****
Suara musik DJ yang keras membuat telinganya sedikit berdenging. Pemuda itu meraih earphone wireless berwarna hitam miliknya dan memasukkannya ke salah satu telinganya. Matanya dengan awas menatap sekitar. Beberapa pemuda-pemudi tampak asyik menikmati hidup mereka dengan menggoyangkan tubuhnya. Lebih sialnya lagi ada banyak pasangan mesum yang berciuman liar tanpa sadar tempat.
"Arsa! Sudah lama aku tidak melihatmu."
"Arsalan astaga. Kau baik-baik saja? Lama tidak bertemu."
"Wow kau semakin tampan saja."
"Kupikir kau menghilang kemana!"
"Kudengar kau menghajar geng Damon sampai tak bersisa. Kau keren, bung!"
"Hei Arsalan."
Pemuda itu beberapa kali menerima sapaan yang membuatnya mau tak mau membalasnya dengan pelukan singkat secara jantan atau tos ala-ala pada siapapun yang menyapanya. Dia berjalan dengan langkah lebar menuju ke bagian belakang rumah Jasmine yang katanya tempat di mana teman-temannya berada.
"HEI ARSALAN!"
Edgar berlari menemui Arsalan dan hendak memeluknya seperti biasa namun Arsalan yang sudah malas menerima banyak bau parfum tidak enak ketika di dalam tadi lalu menahan wajah pemuda itu. "Jangan dekat-dekat denganku!"
"Astaga, kau dingin sekali."
Arsalan menatap ke belakang Edgar dan mengernyit ketika tak menemukan siapapun di sana. "Kenapa hanya kau saja?" tanya Arsalan heran. Tak biasanya mereka berempat saling terpisah seperti ini.
Edgar menenggak birnya dan menggeleng. "Mereka baru saja pergi untuk membalas Damon dengan menghancurkan markas bagian selatan." Edgar mematik rokoknya dan terkekeh. "Mereka sedang menggila."
"Bukankah Eros masih sakit? Bahkan dia masih memakai gips itu ke manapun dia pergi."
Edgar tertawa dan mengibaskan tangannya. "Tidak-tidak. Dia itu hanya ingin menipu Delon karena ia jengkel tidak pernah menang sedikit pun saat melawannya."
Arsalan tak bertanya lebih. Dia tidak mau peduli dengan permasalahan internal mereka yang konyol. Selama tidak menganggu kedamaian hidupnya maka dia tidak akan bergerak. Itu adalah prinsip mutlaknya.
"Apa kau akan terus berencana bermain-main dengan gadis itu?"
"Bukan urusanmu," balas Arsalan ketus.
Edgar tertawa geli. "Tenang saja. Aku tidak sedikit pun tertarik padanya. Hanya saja aku senang karena kau sedikit mengalihkan perhatianmu dari Erina." Edgar membuang asap tebal dari mulutnya. "Erina bukan gadis yang cocok untukmu dan menurutku dia cukup aneh."
Arsalan mendengus jengah. "Apa kau sedang mengejekku?"
"Bukan begitu, Ar. Hanya saja--"
"Tutup mulutmu atau aku akan merobeknya dengan tanganku sendiri."
Edgar menutup mulutnya. Dia mengernyit aneh ketika merasa familier dengan perkataan Arsalan. Baru saja dia akan berkomentar Arsalan sudah terlebih dahulu pergi meninggalkannya tanpa pamit.
"HEI! AKU KAN HANYA BERCANDA. HEI!" Edgar menghela napas. "Memang susah jika berbicara dengan kulkas berjalan sepertinya. Untung saja dia masih mau membuka mulutnya jika tidak mungkin aku juga harus belajar bahasa isyarat agar bisa berkomunikasi dengannya. Tapi tunggu, kenapa rasanya ancaman Arsalan seperti pernah kudengar disuatu tempat? Tapi di mana?" Edgar membuat raut wajah berpikir selama beberapa saat namun dia segera menyerah ketika tak segera menemukan jawabannya. "Jangan gunakan otakmu dengan percuma. Kasihan, dia akan kelelahan," ujarnya pada diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beware of The Villain
Teen FictionFOLLOW AKUN SAYA SEBELUM BACA ❤️ BACA AJA DULU SAMPE 10 CHAPTER! NOTE : DIALOG DAN NARASI PAKAI BAHASA BAKU. ---- Sena lebih suka bercengkerama dengan karakter fiktif penuh akan drama dalam buku novel dibandingkan bersitatap dengan manusia nyata...