote untuk mendukung saya 🥺🥰

****

Sejak awal masuk ke dalam mobil gadis itu terus menatap ke arah ponselnya yang sedang dalam mode kamera. Walaupun dia tidak yakin jika itu memang benar ponselnya karena merek dan tipe ponsel ini terlalu mahal untuk bisa dia milik. Gadis itu bukan sedang menunggu seseorang melainkan sedang sibuk bergaya di kamera. Dia juga membuat beberapa ekspresi aneh yang tentu saja membuat siapapun yang melihat akan melongo, tak terkecuali Allen. Pemuda itu merasa jengah ketika mendapati sang kakak lagi-lagi bertindak diluar akal sehat. Kakaknya itu tak segan memuji wajahnya sendiri dan membuat tatapan genit yang memuakkan.

"Ah sial. Hentikan itu! Kau menodai mataku yang suci dengan wajah jelekmu!" sentak Allen ketika mereka berhenti di lampu merah.

Sena alias Aluna menoleh. "Hei, aku tidak tahu jika ternyata aku secantik ini jika melakukan perawatan. Wah, ini luar biasa. Aku sangat cantik! Benar-benar cantik. Aku jatuh cinta dengan wajahku ini," ocehnya takjub. Dia belum menerima nama Aluna karena masih merasa aneh dengan semuanya, hanya saja wajahnya tentu saja dia terima. Itu memang wajahnya, hanya saja lebih terawat dan juga cerah. Sepertinya si Aluna ini sangat menjaga wajahnya dan itu membuat Sena minder. Jika saja dia bisa lebih peduli akan dirinya pasti dia tidak sekumal itu.

"Kau benar-benar menyebalkan! Kenapa aku bisa punya kakak yang memalukan sepertimu! Seharusnya aku punya kakak seperti Kak Nesta saja," dumel Allen sambil melajukan mobilnya.

"Nesta?" Sena menoleh dengan wajah kaget. "Nesta siapa yang kau maksud?" tanyanya dengan jantung berdegup kencang. Entah mengapa dia malah takut, padahal dia tidak mengenalnya?

"Siapa lagi kalau bukan Annesta Cliona?"

Ponsel yang Sena genggam seketika jatuh di pangkuannnya. Gadis itu melotot ngeri. "A-annesta C-cliona yang itu? Sang primadona sekolah dan juga ketua cheerleader yang terkenal baik itu? Yang sifatnya mirip sekali malaikat jatuh dari khayangan? Yang wajahnya manis dan punya bibir yang sexy. Nesta yang itu?" cerca Sena kemudian.

Allen menatapnya aneh. "Ya, tentu saja. Wah, biasanya kau hanya berucap omong kosong tetapi kali ini kau menggunakan mulutmu dengan benar. Selamat Kak! Akhirnya aku menemukan gambaran yang sempurna tentang dewiku!" balas Allen sambil mengacungkan jempolnya ke arah Sena.

"Fuck."

Allen melotot ketika mendengar kakaknya mengumpat untuk yang pertama kalinya. Dia bahkan sampai menginjak rem mendadak dan menatap sang kakak dengan pandangan tidak rela. Ia tak menyangka jika kakaknya yang bodoh ternyata sudah ternodai oleh kata-kata kotor. "Kak! Apa yang kau katakan barusan huh?" tegurnya tidak terima.

Sena sendiri sudah menunduk setelah membenturkan kepalanya di dashboard sejak beberapa saat yang lalu. Dia tahu ideologi gila yang baru saja masuk ke dalam otaknya itu mustahil tetapi sepertinya hanya itu penjelasan yang paling masuk akal untuk sekarang. Dia masuk ke dalam novel. Sena tertawa geli membuat Allen mengernyit heran. Sena menoleh tanpa mengangkat wajahnya dan memandang Allen yang sudah kembali sibuk menyetir. "Hei, bocah sial. Katakan siapa namaku!" titahnya yang tentu saja disambut decakan oleh Allen.

"Aluna Lesta Javas. Itu namamu, bodoh! Kenapa kau melupakan namamu sendiri sih?"

"Lalu siapa kau?"

"Astaga, Kak. Apa kau benar-benar masih kesal karena makananmu itu? Aku kan hanya menghabiskan tiga box saja dan kau masih punya lima lainnya!" protes Allen kesal.

"Jawab saja, sial!"

Allen cemberut. "Allen Leonard Javas. Kau puas sekarang? Cepat turun! Kita sudah sampai!" sentak pemuda itu sambil membuka pintu mobilnya dan melengos pergi tanpa mempedulikan Sena lagi.

***

Kamar bernuansa serba pink itu terlihat sangat menarik untuk dilihat. Puluhan boneka dengan berbagai bentuk berjejer rapi di berbagai sudut yang pas. Semua tampak sangat apik untuk di amati terkecuali satu hal, seorang gadis dengan pakaian seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya dan berbaring seperti mayat di atas ranjang. Gadis itu sibuk mengamati langit-langit kamar dengan pandangan kosong. Beberapa detik kemudian ia tiba-tiba bangkit dari aksi rebahan nya dan duduk. Sena yang sudah menerima dirinya sebagai Aluna menepuk tangannya sendiri di udara.

"Benar. Aku masuk ke dalam dunia novel dengan peran yang tidak penting. Dengan kata lain aku adalah figuran yang tidak perlu terlibat dengan tokoh utama. Jadi, tidak perlu di pikirkan bukan?" katanya pada diri sendiri.

Dia melihat sekelilingnya kemudian mengelus ranjangnya dengan ekspresi sayang.

"Lagipula di sini aku memiliki segalanya. Ayah dan ibuku memiliki wajah yang serupa dan dengan sikap yang sama kecuali tambahan adik kecilku yang sialan itu. Ah tunggu, bukankah ibu bilang ingin mengadopsi seorang anak karena menyangka aku kesepian? Haha... Jadi begitu. Tetapi kenapa aku? Maksudku, hei! Aku tidak menyelamatkan dunia dan aku juga tidak memiliki talenta apapun selain mengomel sendiri? Bukankah itu aneh jika entah siapa itu memilih membawaku ke sini? Apa aku dulu pernah meminta untuk dibawa ke dunia novel? Sepertinya tidak? Tetapi kenapa aku ke sini? Hanya, kenapa? Apa alasannya? Why? Why me? Why God choose me to be right here, why? Just why? Tell me!"

"Ck, ck, ck... Aku tahu itu. Kau pasti sudah gila. Hah, kubilang juga apa! Berhenti lah menonton drama dan berkhayal. Sekarang lihat! Kau benar-benar gila bukan?" celetuk Allen yang ternyata sudah berdiri di pintu masuk kamar Aluna.

Aluna melempar boneka beruang berwarna cokelat di sampingnya ke arah Allen. "Kenapa kau masuk ke kamarku tanpa mengetuk hah? Kau mau mati!" desis gadis itu galak. Sejak dulu dia memang tidak suka jika seseorang masuk tanpa permisi ke dalam kamarnya.

"Tentu saja aku bisa masuk karena kau tidak menutup pintunya bodoh! Lagipula cepat ganti bajumu, ibu sudah menunggu dibawah untuk makan malam!" Kata Allen sambil melemparkan kembali beruang cokelat itu yang tentu saja segera di tangkap Aluna. "Cepat turun atau ibu sendiri yang akan menyeret mu !" usai berucap seperti itu Allen melengos pergi sambil mengunyah apelnya lagi.

Aluna cemberut lantas beranjak pergi menuju ke kamar mandi guna membersihkan dirinya sebelum akhirnya turun ke bawah untuk makan malam sesuai perintah.

****

Beware of The VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang