O4

53.4K 9.1K 599
                                    

Tap vote-nya dong 🥰

***

Dia tahu dia buruk. Dia tahu langkahnya sering kali berada di jalan yang salah. Namun, dia juga tidak rela jika orang yang dia sayangi menempuh jalan yang sama. Allen yang tadinya sibuk bermain dengan teman-temannya ikut mendekat ketika kerumunan itu timbul. Pemuda itu melebarkan matanya ketika mendapati kakaknya sedang menghajar seseorang di sofa. Gadis itu terlihat sangat brutal dengan wajah yang murka. Apa yang terjadi padanya?

"APA-APAAN INI?" teriaknya lantang.

Aluna berhenti memukul dan menatap nanar ke arah Allen. Pandangan menyedihkan gadis itu membuat hati Allen tercubit. Perasaan resah seketika hinggap dan membuatnya berlari ke arah sang kakak.

"Hei, apa yang terjadi? Kenapa kau memukulnya? Apa yang dia lakukan padamu?" cerca pemuda itu dengan cemas. Dia memegang kedua bahu Aluna dan mengguncangnya. "Katakan! Kenapa kau diam saja?!" bentaknya tak sabar.

Aluna menangis dan itu membuat Allen kalang kabut. Suasana di sekelilingnya semakin tegang dan itu membuat Maggie memejamkan matanya. Allen memang terlihat acuh tak acuh pada Aluna tetapi sebenarnya pemuda itu selalu gila jika menyangkut kakak perempuannya. Diam-diam dia memikirkan bagaimana cara menyelamatkan diri jika dia ikut terbawa nanti.

"Hei! Cepat katakan kenapa kau menangis? Katakan dengan jelas!"

"Hik--Dia--Si berengsek itu--Dia--Bajingan itu--Dia melecehkanku..." sahut Aluna terbata-bata sambil mengakhiri kalimatnya dengan tangisan yang keras.

Mata cokelat Allen melebar. Otot-otot di rahangnya seketika muncul. Wajah Allen berubah mengerikan dan sedetik kemudian pukulan kuat melayang di wajah Axel hingga pemuda itu ambruk. Teman-temannya segera berlari melerai. Suasana semakin kacau karena perpaduan tangisan Aluna dan juga teriakan murka dari Allen. Sepasang kakak beradik itu membuat keributan besar dan membuat banyak orang berpikir, jangan pernah membuat masalah dengan keluarga Javas.

***

"Kau baik-baik saja?" tanya Allen sambil melirik Aluna yang terdiam di sampingnya. Mereka sedang berada di mobil Hans--pengacara keluarga Javas. Ya, mereka baru saja pulang dari kepolisian karena orang tua Axel melaporkan mereka. Tetapi tentu saja ayah mereka dengan segera menyelesaikannya. Mendengar apa yang terjadi pada anaknya membuat Adam--ayah mereka-- murka. Terlebih lagi Hans melaporkan jika Aluna terus saja diam.

"Katakan sesuatu, bodoh! Kenapa kau diam saja? Apa kau bisu!"

Aluna menatap Allen dengan intens dan hal itu membuat pemuda itu salah tingkah. "Ya, aku tahu aku tampan. Tetapi jika kau melihatku seperti itu tentu saja itu membuatku malu," oceh Allen berusaha mencairkan suasana.

"Berengsek."

"Ya?"

"Kau bajingan, sialan! Beraninya kau menipuku dan membuatku mengalami ini semua!Aku akan membunuhmu! Aku akan membunuhmu, berengsek!" maki Aluna sambil memukul Allen.

"Hei, hei, aku kan sudah minta maaf. Kenapa kau ini hah? Hei! Hans, tolong aku! Kak, sakit! Oh, jangan rambut! Tidak-tidak! Jangan mencubit! Aghhhh!" raung Allen histeris.

Hans yang berada di balik kemudi tersenyum ketika melihat kedua kakak beradik itu bertengkar. Dia menghubungi Adam. "Nona sudah baik-baik saja. Dia sedang memukuli tuan muda, tuan."

Allen mendelik. "Kenapa kau melaporkan itu pada ayah?" teriaknya tidak terima. "Hei, sakit! Jangan mencubit!"

Adam dan Helena--ibu Aluna--menghela napas lega. Keduanya saling memeluk. Untung saja, Aluna baik-baik saja.

****

Sementara di tempat lain terlihat beberapa pemuda sedang berkumpul. Masing-masing dari mereka mengenakan jaket kulit berwarna hitam dengan lambang naga melingkari sebuah pedang di belakangnya. Terlihat di sofa hitam yang panjang dua orang sedang sibuk bermain dengan ponselnya. Yang satu sibuk tertawa sementara yang satunya sedang bekerja mengawasi sesuatu melalui ponselnya sembari mengapit rokok yang belum dia nyalakan.

"Hahaha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hahaha... Sial. Ini lucu sekali! Lihat ini wajahnya! Dia menghajarnya dengan brutal. Dia sangat hebat!" seru Edgar--seorang pemuda berambut pirang yang mengenakan jaket kulit dengan gambar naga di belakangnya sedang tertawa terbahak-bahak sambil menatap layar ponselnya. Dia mengarahkannya pada seorang pemuda di sampingnya. "Lihatlah Ar, aku tidak tahu jika di sekolah busuk itu ada gadis sepertinya. Dia sangat cantik dan seksi saat marah! Aku sepertinya jatuh cinta," ujarnya riang. Ya, mereka berdua sedang menonton video perkelahian Aluna yang tersebar di internet.

Arsalan El Silas--pemuda bersurai putih yang tadi mengernyit ketika melihat betapa kerasnya Aluna menghantam Axel. Gadis itu bahkan tak segan menggunakan kakinya untuk menendang korbannya. "Dia kenapa?" tanya Arsalan tak bisa menahan rasa penasarannya.

"Ah beberapa komentar menyebutkan jika pria ini menyentuh dadanya dan gadis itu tidak terima lalu menghajarnya. Sepertinya dia sempat berbincang sesuatu sebelum kejadian itu."

"Hanya itu?"

"Apa maksudmu hanya?" omel Edgar tidak terima. "Apa kau tidak tahu beberapa wanita menganggap dada mereka sangat berharga dan tak membiarkan sembarangan orang menyentuhnya!"

Arsalan hanya menatapnya untuk menanggapi ucapan Edgar. Dia tidak mau untuk mendengarkan ocehan pria itu yang pastinya sok bijak padahal Edgar tak jauh berbeda dengannya. Lagipula, dia tidak tertarik dengan seorang perempuan yang tidak mau dadanya di sentuh.

"Oh iya, Saga bilang Damon merencanakan sesuatu di markasnya. Dia bilang mereka sepertinya merencanakan serangan balasan. Sialan, mereka benar-benar menyebalkan!"

"Tenang saja. Aku bisa menghadapinya."

"Kami percaya padamu, Ar. Hanya saja aku tidak percaya pada Damon. Bisa saja dia menggunakan senjata lagi seperti tempo hari."

Arsalan menyentuh lengannya yang terbalut perban dan menyeringai. "Aku akan membalasnya. Tunggu saja, dia akan mati di tanganku."

***

Terima kasih sudah membaca. Peluk jauh dari Losca 🥰

Beware of The VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang